19 - Warm Feeling

1222 Kata
            Yoshiki lagi-lagi berada di rumah saat akhir pekan. Ia duduk membaca buku favoritnya tapi bukan benar-benar membacanya. Tatapan matanya terfokus pada Mika yang sedang membersihkan rumah. Entah kenapa ia jadi sering mencuri pandang ke arah gadis itu. Yoshiki tidak tahu kenapa Mika menjadi sangat menarik perhatiannya.             Mika menoleh dari aktivitasnya karena merasa ada yang sedang menatapnya. Ia mendapati Yoshiki sedang memperhatikannya. “Ada apa, Kimura-kun ?” tanyanya saat mendapati Yoshiki sedang menatapnya. Yoshiki langsung gelagapan ketahuan sedang mengamatinya. “Ti-tidak apa-apa... i-itu ! Ada debu di sebelah sana !” kata Yoshiki cepat sambil berusaha mengalihkan perhatian Mika.             Gadis itu menoleh ke arah yang ditunjuk Yoshiki dan tidak menemukan ada debu di sana. Ia baru saja membersihkan tempat itu. “Aku baru saja membersihkannya. Tidak ada debu kok.” jawab Mika polos. Wajah Yoshiki semakin memerah dan ia sibuk memikirkan alasan lain. “A-ah... sepertinya aku salah lihat...” Yoshiki tertawa malu dan Mika hanya menatapnya bingung. Baru kali ini ia melihat Yoshiki sedikit aneh.             Sepanjang hari itu, Yoshiki selalu menatap Mika diam-diam dan jantungnya berdegup kencang setiap kali Mika mendapatinya sedang memperhatikannya.             Bahkan saat ia menatap punggung Mika yang sedang membersihkan halaman pun, ia ingin memeluk gadis itu. Jantungnya berdebar kencang membayangkan ia bisa memeluk gadis itu. Yoshiki bahkan tidak sadar wajahnya selalu tersipu saat melihat gadis itu.             Siang itu, Yoshiki baru saja turun dari lantai dua dan menoleh ke arah dapur yang terletak di samping tangga. Dilihatnya punggung Mika yang sedang memasak makan siang untuk mereka. Jantungnya kembali berdebar-debar dan tanpa sadar ia berjalan ke arah Mika tanpa mengalihkan pandangannya dari punggung mungil gadis itu.             Tangannya mengarah hendak memeluk Mika dari belakang. Wajahnya merona merah dan jantungnya semakin cepat berdetak.             Saat hampir menyentuh bahu gadis itu, Mika tiba-tiba berbalik dan terkejut saat melihat Yoshiki yang berdiri tepat di belakangnya. Ia sedang memegang semangkuk sup panas yang hampir tumpah dan Yoshiki dengan cepat menahan pinggang Mika dengan tangan kanannya agar gadis itu tidak jatuh. Tangan kiri Yoshiki menahan mangkuk Mika agar tidak tumpah hingga ia memegang tangan Mika juga.             Jantung keduanya berdegup kencang dan mereka saling bertatapan karena keterkejutan tadi. Yoshiki bisa merasakan ada aliran listrik aneh yang menjalarinya saat ia menyentuh gadis itu. Tangannya bahkan masih berada di atas tangan Mika yang takut pria itu akan marah karena bersentuhan dengannya.             Mika dengan pelan menggeliat agar terlepas dari pegangan Yoshiki hingga pria itu tersentak sadar. “Ah, terima kasih Kimura-kun... tunggu sebentar ya, makan siangnya hampir selesai.” ujar Mika sambil tersenyum dan ia langsung melepaskan diri dari Yoshiki sambil membawa supnya ke meja dengan jantung berdegup kencang. “A-ah, ya...” jawab Yoshiki dengan gugup dan ia mengalihkan posisi tangannya menjadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.             Yoshiki tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya hingga membuatnya tidak bisa menoleh dari gadis itu. Senyum gadis itu seperti menghancurkan sikap dingin yang membentengi Yoshiki selama ini.             “Kimura-kun ? Ada apa ? Kenapa menatapku seperti itu ? Ada yang aneh di wajahku ?” tanya Mika sambil meraba wajahnya dengan bingung saat mendapati Yoshiki sedang memperhatikannya lagi sementara televisi sedang menyala. “Ah, tidak. Tidak ada apa-apa...” jawab Yoshiki langsung pergi meninggalkan Mika untuk mencuci muka karena malu tertangkap basah setelah melihatnya seperti itu.             Yoshiki memandang dirinya sendiri pada pantulan cermin dan ia bertanya-tanya pada dirinya, Apa yang terjadi padaku ??? Kenapa jantungku tidak bisa berhenti berdebar-debar ???             Bahkan hingga sore harinya, ia yang biasanya selalu mengurung diri di kamar semenjak Mika pindah ke rumahnya pun malah duduk di teras belakang dengan membawa sebuah buku sebagai alasannya untuk berada di sana. Kenapa sebagai alasan ? Karena Mika saat itu sedang menyiram bunga yang ditanamnya di sana.             Gadis itu dengan riang menyirami semua tanamannya dan saat melihat ada pucuk yang tumbuh, ia bahkan tersenyum lebar bahagia karena usahanya menanam bunga-bunga itu berhasil.             Yoshiki kembali tertegun melihat senyumannya dan jantungnya kembali berdegup kencang. Tanpa Yoshiki sadari, tangannya sudah merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya.             Tanpa sepengetahuan Mika, Yoshiki memotret dirinya ketika sedang tersenyum dan Yoshiki tersipu melihat hasil fotonya. Ia tidak tahu kenapa ia ingin melakukannya dan langsung menyimpan ponselnya segera sebelum Mika melihat apa yang dilakukannya.                                                                                                   ***               Yoshiki benar-benar menghentikan kegiatan pergi ke bar bersama rekan-rekan kantornya. Diam-diam, ia senang saat pulang Mika selalu menyambutnya dengan senyuman hangat khas dirinya. Mau tak mau, Yoshiki pun bisa ikut tersenyum saat melihat gadis ceria itu. “Hei Yoshiki, malam ini kau tidak ikut ke bar lagi ? Pegawai-pegawai wanita kita jadi muram sekali sejak kau tidak datang.” kata Kazu sambil menepuk pundak Yoshiki. “Ah, tidak. Aku mau pulang saja. Kasihan Mika menungguku di rumah.” jawab Yoshiki sambil membereskan barang-barangnya. Kazu tertegun mendengarnya. “Mika ? Siapa ? Tunanganmu ? Apa aku tidak salah dengar ? Bukannya kau selalu malas pulang ke rumah karena kau bilang tunanganmu itu menyebalkan ??? Ada apa ini ???” heran Kazu. “Kau tidak salah dengar, Kazu. Hmm... kalau dipikir-pikir, dia tidak terlalu menyebalkan. Kasihan dia nanti menungguku terlalu malam dan ujung-ujungnya tertidur di meja makan.” Yoshiki tidak menoleh dari aktivitasnya sama sekali. “Wah, aku jadi penasaran seperti apa tunanganmu itu, Yoshiki. Apa boleh aku malam ini ke rumahmu ?” Kazu tiba-tiba berminat untuk melihat Mika.             Yoshiki menengadah dari kegiatannya dan menaikkan sebelah alisnya ke arah Kazu, “Tidak masalah.” jawabnya langsung.             Kazu ikut pulang bersama Yoshiki malam itu. Saat Yoshiki membuka pintu, suara Mika langsung terdengar. “Selamat datang, Kimura-kun !” sapa Mika sambil tersenyum riang. “Ah, ya aku pulang, Mika.” Yoshiki tersenyum sekilas ke arah gadis itu yang berdiri di depannya sambil melepas sepatunya. Ia sudah tidak canggung lagi membalas salam dari Mika seakan itu adalah kebiasaan baru baginya. “Oh ya, temanku hari ini datang. Namanya Kazu.” kata Yoshiki lagi. Kazu tiba-tiba muncul di belakangnya sambil melambaikan tangan riang. “Halo. Namaku Kazu.” ujar pria berambut pirang itu. “Oh, salam kenal. Namaku Mika Nakashima.” Mika tersenyum sambil menunduk memberi salam. “Silahkan masuk. Aku akan membuatkan minuman.” Mika langsung beranjak pergi ke dapur sementara Yoshiki sudah berjalan ke ruang tamu yang ada di seberangnya. “Hei Yoshiki, kau ini buta ya ? Gadis cantik begitu kau bilang menyebalkan ? Kalau kau tidak mau, biar aku saja yang jadi tunangannya.” bisik Kazu saat menghampiri Yoshiki.             Plak !             Tanpa melihat lagi, Yoshiki langsung memukul kepala Kazu dengan kening berkerut. “Bicara apa kau ??? Aku hanya belum terbiasa saja !” ia mendelik ke arah Kazu yang terkekeh. “Belum terbiasa ya ?” seringai Kazu.             Mika menghampiri mereka tidak lama kemudian sambil membawa dua cangkir teh. Kazu tidak menyembunyikan tatapannya yang berbinar-binar saat melihat Mika. Entah kenapa Yoshiki sebal sekali melihat sahabatnya menatap Mika dengan tersipu-sipu seperti itu. “Ada apa ? Apa ada yang aneh ?” tanya Mika halus saat melihat Kazu sedang menatapnya. “Hoi, hoi Kazu ! Matamu itu !” hardik Yoshiki memperingatkannya. Keningnya dari tadi berkerut sebal.             “Mika, kau naik saja ke atas dulu. Kami masih mau bicara, mungkin lama.” Yoshiki menoleh ke arah Mika sebelum Kazu sempat berkata apapun lagi. “Ah, baiklah.” Mika tersenyum kembali dan pergi meninggalkan mereka.             “Astaga... senyumnya manis sekali...” gumam Kazu sambil tidak lepas-lepasnya menatap kemana arah perginya Mika tadi.             Setelah Mika hilang dari tangga, Kazu menoleh kembali ke arah Yoshiki dan mendapati pria itu sedang memberikan tatapan tajam seperti tidak senang padanya. “Ah, ya ya. Maaf, maaf... habis Mika itu cantik sekali sih. Kau ini seperti sedang cemburu saja.” Kazu menghela napas panjang.             Pats !             Mendengar kata-kata Kazu, wajah Yoshiki langsung memerah. Dilemparnya bantal sofa ke arah Kazu yang langsung tergelak tertawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN