Algateri High School, sekolah swasta tempat bersarangnya anak-anak pintar nan badung seperti GAS, Geng Anak Setan.
Sekolah ini memiliki dua gedung yang berbeda dalam satu badan, SMA dan SMK. Algateri dipimpin oleh Deri Hutapea sebagai Kepala Sekolah, paruh baya bertubuh tambun yang sangat melindungi semua anggota GAS meski mereka memiliki kecacatan parah di bidang pergaulan dan sikap.
Gedung SMA terbagi menjadi empat tingkat. Tingkat pertama di huni oleh anak kelas sepuluh dengan berbagai jurusan, tingkat kedua kelas sebelas, tingkat ketiga kelas dua belas, dan tingkat empat daerah kekuasaan para guru dan kepala sekolah.
Kantin, laboratorium, aula, perpustakaan, lab komputer, dan ruangan penting lainnya berada pada tingkat pertama, ada pula yang memiliki gedung tersendiri dan terpisah agak jauh dari gedung utama. Sedangkan pada tingkat kedua, dan tiga menjadi wilayah khusus bagi kelas dari berbagai jurusan. Pada tingkat keempat terdapat ruang arsip, sekaligus kantin khusus para guru.
Untuk gedung olah raga letaknya tepat di utara gedung utama. Di dalam gedung juga terdapat sekretariat tiap ekskul, kamar mandi yang dibuat khusus untuk para siswa yang ingin membersihkan diri selepas latihan. Disana menjadi tempat latihan untuk ekskul renang, lari, karate, dan pencinta alam.
Gedung SMK juga demikian, berada pada bagian timur dan hanya di batasi lapangan besar. Ranjiel tidak terlalu tahu gambaran gedung SMK, ia hanya mencari tahu tentang gedung SMA yang akan ia tempati untuk belajar dan menghabiskan waktu pendidikan selama tiga tahun atau lebih.
Siswa dan siswi di tempat ini selalu di batasi. Lima ratus orang untuk SMA, dan lima ratus orang untuk SMK per tahun.
Ranjiel memutuskan untuk masuk jurusan IPA, kejeniusannya dibidang Fisika adalah yang paling mengerikan di antara teman-temannya. Dan di sinilah Ranjiel berdiri sekarang, X IPA-2.
Berbeda dengan Ranjiel, Lia memilih jurusan IPS, dan menjadi primadona di jurusan itu karena otak pintarnya pada bidang Ekonomi.
“Anjiel! Sini lo,” panggil Fadhol.
“Apaan Dodol Garut? Gue kira lo nggak bisa lulus masuk sini.”
“Lo kata gue makanan?”
“Kalo kanibal ada di mari, bakalan seneng liat badan lo yang endut.”
“Dasar anak setan,” balas Fadhol.
Ranjiel melangkah masuk ke dalam kelas, cowok itu menatap beberapa cewek cantik yang ada di kelas.
“Babang Anjiel, akhirnya kita sekelas lagi!” seru seorang cewek.
Rini, salah satu selir Ranjiel. Rela jadi selingkuhan, rela disuruh-suruh, bahkan rela jadi tameng saat Ranjiel terkena masalah. Rini selalu maju di depan, dan motto hidupnya menjadi Ibu Peri bagi cowok kesayangannya, Ranjiel.
“Eh, ada Bebeb Rini. Sini peluk-pelukan ama Babang Anjiel,” ujar Ranjiel sambil merentangkan tangan.
Rini segera memeluk Ranjiel. “Ada tugas nggak? Soalnya pengen dapat hadiah dari Babang Anjiel.”
“Tugas lo hari ini, nyari info tentang Nenek Tuti.”
“Kakak kelas kita pas SMP, kan?”
Ranjiel mengangguk. “Cari tau dia kelas berapa, pinter apa masih begok? And ... gimana si Nenek Tuti bisa masuk sekolah ini.”
“Hadiahnya apa?” tanya Rini.
“Gue nginep di rumah lo,” sahut Ranjiel.
“Terus?”
“Ena-ena,” balas Ranjiel lagi. Cowok itu segera melepas pelukan Rini, menghampiri meja belakang dan duduk.
Suasana kelas benar-benar ribut, Ranjiel mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Cowok itu kemudian membuka pesan w******p yang sudah menumpuk.
Chat Grup [G.A.S]
Opik Kumis : Masih idup lo semua?
Dedek Rara : Gue udah mati.
Opik Kumis : Anjelina Jolie mane? Gue denger dari Lia si Tuti masuk sini.
Smile Meris : Gue juga denger dari Rhea. Tadi ada SS dari grup cewek-cewek.
Teteh Oreo : Summon @Anjelina Jolie ... woiiii Penjahat Kelamin, masih idup apa udah Inna lillahi?
Anda : Apa, sih? Baru juga gue tinggal bentar udah pada kangen. Masalah Nenek Dukun, gue udah utus salah satu selir buat nyari info.
Ranjiel segera menutup aplikasi, cowok itu kemudian membuka game online kesukaannya, Mobile Legends.
Sementara Ranjiel dengan game online-nya, Lia kini harus berkutat dengan banyak surat cinta dari cowok-cowok di sekolahnya. Kelas X IPS-2 kini terdengar begitu ribut, beberapa orang cowok mengamati tingkah Lia yang masih duduk dengan wajah suram.
“Ampun, baru juga hari pertama udah banyak surat gini.” Lia berdiri, cewek itu benar-benar kesal dengan kelakuan cowok-cowok aneh yang mengirim surat cinta.
“Lia, lo mau kemana?” tanya salah satu cewek.
“Kantin, gue laper.” Cewek itu segera keluar kelas dan menuju kantin. Lia memang cewek yang selalu menghabiskan banyak makanan bila sedang kesal, tetapi tubuhnya tetap langsing dan bagian perut yang tetap rata.
Merasa akan bosan jika makan sendiri, Lia segera meraih ponsel dari saku roknya. Cewek itu membuka kontak telepon dan menghubungi sang pacar.
Tut ...
Tut ...
Tut ...
“Dedek Yaya, ada apa telfon Babang Anjiel?”
Panggilan akhirnya terjawab dan suara Ranjiel terdengar jelas beberapa detik lalu. “Ke kantin, gue mau lo suapin gue makan!”
Lia segera mematikan sambungan telepon, tak peduli apa sang pacar bisa atau tidak. Yang cewek itu tahu, pacarnya tak akan menolak.
Mereka memang sering membolos, tidak terlalu penting kegiatan hari ini untuk otak mereka. Hanya berisi perkenalan dari Wali Kelas, pemilihan Ketua Kelas dan perangkat kelas lainnya, perangkat Osis yang mewakili kelas, dan perkenalan semua anggota kelas.
Setelah berjalan cukup lama dan jauh, Lia akhirnya sampai di kantin. Cewek itu menghampiri pemilik kantin, memesan makanan dan minuman kesukaannya.
“Pesen apa, Neng?” tanya pemilik kantin.
“Mbok, bakso empat porsi, nasgor dua porsi, terus air es tahu seteko.”
“Meja nomor berapa, Neng?” tanya ibu-ibu paruh baya pemilik kantin.
“Nomor sepuluh. Cepet ya, laper nih.” Lia segera pergi, cewek itu menuju ke meja nomor sepuluh, matanya menatap pintu masuk kantin.
Beberapa menit berlalu, Ranjiel juga belum datang dan Lia khawatir. “Itu anak konda kemanaaaaa cuba, gue udah karatan gini.”
Dari arah pintu seorang cowok segera masuk, langkah kakinya cepat dan ada keringat pada bagian keningnya. “Dedek Yaya, maafin Babang Anjiel bikos telat.”
“Bikas, bikos ... ngomong apaan, sih?”
Ranjiel segera duduk, mencium pipi Lia dan merengut saat sang pacar mendorong tubuhnya untuk menjauh. “Ih ... Dedek Yaya ngambek!”
“Bayarin pesenan gue. Gue lupa ambil duit ke ATM,” sahut Lia.
“Entar aja, makan dulu baru bayar.” Ranjiel segera duduk dan meletakkan dua ponselnya di atas meja. Cowok itu menatap Lia, tersenyum saat melihat wajah masam pacarnya.
“Hari pertama kok malah cemberut?” tanya Ranjiel.
“Sebel gue. Udah ketemu Nenek Tuti, eh tadi gue dapat banyak surat cinta.”
Ranjiel terkekeh, sedangkan Lia menatap pemilik kantin yang mengantar pesanannya bersama beberapa orang.
“Ma kasih, Mbok. Entar pacar saya yang bayar ya,” ujar Lia.
“Iya, Neng. Mbok tinggal ke belakang, kalo ada apa-apa panggil aja.”
Ranjiel menatap makanan di atas meja. “Dedek Yaya, yakin makanan segini banyak abis?”
“Makanya gue manggil lo, selain buat bayar makanan gue, tugas lo makan semua makanan ini kalo gue udah kenyang.”
“WTF! Lo mau punya pacar gendut?”
“Nggak mau. Lo nggak bisa gendut, makanan jadi tai semua.”
Ranjiel mengulurkan tangan, cowok itu mencubit pipi pacarnya karena gemas. “Dedek Yaya nakal, Babang Anjiel kasi hukuman nanti.”
Lia memejamkan mata. “Woi, m***m! Pipi gue sakit, babi lo!”
“Bodo amat, siapa suruh pipi lo chubby gini. Lo anak haramnya Pak Pea, ya?”
“Pacar sialan! Gua kutuk lo jadi batu,” maki Lia.
“Gue bukan Maling Kutang, lo juga bukan Mande Rubayah.”
“MALIN KUNDANG, BEGOK! BUKAN MALING KUTANG!” tegas Lia.
“Dedek Yaya jaat, Babang Anjiel lidahnya typo.”
Lia tertawa pelan. “Aduh, pacar Dedek Yaya mukanya emesin, sini tabok pakek talenan.”
Ranjiel tersenyum, hal paling menyenangkan adalah bersama sang pacar dan Ranjiel sangat mencintai Lia. Walau kelakuan Ranjiel sangat b***t, penjahat kelamin, tetapi Ranjiel sangat menjaga sang pacar.
“Babang Anjiel, suapin ... Dedek Yaya laper.”
“Cium dulu, baru Babang Anjiel turutin.”
Lia dengan terpaksa mencium pipi Ranjiel, cewek itu kemudian tersenyum. “Udah, sekarang suapin!”
Ranjiel segera menyuapi Lia, cowok itu tersenyum saat Lia dengan lahap menikmati bakso yang masih hangat. “Enak?”
“Iya, lo nggak makan?” tanya Lia.
“Suapin, gue mau manja-manja ama lo hari ini.” Ranjiel menganga, dan Lia dengan senang hati menyuapi sang pacar.
“Yaya, ntar malem gua nginap di rumah Rini.” Ranjiel menatap pacarnya, cowok itu benar-benar berharap Lia melarang dan mempertahankannya.
“Ya udah. Lo udah lama nggak ena-ena, puasin aja ama cewek laen.” Lia kembali menganga, dan Ranjiel dengan senang hati menyuapi sang pacar.
“Ya udah deh, yang penting gue udah kasi tau ama lo.”
“Heh, pasangan m***m!” seru seseorang dengan cepat.
Ranjiel dan Lia serempak menatap pada sumber suara, mereka menatap salah satu anggota GAS yang datang.
“Eh ... ada Dedek Rara, ngapain lo kemari?” tanya Ranjiel.
“Mau basket, lo pikir? Gue mau makan anjir, laper abis ena-ena,” ujar Raga cengengesan.
“Buset, lo ena-ena di hari pertama masuk sekolah?” tanya Lia nyaris tak percaya.
“Kenapa emang? Bukannya cowok lo juga doyan?” Raga tersenyum miring.
“Cowok gue blangsatan ke cewek p***n doang, ama gue mah mana berani dia mesum.”
“Gue nggak percaya ama lo, Lia.”
“Ya udah kalo nggak percaya.”
“Lo ngapain seret-seret gue, Ragunan? Gue kan nggak ada urusan sama ena-ena lo.” Ranjiel menatap malas.
Raga hanya terkekeh. “Eh, lo udah cek grup belom? Dicariin si Ovi tuh.”
“Udeh, lagian bahas Nenek Tuti doang. Gue lagi fokus suap-suapan sama Dedek Yaya,” sahut Ranjiel.
“Ya udah deh, lo puas-puasin tuh suap-suapannya. Ati-ati, keselek sendok mampus lo. Hahaha," balas Raga. Cowok itu segera pergi, dan Ranjiel melirik Lia.
“Gue nggak akan nyentuh lo, sebelum gue nikahin lo. Itu udah jadi janji gue, Yaya.”
Lia hanya mengangguk, cewek itu kemudian menyuapi Ranjiel. Memang ... seburuk apa pun sikap Ranjiel, tetapi Lia tak pernah berniat untuk lepas dari cowok itu. Lia tahu, Ranjiel sangat mencintainya, dan ia juga sangat mencintai Ranjiel.