Pengabdi Rokok
Sweetie. kata tante mira, lo mau dibawain apa?
jan read doang. lo ndak tau, kebayoran baru nyaris dibuang
sama anies gegara lo beberapa kali berkunjung ke sana?
bacot.
buruan jawab. jan mancing orang ganteng marah
maksudnya gimana sih? mama mau ke sini?
tempat mbak Ghina maksud gue.
gue.
yang ke sana.
ralat: yang ke tempat mbak ghina adalah gue, sweetie.
gue. sahabat terganteng lo. Janggala Bratadikara.
buruan, waaaaa. mau dibawain apa? ada yang ketinggalan nggak?
sikat gigi, udah bawa? obat lambung lo buat jaga-jaga, udah?
vitamin rambut? ikat rambut warna-warni itu? jaket? sepatu?
gaada.
lo mau ngapain ke kebayoran?
katanya mau ke bandung seminggu.
model gatel lo itu nggak mau ke jakarta.
yaelah. masih ae cemburu. ke bandungnya gue
nyuruh anak onta yang ke sana.
gue ke sana mau nemuin cakra.
dia nawarin gue projek baru. syuting video klip.
mayan kaaaan?
oh. good luck!
love you.
anjer, autocorrect s****n!
see you, maksudnya. hehehehehe.
Coba kenalan deh sama sahabat begoku. seperti yang dia sebut tadi, namanya Janggala Bratadikara. Udaaaaah, kamu jangan membayangkan sosoknya yang 'woah' hanya dari namanya. Karena terkadang, apa yang kita bayangkan, sering dipatahkan oleh apa yang terlihat di depan mata. Ganteng? Tergantung mata memandang. Kalau mataku sedang bermasalah, dia terlihat manis. Manis dalam arti sesunguhnya. Wajahnya nggak pernah kehilangan ekspresi jenaka. Bahagia aja kelihatannya.
Cuma ya itu, dia b**o dan b***t. Komplit banget memang.
Nanti juga kamu bakalan tahu. Lihat aja. Satu bocoran saja ya. Dulu, setelah kami selesai UN, saat aku dengan menggebu mau ambil Public Relations, dia juga ikut-ikutan. Dan, tahu apa jawabannya ketika aku tanya alasan dia memilih?
Begini: "Gue pengen jadi PR-nya LION AIR. Memang sih, gue nggak mungkin bisa bikin lion sekelas garuda, at least jangan sampai dihujat rakyat jelata deh."
Satu bocoran lagi adalah siapa Janggala ketika masa kuliah. Tuhan itu memang adil. Kalau manusia diberi keahlian dalam satu bidang, biasanya dia akan bodoh di bidang lainnya. Ya, betul sekali! si Pengabdi rokok satu itu boleh aja jadi kebanggaan kampus dalam memotret, tetapi aku miris melihat dia sangat bangga ketika mendapatkan IPK 2,51 sebab musuh bebuyutannya (Afghan) harus puas hanya dengan 2,50. Katanya, "Wa, gue dapat IPK 2,51. Mayan yaaak. Lo tau nggak, si t***l Afghan yang doyan molor itu dapat berapa? 2,50! Mendingan gue ke mana-mana njer!"
Nggak ngotak kan tuh orang?
Makanya, semenjak aku sadar kalau aku mempunyai teman bernama Janggala, aku nggak percaya sama teori bahwa anak yang doyan sayur adalah anak pintar. Kalau cuma mau ngomongin doyan sayur, dia bisa dibilang lebih dari sekadar doyan. Dia bahkan rela makan hijau-hijauan tanpa menyentuh nasi dan lainnya.
Persis kambing.
"ALLAHUAKBAR, GUE NEMU AKUN i********: MASKAAAAAAL!"
Ya ampun. Lihat kan siapa yang memang kegatelan. Baiklah, baiklah. Aku akan sedikit menceritakan pasca permintaan-nomor-stranger-yang-berakhir-memalukan semalam. Jadi, setelah pulang ke rumah, Aliqa membawaku ke kamarnya dan dengan brutal menyabotase ponsel milikku. Dan, dalam hitungan detik, dengan cengiran nakal, ia memamerkan dereta huruf yang mengklaim sebuah nomor: Mamas Hawt.
Tepuk jidat pokoknya kalau sudah berurusan dengan Aliqa dan makhluk berburung.
"Mbak Awa! Lo mau liat nggak feed dia kayak apaaa? buruaaan turun!"
Ya maulah!
Sumpah ya. Cowok semalam tuh bukan jenis lelaki yang bisa kamu bodoamatin dalam sekali jumpa. Bahkan, aku nggak berhenti memandangi deretan nomornya dan berharap dia lekas segera menyimpan nomorku. Agar apa? aku ingin melihat aktivitasnya di stroy dan ingin melihat foto profilnya.
"Dia kayaknya suka banget sama makanan deh, Mbak."
Secepat kilat, aku bergabung---menghimpit lebih tepatnya---dengan Aliqa di sofa. Posisi dia sudah aman banget disebut pendamba cowok seksi memang.
"Ya Allah, kok isinya makanan semuaaaaa! mana foto dia yang nggak pake baju kek! atau pose ala David Beckham kalau lagi mamerin celana dalam atau bewoknya!"
Aku menoyor kepalanya, membuat ia terkikik. "Abis UAS, pikiran kotor banget yak. Gue mau liat dong. Buruaaaan."
"Bentar. Gue belum nemu muk---Oh my god! Screenshot ini mah! Hahaha. Lo nggak boleh liat! cari sendiri! Wleeeeek."
"Ih apaan sih, Al. Gue yang dapat nomornya yaaa! Bagi akunnya!"
"Misi semalam kan memang buat gue! Lo minggir! Gue udah pesenin sama Ayah produknya Kylie dan Anastasia. Jadi deal. MamasHawt buat gue. Bye, b***h!"
"Ogah! Gue balikin nanti produknya, tapi Kalingga buat gue!"
"Mana ada?!" Matanya jelas mendelik tak suka. Ia sampai berkacak pinggang. "Kalau lo mau nambah produk apa pun, urban, channel atau beli Kylie-nya sekalian, nanti gue bilangin Ayah, tapi plissss, ini mangsa gue."
Aku mengembuskan napas lelah. Kalau mangsa yang ia maksud adalah yang seperti biasanya, aku akan rela. Yang kumaksud adalah, Aliqa yang biasa nggak seperti ini. Pacar atau gebetannya pasti tipe-tipe anak kuliahan yang masih suka main futsal sana-sini. Suka nongkrong dan unjuk diri. Dan, aku jelas bye sama yang begitu.
Namun, yang ini ... oh man demi Tuhan Kalingga Alankar? Yang ketawanya aja seksi banget? Yang kerutan alisnya aja sudah kayak minta banget buat disayang?
Noway! sampai tumpah darah pun, aku rela melayani perseteruan ini.
"Al---"
"Nggak ada! Udah nggak usah ngomong. Gue nyari akun ig-nya ini dari semalam, Mbak! Lo nggak liat mata gue udah kayak zombie karena belum tidur sampai sekarang? Tolong ya, hasil nggak akan mengkhianati proses. Gue yang berproses, masa lo yang menikmati."
Wakwaw.
Setelah napas kami terengah-engah, akhirnya kami berdua memutuskan kembali duduk di sofa. Aku melirik Aliqa dan ... ternyata ia juga sedang melakukan hal yang sama. Hal itu, kontan saja membuat kami tak sanggup menahan tawa. Gadis berkaus abu-abu di sampingku ini terbahak sampai memegangi perut. Melihat itu, aku tak bisa untuk tidak mengikutinya.
"Lo tetap nggak mau ngalah?" tanyanya.
Aku menggeleng mantab. "Sori."
"Well, aku telepon Eyang dan minta dia jemput lo sek---"
"Jangan curang lo!" Mendengar gelakak tawanya, aku mulai meyerangnya dengan menggelitik bagian perut. Membuat ia ngakak sambil ngoceh nggak keruan.
"Hey! Ada apa ini?"
"Ayah!" si anak manja, berlari menyambut sang pelindung dan seketika bergelayut menjijikkan. "Kami lagi memperebutkan calon imam masa depan. tapi, Mbak Awa bermain curang."
"Maksudnya?"
"Mas Reza. Aku inget Mas pernah bilang, kalau untuk bermain-main, Mas mengizinkan Aliqa bermain asmara. Betul?" Setelah mendapatkan anggukkan dari mas Reza, aku yakin aku menang. "That's why Kalingga buat gue!"
"Nggak adaaa! Dari mana juntrungannya bermain asmara ke mas Kalingga! Ini harus didiskusikan."
"Oke, oke. sebentar. Aliqa... Awa... pelan-pelan. Jelaskan pelan-pelan."
"Jadi, Mas, semalam---"
"Biar aku yang menjelaskan!" Untung di kandangnya. Kalau nggak, sudah kuhabisi anak ayam satu ini. "Ayah. Setiap weekend, Ayah tau kan, kalau Aliqa selalu ikut Bunda ke Me & You. Nah, Aliqa sedang memperhatikan seseorang, Ayah. Lelaki tampan. Sungguh, tampan banget. Dia seksi. Aliqa suka dengan kumis tipisnya. Aliqa suka dengan bewok tipisnya. Dan, Aliqa suka dengan style-nya."
"Lalu?"
"Lalu.... Aliqa nggak berani mengajaknya berkenalan. Dan, pas denger Mbak Awa mau ke sini, Aliqa tau Aliqa bakalan terselamatkan. Memang benar! Mbak Awa bantu semalam. Dia berhasil dapatin nomor dan namanya. Untuk itu, Aliqa minta Ayah beli make up itu. Tapi, Mbak Awa curang! Dia juga naksir MasKal! Namanya Kalingga."
Aku hanya mengangkat bahu sambil menaikkan sebelah alis. Mau bagaimana lagi? Hanya cewek bodoh yang akam berpura-pura nggak naksir Kalingga. Yakin.
"Pertanyaannya adalah, seberapa sengit pun kalian berantem, apa dia mau memilih satu diantara kalian?"
Mampus to the jungle!
Kenapa tidak terpikir? Aku dan Aliqa kembali saling pandang, lalu ... Aliqa tertawa sambil geleng-geleng.
"Tapi, Mas. yang kumaksud di sini adalah. Aku dan cowok itu sudah bertukar nomor, dipilih atau nggaknya, tergantung bagaimana aku menjeratnya. Betul?"
"Ganjen!" teriak Aliqa.
"I am."
Bahu mas Reza bergetar pelan. "Berapa usianya?"
"Mana kita tahu, Ayah!"
Aku mengangkat tangan. "Tapi, Mas. kalau melihat dari sosoknya, dia bukan tipe yang mau untuk diajak main-main sama anak kecil." Saat mas Reza tertawa sebab sang putri sudah memelototiku, aku masih melanjutkan kalimat. "Jadi, Aliqa, Sayang, kamu cuma perlu mempersiapkan diri buat semester enam aja."
"Ayah...."
"Mas... ayolah."
"Oke. begini." Ini keadaannya mulai serius. Aku harus menyimak dengan saksama. "Aliqa. Kalau mendengar dari penjelasan kalian tadi, cowok itu sudah dewasa, Sayang. Kamu masih remaja. Belum boleh berhubungan serius." Aku berdeham kencang sambil pura-pura membenarkan lingkaran kaus. "Atau, begini aja. Gimana kalau kalian taruhan?"
"Maksudnya?"
"Nanti malam, sekitar pukul tujuh, kalian berdua coba aja chat dia. Pastikan jaringan kalian sama bagusnya. Nanti, siapa yang dibalas lebih dulu, itu pemenangnya."
Aku berdiri. "Deal. Gue nggak akan mungkin kalah."
Aliqa menyenggol lenganku. "Gue yang bakalan menang. Elo liat nanti."
***
"Lo tau nggak, Gal, gue paling benci kalau ke sini sama lo. Minta duduknya di luar demi ngisap barang nggak guna doang! Kan nggak kena AC!"
Yang diajak ngomong nggak kelihatan sama sekali tuh mau balas kalimatku. Dia malah sibuk menikmati segala pesanannya setelah beberapa detik lalu mematikan putung rokok.
Laki kok doyannya kopi starbucks. kapal api dong.
"Lo b***k dari lahir ya, Gal?"
"Awa ... lo tau nggak kenapa gue suka minta duduk di luar?"
"Demi rokok kan? tau gue, nggak usah ditanya."
"Bukan njir."
"Trus?"
"Supaya ndak mengganggu kenyamaan pengunjung la---eh mingkem, jangan mangap dulu. kebiasaan. orang belum selesai ngomong, lo udah mau main nyambar aja." Dia ketawa kecil, aku memutar bola mata. "Kenapa gue bilang biar nggak ganggu pengunjung lain? Semuanya dikarenakan, jika Nyonya Awandini Nimpuna sudah ngoceh panjang lebar, biasanya dia bakalan lupa daratan. lupa ngontrol intonasi dan gerak tubuh. See, gue udah idaman banget belum sih, Wa?"
Aku menampilkan senyum masam-paksa-penuh-penekanan. "Oho. Betul banget." Tak lupa kuangguk-anggukkan kepala. "Idaman sekali. sampai rasanya, aku ingin menyambitmu dengan buntutnya Mickey Mouse di rumah."
Sumpah ya, aku nggak bohong mau mengatakan ini, Gala ini kalau boleh kuibaratkan, dia adalah penganut paham 'Hidup segan mati tak mau'. Gimana nggak? Merokok sudah seperti orang gila, tapi disuruh sekalian bunuh diri, dia nggak mau. Katanya, "Mau merokok saja sampai dirinya mati sendiri."
Nggak ngotak kan nih orang?
"Eh, Wa. Tadi ada notif email. Zalora lagi ekslusif promoin sigma yang ... sebentar gue lupa." Dia buka ponselnya, beberapa detik diam, lalu menatapku lagi. "Zalora exlusive eye essentials set. Dari sejuta sekian cuma jadi delapan ratusan, Wa. mau?"
Apalah dayaku, yang sanggupnya cuma bermain Zalora, di saat Aliqa mengikuti style-nya Nagita Slavina. Dan, lebih anehnya lagi, apalah daya Janggala, yang isi email-nya dipenuhi dengan pemberitahuan diskon lifestyle, karenaku.
"Yang waktu itu lo beliin juga masih enak dipakai."
"Bukannya udah bulan lalu?"
"Ya memang."
"Emang kuas begitu berapa lama sih expired-nya?"
"Tergantung yang make aja sih."
"Kalau lo?"
Dia bawel kan?
Aku memutar bola mata. "Seabad."
"Njer! Lama juga ya. Mempersunting lo kayaknya hidup rumah tangga bakalan nyaman, hemat dan bersahaja yaa, Wa. Dibeliin kuas mata aja, lama bener makenya."
"Itu salah satu modus lagi?"
Dia nyengir. "Heran aing. apa muka gue di mata lo tuh kayak majalah kebuka gitu yaa, Wa? gampang bener lo tau maksudnya."
"Demi allah demi rasulullah, Galaaaa. Gue kenal lo dua puluh dua tahun lamanya! Apa yang nggak gue tau dari lo. Coba bilang."
Aku saja jadi paham segala jenis rokok dan slogannya. Dia pun hafal di luar kepala apa-apa saja untuk mempercantik muka.
"Ada!"
"Apa?"
Senyum iblisnya muncul. "Warna kolor favorit gue. Pasti lo bakalan salah."
Kubalas dengan senyum raja iblis. "Ohyaaa? yakin mau nantangin?" Saat kepalanya mengangguk mantab, aku tahu kalau nyanyian kemenangan akan segera disenandungkan untukku. "Ungu." Aku nggak bisa nahan ketawa ketika menyaksikan kedua matanya membeliak dan ia sampai tersedak minumannya.
"Asuuuuu! Sedalam apa obrolan lo sama Bunda kalau gue lagi nggak ada?"
Aku mengibaskan tangan. "Bunda lo sampe pening, dari sekian banyak warna yang merepresentasikan kemaskulinan, kenapa harus ungu? Ungu, Gal? Demi Tuhaaaaaaaan!"
"Jan kira gue ndak tau kesukaan lo yaa, Wa. Gue bahkan hapal ada berapa jumlah celana dalam lo yang bergambar mickey---"
In my dreams, you're with me. We'll be everything I want us to be. And from there—who knows? Maybe this will be the night that we kiss....
Cakra? Ngapain dia nelepon gue?
"Halo, Kra. Kenapa?"
"Elo lagi di mana, Wa?"
"Di luar. kenapa sih?"
"Sama Gala nggak? Gue ada perlu, nomornya nggak aktif. Giliran penting, menghilang tuh upil badak satu."
Dasar Gemini! tukang ngibul! Katanya, ke sini dia mau bertemu dengan Cakra kan? Aku meletakkan ponsel di atas meja, sengaja me-loudspeaker, membuat Gala menatap bingung.
"Bukannya Gala mau ke rumah lo ya, Kra?" Aku melayangkan kepalan di udara, dan tersangka di depanku sedang meringis. "Dia bilang, lo kasih dia projek syuting video klip."
"Apaan. Itu tawaran jaman kapan, nying. dan dia nolak, karena waktu itu dia mau nemenin lo sidang."
"Oh gitu. Terus sekarang pentingnya lo sama dia mau ngapain?"
"Gue mau minta nomornya Bilandaria. Modelnya dia itu lho. Mau gue ajak kerja bareng gitu."
"Oh gitu. Yaudah deh, nanti kalau nomornya sudah aktif aja yaa, Kra. Bye."
"Okay, siap."
Kalau ada pembunuhan yang bisa diwakilkan dengan tatapan mata, mungkin sekarang di rumah Gala sedang ada pembacaan surah Yasiin.
"Wa, Zara lagi diskon tas, lo---'
"Nggak usah nyelimur!"
Bukannya merasa bersalah atau apa kek, yang dia lakukan malah menggaruk alis. "Yes, Sweetie. Gue mengaku salah. Udah, jan marah. Lagian, gue kan ke sini buat lo. Apa yang salah dari itu? Gue nolak ajakan Cakra waktu itu juga karena lo mau sidang kan? lo nggak doyan makan seminggu, ndak bisa tidur, rambut lo banyak yang rontok. Menurut lo, gue masih bisa enak-enakan motret cewek cantik sementara lo bisa aja lagi mau mati dibabat penguji."
"Tapi kan syuting itu passion lo, Gal! Lo boleh b**o dengan ngikutin gue ambil PR. Tapi gue tau jiwa lo ada didalam kamera itu. Bisa ngotak dikit nggak sih lo?"
"Lagian video klip doang. Bayarannya nggak gede-gede amat. Wa, gue---"
"Nggak perlu uang karena orang tua gue sudah lebih dari pada cukup. Mau bilang gitu?" Aku menarik napas dalam-dalam. "Mau bilang kalau lo cuma mau jalanin apa yang lo mau kayak iklanya LA Light 2015 'Buatku, sukses itu mencari pengalaman, bukan cuma kemapanan'. Gitu?"
"Converse juga lagi ada diskon tau. Mau beli? Kita kapelan lagi kayak---"
"Gue lagi kesel!"
"Gue nggak mau dikeselin. Cium nih?"
"Monyet lo emang!"
"Udah, kan?" Dia menyingkirkan pesanannya sedikit. Meletakkan kedua tangan di atas meja, mencondongkan wajah ke arahku. "Dengerin gue. Gue tau hidup gue gimana. Batasan hidup gue gimana. Kalau ada hal yang memang bakalan berbahaya jika nggak gue lakuin, gue bakal lakuin. Jadi, selagi gue baik-baik aja, lo jan kayak orang kerasukan gini lah. Lagian, dibanding motret model seksi, gue lebih seneng di sini kok, duduk bareng cewek yang bahkan ndak tau seberapa besar dia dikhawatirkan. Gue pesenin converse-nya ya?"
"Mau dua!"
"Dasar cewek. Ngoceh panjang lebar tentang passion, ujung-ujungnya mau juga kan."
tbc