Chapter 7 - Pekerjaan

1716 Kata
Agam pergi ke tempat di mana video itu di rekam, dia meminta rekaman dari bank. Beruntung masih ada petugas keamanan yang belum pulang, Agam memperhatikan rekaman video dari kamera keamanan. Dari sini, dia bisa melihat jelas wajah orang itu dan benar saja dia yang di carinya selama ini. Agam tidak akan salah mengenali karena dia sudah hafal wajah serta bentuk tubuhnya walaupun akan berubah jauh. Agam memperhatikan orang itu berjalan pincang seperti pengemis. Bajunya robek-robeks dan berpura-pura meminta petugas keamanan untuk menarikkan sejumlah uang kepadanya.s “Pak, siapa yang ada di dalam video ini? Apakah saya bisa bertemu dengannya?” tanya Agam. Petugas keamanan itu langsung memberikan keterangan tentang rekan kerjanya. Agam mendapatkan sebuah alamat rumah, dia segera menuju kesana setelah mengucapkan banyak terimakasih. Dia sampai di kompleks perumahan padat penduduk, Agam berjalan di lorong-lorong dan hanya menyimpan motornya di sebuah minimarket yang berada tidak jauh dari lorong. “Permisi, apa benar alamat rumah ini berada disini?” tanya Agam sopan kepada beberapa pemuda yang ada di pos ronda. Salah satu pemuda mengambil secarik kertas miliknya. “Oh, iya benar. Tinggal lurus lagi, rumahnya warna cokelat muda.” “Terimakasih.” Agam melanjutkan perjalanannya, dia langsung ke sana dengan tergesa. Dia mengetuk pintu dengan pelan sembari memanggil nama pemilik rumah. Lima belas menit menunggu tidak ada tanda-tanda orang itu keluar. “Pak? Cari Pak Gogon ya? Biasanya jam segini dia tidur, coba ketuk pintunya lebih keras.” ucap salah satu orang ibu-ibu yang sedang menyapu di halaman rumah Agam langsung mencobanya dan beberapa saat kemudian, pintu depan itu terbuka tanpa ada orang dibaliknya. Dia melihat ke atas dan terdapat sebuah kayu yang digunakan sebagai penahan agar pintu terus tertutup. Modal nekat, Agam masuk ke rumah itu. Dia penasaran kenapa tidak ada yang datang untuk membuka pintu. Dia masuk sembari memanggil nama pemilik rumah dan Agam berhenti melangkah ketika melihat orang yang dia cari sedang terbaring di lantai dengan mulut berbusa. Agam langsung menghubungi ambulans, dia juga menghubungi polisi setelampat ketika memeriksa tubuh pria itu dan sudah mendingin. Agam mengepalkan tangannya erat sampai telapak tangannya berdarah. Orang yang menjadi saksi sudah lenyap, dia hanya memiliki video yang menunjukkan keberadaan orang yang sedang di carinya. Agam ingin membanting pintu tetapi dia tidak bisa merusak TKP. Sampai polisi datang dia tidak bisa bergerak satu jengkalpun karena ini bukan wilayahnya. Setengah jam kemudian, paramedic dan polisi datang. “Pak, boleh tunjukkan tanda pengenalnya.” Agam langsung mengeluarkan lencanany adan sontak membuat polisi yang ada di depannya kaget dan langsung memberi hormat. Agam membalasnya dengan anggukan kepala pelan. “Bisa jelaskan bagaimana bapak kesini dan menemukannya?” Agam menjelaskan semua yang dia tahu, setelah memberikan keterangan sebagai saksi dia langsung spergi dari tempat itu. Lagi-lagi agam kehilangan jejak dan tidak ada yang bisa membantunya karena dia memang menyelidiki ini secara terpisah walaupun memang orang yang dia cari merupakan buron kelas kakap. … Dia kembali ke rumah dengan lesu, Agam sempat bertatapan dengan Syifa sebelum masuk kek kamar. Dia sudah meredam amarahnya saat pulang karena akan bertemu keluarganya. Agam menghungi seseorang,  “Cari banyak informasi tentangnya.” “Baik Sir. Apakah ini masuk dalam tugas?” Agam terdiam sejenak sebelum menjawa, dia membasahi bibirnya sembari melihat lantai. “Ini tugas dariku, jangan pernah dimasukkan ke dalam laporan. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya.” Setelah kata itu tercuap, dia hanya mendengar persetujuan dari ujung sambungan. Agam membiarkan panggilannya terputus lalu menyimpan benda pipi itu di sampingnya. Ini perintah kesekiannya yang tanpa laporan, sebenarnya dia tidak bisa melakukan ini karena memanfaatkan jabatannya. Tetapi, sampai sekarang dia tidak bisa menemukan orang yang tepat untuk di suruh mencari informasi. Agam sebenarnya menghubungi seorang yang bekerja sebagai hacker yang berada di dalam naungan kepolisian. Dia mengenal anak itu saat tertangkap, dia mencoba kabur dan masuk ke dalam mobilnya. Kebetulan yang sedikit lucu dan menguntungkan untuk mereka berdua. Selama ini, dia mempercayainya atau bisa dibilang mereka berdua saling mempecayai karena dialah yang membantu kedua orangtua anak itu agar bisa hidup dengan layak sampai dia bebas dari tahanan dan bekerja sebagai anggota polisi. “Bang?” Agam berdiri, “Iya, ada apa?” “Bang sepertinya nanti malam aku harus pulang. Hari ini, aku harus bertemu dengan editor buku secara langsung.” Ucap Syifa dengan wajah tertekuk. Dia mengangguk, “Nggak apa-apa, mau Abang antar?” Syifa menggelengkan kepalanya, “Pulang sendiri aja deh setelah makan malam. Masih bisa nyetir.” “Eh, kamu kan punya rabun?” tanya Agam sembari mengerutkan kening. Syifa cemberut, “Kan Syifa pakai kacamata Bang. Rabun kan nggak buta.” Agam tertawa dia mengacak rambut adiknya, “Iya, Abang kira kamu nggak bisa liat kendaraan di depan atau di belakang. Terus kenapa wajahny kelipat kayak gitu?” “Masih mau main sama Savia, enak main disini. Bisa sambil keliling-keliling di taman belakang. Liat ikan sama tanaman kakak yang lain. Di apartemen Cuma bisa liat tembok aja sama tv.” Jawab Syifa, kerutan keningnya semakin terlihat ketika dia menceritakan keadaannya. Agam tersenyum, “Besok-besok masih bisa, Abang juga bakal nitipin dia ke kamu lagi kan?” “Tetap saja rasanya berbeda kalau ada Abang.” Jawabnya. Dua jam kemudian, setelah makan malam. Agam mengantar Syifa pulang, dia memperhatikan sampai mobil adiknya menghilang dibalik tikungan. Agam kembali masuk ke dalam dan memindahkan Savia ke tempat tidurnya. Entah kenapa hari ini, dia sangat lelah dan butuh istirahat lebih. … Serena berbaring bertelungkup menghadap jendela, dia sedari tadi bermain ponsel dan sedang bosan. Serena langsung kembali ke kamar setelah makan malam, dia ingin terus berbaring entah kenapa. Serena malas melihat berita yang di tayangkan stasiun tv dan memilih menonton drama kesukaannya yang dia tunggu sejak minggu lalu. Ini menjadi teman aktvitasnya selama tidak bekerja, dari dulu dia memang menyukai menonton drama tetapi kembali menonton karena dia tidak ada pekerjaan. Sebenarnya, dia sedang menunggu panggilan telepon tetapi tidak ada yang masuk sejak tadi. Serena bahkan membiarkan ponselnya di isi ulang tanpa mematikannya tetapi tetap saja nihil. “Apa mereka tidak jadi menerimaku?” gumam Serena sembari membayangkan hal-hal yang belum terjadi. Dia menghela napas panjang dan membalikkan tubuhnya, Serena tertidur karena terus menunggu. Serena tiba-tiba tersentak dalam tidurnya, dia membuka mata dengan raut wajah terkejut “Aduh, sampai kebawa mimpi.” Gumamnya serak. Serena melihat jam dan sekarang sudah pukul satu pagi, dia beranjak dan masuk ke kamar mandi lalu keluar menuju dapur. Serena mengambil gelas lalu minum untuk membasahi kerongkongannya. Dia mematikan lampu ruang tengah dan melihat teras untuk mengecek setelah tidak melihat apa-apa, Serena kembali ke kamar dan berbaring. Dia mengoleskan balsem di kedu apundaknya lalu benar-benar tertidur. … Keesokan harinya, dia menyibukkan diri dengan mencari lowongan pekerjaan di internet. Dari sekian banyak yang dia hubungi, semua lowongannya sudah tidak lagi tersedia. Dia tahu susahnya mencari pekerjaan tetapi di saat seperti sekarang semakin susah. “Apa yang harus kulakukan?” Serena membaringkan kepalanya di atas meja, tepat di atas tangannya yang terlipat. Dia hanya menunggu panggilan penerimaan tetapi rasanya waktu berjalan sangat lambat untuknya. Tiba-tiba ponselnya berunyi, Serena melihat ponselnya dengan malas dan beberapa detik kemudian langsung terbelalak tidak percaya. Itu telepon dari pihak restoran kemarin. “Selamat pagi, Mbak Serena?” Serena berdehem sebentar lalu menjawab, “Iya, saya sendiri.” “Mbak, mohon maaf. Apakah Mbak lulus SMA?” tanya seseorang di ujung sambungan. Serena mengerjabkan matanya, “Iya, tentu saja. Ada apa? Apakah ada yang kurang di data diri saya?” “Sepertinya ijazah SMA anda tercecer. Kami tidak bisa menemukannya di kantor.” Dia langsung terlonjak di tempat duduknya. “Saya memasukkannya kemarin, apakah saya perlu mengantarkannya kembali?” “Sepertinya tidak usah, bisa kirimkan saya fotonya?” Serena langsung mengiyakannya dan mengatakan akan mengirimkan fotonya dalam waktu lima menit. Panggilan itu terputus beberapa saat kemudian dan dia langsung membuka laci untuk mengeluarkan ijazah aslinya. Dia langsung mengirimkan fotonya dengan rapih, “Astaga, atau aku yang lupa memasukkannya ke dalam map kemarin?” Serena tidak tahu, dia sama sekali sudah melupakannya dan tidak bisa mengingat apa yang terjadi hari itu.  Jantungnya kembali berdebar kencang, rasanya seperti di tarik ulur terus sejak kemarin. Dia mengacak rambutnya lalu pergi ke kamar mandi untuk berendam agar meredakan stressnya. … Agam tiba-tiba mendapatkan panggilan penting, dia tiba-tiba diminta untuk pergi beserta lima orang untuk menemukan seseorang. Agam tidak mengetahui siapa, dia akan mendapatkan informasi ketika sampai di kantor. Dia menghubungi Syifa dan bersyukur karena adiknya itu sudah tidak memiliki pekerjaan. Agam langsung memakai baju kaos serta celana training hitam dan segera pergi dengan membawa barang-barang Savia. Agam langsung menuju apartemen Syifa, setibanya di sana dia langsung di sambut oleh adiknya yang sedang memakai piyama panjang. “Duh Bang, liburnya kan masih ada sehari lagi. Kok tiba-tiba pergi?” tanya Syifa penasaran. Agam menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa menjawab pertanyaan adiknya itu karena ini rahasia. Jika ada yang mendengar merka bisa berbahaya untuk mereka. Syifa cemberut, dia lupa jika Abangnya ini orang penting yang selalu mengamankan dan mengerjakan tugas negara. Semua serba rahasia, dia bahkan harus menandatangani surat kerahasiaan dan selalu menjaga omongannya kepada orang lain jika membahas tentang Agam. “Hati-hati dijalan Bang, aku nggak mau kehilangan Abang juga.” Ucap Syifa. Agam mengangguk, dia membiarkan Syifa masuk sebelum pergi. Agam mengendarai mobilnya menuju markas pusat. Disana, rekan-rekannya telah menunggu. Dia menerima perintah untuk menangkap pelaku korupsi yang sudah kabur bertahun-tahun. Buronan itu terlihat di salah satu liputan sebuah stasiun tv, Agam dan rekan-rekannya harus menangkap buronan itu sebelum waktu kasusnya selesai. “Kalian harus berhati-hati, dia mengetahui hutan itu lebih dari kalian. Mungkin dia sudah berada di sana selama menghilang.” Ucap Komandannya. “Baik, Pak.” Beberapa atasan mengantar mereka keluar, ini misi penting karena media sudah mengetahui ini dan kabarnya sudah tersebar di masyarakat. Sekarang seluruh rakyat Indonesia menanti apa tindakan mereka untuk menangkapnya. Agam lagi-lagi merasa sebuah beban berat menimpa pundaknya tetapi dia harus fokus agar misi ini berjalan dengan lancar. Walaupun sudah terlihat tanda-tanda akan ada yang menghalangi tugas mereka. Mereka berangkat menggunakan pesawat khusus, tidak ada misi yang mereka kerjakan menggunakan pesawat komersil. Jika tidak ikut di pesawat kargo maka pesawat TNI AD yang akan membawa mereka pergi. Agam melihat gelapnya malam di luar jendela, dia sudah siap tempur dan menangkap buronan itu apapun yang terjadi. Hal penting lain yang harus dia utamakan adalah keselamatan rekan dan juga dirinya sendiri. Mereka harus pulang dengan selamat dan kembali berkumpul bersama keluarga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN