Setelah kembali dari hotel, Ranjiel yang baru saja datang ke rumahnya bertemu tatap dengan sang ayah, wajah cowok itu terlihat sangat datar, dan tak berniat beramah-tamah. Moodnya sedang dalam keadaan yang kurang baik saat ini, lalu emosinya bisa saja meledak. Cowok itu memilih diam, kakinya dengan cepat menaiki anak tangga. Tetapi, ketika ia nyaris sampai di lantai atas … “Jiel, duduk dulu. Papi mau ngomong.” Suara sang ayah sukses membuat Ranjiel menghentikan langkah, ia menatap ke arah pria paruh baya itu, bibirnya tetap terkunci. “Kamu mau hadiah apa buat kado ulang tahun?” tanya pria itu. “Pindah sekolah ke Amerika, beliin rumah, dan nggak usah peduliin anak pungut itu lagi.” Ranjiel yang telah menyelesaikan ucapannya segera bergegas. Ia tak punya urusan lagi setelah itu, dan jika