Mulut Bisa Membunuh

1308 Kata
Dengan berat hati ia meninggalkan Seoul. Kalau sudah urusannya orangtua memang berat hatinya. Mau bagaimana lagi? Ia tak punya pilihan lain. Urusan di kampus ia bereskan secepat mungkin. Meski memang belum beres-beres amat. "Kakakmu sudah pernah menghubungi kami sejak bulan lalu. Ya kondisi ayahmu tentu saja memberatkan hatimu. Meski kami juga berat melepasmu, Tata-ssi." Ia berbicara dengan dekan fakultasnya. Mau tak mau mereka tentu harus mencari penggantinya. Tapi itu bisa diurus. Yang penting adalah ia harus menyelesaikan tugas terakhirnya. Rencananya memang akan ia selesaikan secara online. Itu masih mungkin kok. Ia juga dibuatkan pesta perpisahan kecil-kecilan. Ya tentu senang lah. Kemudian ia pulang untuk mengepak barang. Ya barangnya cukup banyak. Ia kirim yang tak penting-penting amat. Yang penting tentu akan ia bawa sendiri dengan koper-koper. Fasha tentu sudah pulang. Ia menghela nafas. Tak lama pun, Tiara sudah mengirimkan lowongan kerja sebagai dosen di kampusnya dulu. Ya lumayan lah pikirnya. Toh yang ia kejar juga bukan gaji kan? Wakau untuk kampus swasta ternama dan mahal itu pasti besar sih. Ia tentu tahu itu. "Udah gak bisa genitin Mi Jun oppa!" Ia sedih. Hahahaha. Ia juga menyebutkan beberapa mahasiswanya yang ganteng. Sedih karena harus berpisah dengan mereka. Ia mengepak barangnya hingga menjelang tengah malam. Tentu belum akan selesai. Tak lama, terdengar pula suara bel apartemennya. Begitu melihat di monitor, ternyata ada sahabatnya yang juga sesama profesor di sini tentunya. Siapa? Hong Ji So. Begitu pintu dibuka.... "YAAAAAAAK!" Ia terkekeh. Yeah orang ini adalah orang terakhir yang tahu kalau ia mendadak pamit. Karena Ji So sedang keluar kota. Ia juga enggan memberitahunya dan sekarang malah mewek bersama. Entah sejak kapan ia jadi ratu drama begini. Padahal dulu ia paling benci hal-hal seperti ini. Ya yang sering dilakukan Adeeva dan cewek-cewek lain. Kini ia telan bulat-bulat semuanya. Makan deh tuh omongan! "Kamu yakin akan kembali? Negara kamu kan jahat!" Ji So tentu tahu ceritanya. Karena ia bertemu Ji So sejak S2 bersama di kampus yang sama. Bahkan mengajar di kampus yang sama. Mereka sudah bersama selama hampir 8 tahun. Wajar kalau begitu dekat. "Aku tidak punya pilihan lain. Ayah dan ibuku sudah tua. Aku berpikir untuk menemani mereka." "Sungguh anak yang berbakti!" Ia terkekeh. Padahal lebih menyenangkan tinggal di sini. Walau kompetisinya amat tinggi. Tapi ia senang karena bertemu dengan orang-orang yang tentu saja mempengaruhi banyak keputusannya. Awalnya ia hanya iseng ke sini. Suka dengan gaya pakaiannya. Lanjut S2 untuk pelarian. Tapi ternyata mendesain baju jauh lebih menyenangkan dibandingkan belajar hukum yang memuakan kepalanya. "Aku juga memutuskan untuk mencoba." "Mencoba apa? Aku takut kamu hanya akan terluka." Marena Tata dulu pergi ke mana pun dan siapa pun yang melihatnya akan mengata-ngatainya dengan kejam. Yang paling menyakitkan adalah.... "Dasar gendut! Udah jelek! Gak sadar diri pula! Ngebet banget sama pacar orang! Dasar gak tahu malu!" Ia menarik nafas dalam. Banyak lagi kok kata-kata yang jauh lebih menyakitkan. Ia jadi tahu bagaimana perasaan Adel dulu. Ya dibilang pembunuh. Sekarang? Semua sudah membaik. Sudah baik-baik saja. Karena masalahnya sudah usai. "Kamu tahu kan maksudku? Perempuan itu benar-benar jahat. Ya oke, aku mungkin terlalu berpihak padamu karena hanya mengenalmu. Tapi kan kamu juga tak berniat merebut." "Aku bahkan tak berpikir ke arah sana, Ji So. Apalagi kalau melihat potretku dulu. Aku tahu betapa menggelikannya." Karena setelah di-bully habis-habisan, ia sempat stres parah. Itu membuatnya makan terus. Alhasil ya berat badannya naik drastis. Bahkan sampai 100 kg waktu itu. Hasilnya? Jelas saja makin di-bully. Hari-hariitu benar-benar amat mengerikan baginya. "Tapi kamu hebat!" Ji So adalah penguatnya. Ia bertemu teman yang tepat. Kini jelas saja mereka berpelukan. Ya saling menangis. Karena kan selama ini mereka selalu bersama. Kalau harus terpisah begini, akan bagaimana coba hidupnya tanpa Ji So? "Aku lega karena tak ada penghalang untuk mendapatkan Mi Jun oppa!" "YAAAAK!" Ji So terbahak. Tentu saja ia hanya bercanda. @@@ Bukan hanya hidup Tata yang berubah. Kenzie, orang yang menjadi cinta pertamanya juga banyak berubah. Sukses dengan kuliah Kedokteran dan baru saja resmi menyandang gelar dokter spesialis bedah umum sementara istrinya dokter spesialis saraf. Keduanya memang sukses. Bahkan bekerja di rumah sakit milik BUMN. Dulu keduanya sama-sama hidup miskin. Sekarang? Dunia sudah terbalik untuk mereka. Karena sudah berada di atas. Bahkan punya dua anak yang lucu-lucu. Rumah juga baru pindah sejak sama-sama menerima gaji besar sebagai dokter spesialis. Meski bayarnya dengan kredit, tapi sekarang mereka bisa hidup dengan jauh lebih menyenangkan dibandingkan dulu di masa-masa susah. Meski begitu, perlu diakui juga betapa kerja keras keduanya memang luar biasa. Wajar rasanya kalau sukses bukan? Namun terkadang tak semua hal menjadi benar-benar baik. Ya sejak lulus Kedokteran, perempuan itu kabur dari rumahnya. Ia tak mau menjadi tumpuan keluarga. Perempuan yang mengubah namanya menjadi Daniah. Ia tak mau dikenal sebagai anak dari keluarga miskin yang ayah-ibunya suka mabok dan pemakai. Kalau Kenzie? Ibunya meninggal. Adiknya juga sukses-sukses. Ia berhasil mengajarkan banyak hal lah. Jadi mereka tak bertumpu pada Kenzie. Yang jadi pe-er Kenzie tentunya adik-adik Daniah. Diam-diam memang masih berhubungan untuk sekedar memberikan uang. Tapi sejak uangnya sepenuhnya dikontrol Daniah, ia jadi kesulitan untuk membantu mereka. Walau ya syukurnya sudah ada yang menikah dan ada yang memilih jadi tenaga kerja di luar negeri. Jangan tanya betapa bencinya mereka pada Daniah. Karena Daniah tak pernah mau membantu mereka. Daniah memang malu dan mulutnya masih sekasar dulu. Apalagi jika urusannya dengan Tata. Tata adalah perempuan yang paling ia benci. Padahal menurutnya, Tata itu jelek ya? Tapi ia takut sekali Kenzie tergoda dengan Tata. Kenapa? Bukan kah aneh? Hal yang tak bisa ditampik olehnya adalah Tata itu berasal dari keluarga konglomerat. Ia berpikir kalau Tata pasti akan melakukan segala cara untuk merebut Kenzie darinya. Makanya, ia menyerang Tata dengan mulutnya. Karena kalau lewat lain, ia bisa ditangkap bukan? Mulut bisa membunuh. Itu lah kira-kira definisinya. Hal yang masih sangat membekas di dalam benak Tata. Walau ia mencoba melupakan rasa sakit hatinya. "Tessa siapa?" Setiap malam, ia akan selalu mengontrol semua alat komunikasi Kenzie. Bahkan laptop pun akan ia cek. Cowok itu menghela nafas. Mungkin karena rasa cintanya begitu besar sehingga membuatnya memaklumi semua sikap Daniah ya? Walau yang justru mengeluh adalah teman-temannya. Karena mereka tak ada yang suka dengan sikap Daniah yang menurut mereka ya keterlaluan. Korban mulutnya kan bukan hanya Tata. Sudah banyak. Walau perempuan itu tak bermaksud mendekati Kenzie, ia akan langsung menyerangnya habis-habisan. Dikit-dikit pasti ia posting diakun anonim yang ia punya. Ya semacam akun gosip begitu lah. Sehingga banyak cewek yang akhirnya diserang netizen karena dikira hendak menggoda Kenzie. Maklum ya sejak menjadi dokter koas, Kenzie terkenal. Ya berkat kanal Yutub yang ia punya. Tak heran kalau kehidupan mereka makin lancar karena Yutub Kenzie paling digandrungi dibandingkan dokter-dokter lainnya. "Itu kolegaku di kampus." Ia juga bekerja di kampus. Ya mengajar juga seperti Shilla. Dan tentu saja Daniah tak perduli apapun profesinya. Kalau sudah berani menghubungi suaminya lebih dulu maka urusannya adalah dengannya. Ia mengecek semua latar belakangnya. Kalau sekiranya sudah berkeluarga ya yang diteror adalah pasangan hidup si cewek. Kalau belum? Ya personalnya lah. "Kamu gak perlu khawatir. Dia hanya teman dan lagi sudah menikah." "Perempuan zaman sekarang sekalipun sudah menikah juga banyak yang selingkuh!" @@@ "Hati-hati." Tata mengangguk. Akhirnya tiba hari di mana ia harus benar-benar kembali. Mereka berpelukan lagi. Jangan tanya betapa sembapnya mereka. Kemudian Tata melambaikan tangan. Ia harus benar-benar masuk. "Aku akan sering ke sini!" "Harus!" Ia tertawa. Ya ia kan masih bisa ke sini kapan-kapan. Kemudian ya masuk. Ia menarik nafas dalam. Menguatkan diri. Walau tetap menutup matanya dengan kacamata. Ia berjalan santai menuju ruang tunggu begitu urusan check in dan imigrasi beres. Mampir sebentar ke konter minuman begitu tiba di sana. Dikala ia baru saja duduk, tahu-tahu ada bocah yang menubruk lututnya. Hampir saja jatuh. "Maaf, kakak!" Ia tersenyum tipis. Ya bagus lah. Ia tahu kalau harus minta maaf. Begitu hendak berdiri, badannya malah oleng lagi, jadi ditahan oleh Tata. Dan disaat itu juga... "Iko!" Suara berat itu membuatnya entah kenapa mendadak menoleh. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN