Mika kembali ke kamar Yoshiki dan menukar kompresnya yang telah menghangat. Ia kembali meninggalkan Yoshiki dan turun ke dapur untuk membuatkan bubur.
Setelah selesai membuat bubur untuk Yoshiki, Mika kembali ke kamarnya dan mengganti kompresnya berkali-kali. Ia sibuk menjaga lelaki itu hingga tanpa sadar ia tertidur di samping ranjangnya.
Yoshiki terbangun masih dengan napas tersengal-sengal seolah habis berlari. Ia menyentuh keningnya yang terasa janggal dan mendapati sebuah handuk kecil menjadi kompres untuknya. Ia menoleh ke samping dan melihat Mika tertidur sambil menyandarkan kepalanya di tepi ranjang Yoshiki.
Tanpa sadar Yoshiki menggerakkan tangannya ke arah gadis itu dan mengelus rambutnya perlahan. Tatapannya sedikit melembut terhadap Mika. Ia tahu gadis itu kelelahan menjaganya hingga tertidur seperti itu. Ada perasaan tersentuh yang muncul di hati Yoshiki.
Mika terbangun karena ada yang menyentuh rambutnya dan Yoshiki segera memindahkan tangannya kembali. Mika mengerjap-kerjap sesaat untuk menyadarkan dirinya dan ia memandang ke arah Yoshiki untuk memeriksa keadaannya. Mika terkejut saat melihat Yoshiki telah sadar dan sedang menatapnya.
“Ah, Kimura-kun ! Kau sudah sadar ? Ada yang sakit ???” tanyanya cemas.
Yoshiki menggeleng lemah. Ia menelan ludah dengan susah payah karena rasa panas menderanya.
“Aku lapar...” katanya dengan suara serak.
Yoshiki bisa merasakan tubuhnya sangat lemas karena dari tadi ia belum makan sama sekali.
“Kau mau makan bubur, Kimura-kun ? Aku tadi membuatkannya selagi kau tertidur.” tawar gadis itu.
Yoshiki hanya mengangguk pelan. Tidak dipedulikannya lagi rasa gengsi yang selalu berkobar di dirinya. Rasanya tubuhnya terlalu lemas untuk bergerak sedikit saja.
Mika langsung beranjak dan pergi mengambilkan semangkuk bubur untuknya. Mika kembali dengan membawa nampan kecil berisi makan malam Yoshiki. Ia meletakkannya di meja kecil di samping ranjang Yoshiki.
Yoshiki mengumpulkan tenaga untuk berusaha duduk. Mika dengan cemas ingin membantunya tapi ia takut menyentuh Yoshiki dan bisa membuatnya marah kembali padanya.
“Maaf Kimura-kun, biarkan aku membantumu...” kata Mika dan ia dengan segera langsung membantu Yoshiki untuk duduk di ranjangnya.
Yoshiki tidak menolak dengan menepisnya sama sekali. Ia justru memegang lengan Mika yang berusaha membantunya untuk duduk. Napasnya kembali tersengal-sengal setelah ia berusaha untuk duduk tadi dan tenaganya benar-benar terkuras.
“Tubuhku rasanya lemas sekali... apa kau bisa membantu menyuapiku...?” Yoshiki terlihat antara sadar dan tidak saat mengucapkannya.
Tentu saja Mika dengan senang hati melakukannya. Ia duduk di tepi ranjang Yoshiki dan mulai menyuapi sesendok bubur ke bibir pria itu.
Saat Yoshiki menerima suapannya, matanya sedikit terbuka dan secara refleks ia mengatakan, “Masakanmu enak...”
“Benarkah ??? Syukurlah kalau kau menyukainya...” Mika tersenyum lebar karena sangat gembira.
Melihat senyuman Mika, mau tak mau Yoshiki merasakan perasaan aneh muncul di dalam dirinya dan wajahnya sedikit tersipu saat memandangnya.
Selesai menyuapi Yoshiki, Mika meletakkan mangkuk kosongnya dan terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Umm... ano Kimura-kun, aku minta maaf karena melanggar janjiku untuk tidak masuk ke kamarmu... maafkan aku !” Mika langsung menunduk meminta maaf dengan rasa bersalah.
Yoshiki menggeleng pelan. Ia sudah merasa lebih bertenaga daripada sebelumnya.
“Tidak apa-apa, Mika. Karena aku pingsan lah makanya kau harus mengangkatku kemari. Maaf kalau merepotkanmu...” balas Yoshiki pelan.
“Tidak ! Tidak ! Sama sekali tidak merepotkanku kok ! Justru aku merasa bersalah karena aku mendorongmu terlalu kuat tadi...” suara Mika mulai mengecil dan ia menunduk malu.
“Itu juga salahku... ah, maaf kalau aku tadi menciummu tiba-tiba. Tapi, aku tidak ada niat untuk macam-macam denganmu kok ! I... itu soalnya aku...” wajah Yoshiki memerah seperti enggan mengatakan hal memalukan tentang dirinya.
“Aku mengerti, Kimura-kun. Bibi sudah menjelaskan tentang keturunan aneh yang kau dapat dari ayahmu. Aku meneleponnya tadi karena kupikir aku tidak tahu harus memberikan obat apa padamu...” Mika tersenyum kecil memaklumi.
Wajah Yoshiki langsung merah padam karena tidak menyangka rahasia penyakitnya diketahui oleh Mika. Selama ini tidak ada yang tahu mengenai penyakit anehnya dan ia selalu berhasil menyembunyikannya. Ia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya menunduk malu. Mika adalah orang terakhir yang mungkin diharapkannya untuk tahu mengenai penyakit anehnya. Terjadi keheningan di antara mereka selama beberapa saat sebelum akhirnya Mika memecah kesunyian itu.
“Ah, apa kau ingin ganti baju, Kimura-kun ? Kau dari tadi berkeringat... nanti bisa masuk angin.” Mika langsung mengalihkan topik pembicaraan karena melihat Yoshiki yang grogi.
Yoshiki tertegun dan mengangguk pelan. Mika langsung beranjak dan keluar dari kamarnya untuk mengambil sesuatu. Tidak berapa lama, Mika kembali dengan membawa ember kecil berisi air hangat dan handuk kecil. Ia bahkan membawa sehelai pakaian Yoshiki yang telah disetrika olehnya.
“Ini pakaian gantimu kuletakkan di sini. Aku akan menunggu di luar. Kalau ada yang kau butuhkan, panggil saja aku.” pesan Mika sebelum keluar dari kamar dan ia meletakkan semua barang itu di meja kecil di samping ranjang Yoshiki.
“Kau mau kemana ?” tanya Yoshiki heran.
“Keluar. Bukannya Kimura-kun ingin mengganti pakaian ?” Mika balas menatapnya bingung.
“Ah, itu... aku mau minta bantuanmu untuk mengelap punggungku. Susah sekali untuk mengelapnya dan bajuku rasanya lengket karena keringat...” Yoshiki terlihat malu untuk mengatakannya tapi ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan kondisinya saat ini.
Wajah Mika memerah dan ia tidak berkata apa-apa. Gadis itu kemudian mengangguk kecil.
Yoshiki membuka kemejanya hingga memperlihatkan d**a telanjangnya yang membuat Mika tidak berani melihat ke arahnya. Wajah gadis itu merah padam dan jantungnya berdegup kencang saat Yoshiki memunggunginya.
Gadis itu melirik punggung Yoshiki yang lebar dan atletis dengan wajah yang masih memerah. Ia gugup sekali saat tangannya hendak mengelap punggung Yoshiki. Dengan perlahan, Mika mengelap punggung pria itu dan saat tangannya tanpa sengaja mengenai kulit Yoshiki, ia langsung menarik tangannya dan menunduk meminta maaf, “Maaf aku menyentuhmu, Kimura-kun !”
“Sudahlah, Mika. Kau mau sampai kapan minta maaf terus ? Aku yang memintamu melakukannya.” kata Yoshiki dengan suara sedikit kesal karena mendengar Mika terus saja meminta maaf.
Ia bukan marah karena permintaan maaf gadis itu, tapi ia merasa sebal karena harus berdebar-debar saat Mika mengelap punggungnya. Baru kali ini ia meminta bantuan seorang gadis untuk mengelap punggungnya dan darahnya terasa berdesir setiap kali Mika menyapu punggungnya dengan lembut. Yoshiki harus mengontrol dirinya yang mulai tidak tenang. Ia tidak ingin naluri laki-lakinya muncul pada saat ini.
Saat selesai mengelap, Mika langsung mengambil ember dan mangkuknya tadi untuk keluar terburu-buru. Wajahnya sudah merah padam sementara Yoshiki menghela napas lega karena penderitaannya untuk menahan diri pun berakhir.
“Permisi, Kimura-kun...” pamitnya sambil melangkah keluar dengan menunduk.
“Mika, tunggu sebentar.”
Mika berhenti saat mendengar panggilan Yoshiki dan ia menoleh dengan bingung. Yoshiki menepuk sisi ranjangnya menyuruh Mika untuk duduk di sana. Dengan bingung, Mika menuruti keinginannya.
“Aku ingin minta izin darimu...” kali ini rona wajah Yoshiki berubah memerah. Bukan karena demam, tapi ia sedikit tegang untuk menyampaikan keinginannya pada Mika.
“Izin apa ?” tanya Mika semakin bingung.
Jantung Yoshiki berdentum keras hingga ia bisa mendengarnya. Ia menatap mata Mika dan wajahnya kembali tersipu.
“Izinkan aku... untuk menciummu sekali lagi...” suara rendah Yoshiki seakan membius Mika. Tanpa ia sadari, Yoshiki sudah mencondongkan tubuhnya ke arah Mika dan memiringkan wajahnya. Lelaki itu sudah tidak bisa menahan diri lagi karena rasa panas di tubuhnya membuatnya harus segera mendapatkan 'obatnya'.