Bab 2 Bertemu Lagi Dengan Abian

1055 Kata
“Kamu adiknya Ratu?” tanya Abian mempertegas arti ucapan Rhea. Rhea mengangguk lemas. Sorot wajahnya memperlihatkan betapa takut dan khawatirnya dia. Hal itu berbeda dengan Abian. Meski sempat terlihat terkejut di awal. Namun, raut Abian langsung berubah seketika. Ia terkekeh bahkan terbahak setelah sempat berpikir sejenak. Katanya, “Hei w************n! Kamu pasti sudah merencanakan semuanya, kan? Kamu pasti sudah cari tahu tentang informasi pribadiku dan pura-pura jadi adiknya pacarku. Terus, kamu bakalan manfaatin itu agar aku turutin semua kemauan kamu. Iya, kan?” Alis Rhea seketika menyerngit, tidak setuju dengan apa yang dituduhkan Abian. “Siapa yang kamu sebut w************n, hah?! Aku? Jaga mulut kamu, ya! Terus, apa maksudmu kalau aku akan manfaatin kamu? Memangnya kamu itu siapa? Kenal kamu aja, enggak!” “Oh, ya? Terus, kenapa Ratu enggak pernah cerita kalau dia punya seorang adik?” “Mana aku tahu? Tanya aja sana sama pacar kamu itu!” jawab Rhea ketus. “Mencurigakan,” tanggap Abian sambil memicingkan mata ke arah Rhea. “Terserah! Mau percaya atau tidak, itu urusan kamu. Yang jelas, aku bukan w************n seperti yang kamu bilang.” Rhea lantas bergegas mengambil tas tangannya dan hendak pergi dari kamar Abian. “Udah tahu semalam aku salah masuk kamar, kamu malah memanfaatkan keadaan. Dasar b******k!” umpat Rhea kepada Abian sebelum akhirnya melangkah pergi. Merasa disalahkan, Abian langsung membela diri. “Hei! Kamu sendiri yang nerobos masuk ke kamarku. Lagian, aku kira kamu itu wanita penghibur pesananku. Makanya aku biarin kamu masuk.” Langkah Rhea seketika terhenti. “Apa?! Jadi … kamu sering memesan wanita penghibur? Wah … gila!” Rhea seketika mengasihani kakaknya karena mengetahui fakta jika kekasihnya merupakan laki-laki b******n. Abian semakin terkekeh menertawakan sikap Rhea. “Halah! Gak usah sok suci. Kamu sendiri suka menjajakan tubuh, kan?” “Jaga mulut kamu, ya!” Rhea spontan menampar Abian karena sudah tidak bisa menahan amarahnya. “Jangan dekati Kak Ratu lagi, atau aku akan adukan ke dia kalau kamu gemar tidur dengan banyak wanita!” ancam Rhea. Tanpa menghiraukan Abian lagi, Rhea segera berjalan keluar begitu saja dari kamar Abian dengan perasaan marah. Harga dirinya seolah diinjak-injak oleh laki-laki b***t yang tidak dikenalnya itu. “Dasar!” umpat Abian pelan sambil mengusap pipinya dan perhatikan pergerakan Rhea yang terus berjalan menjauhinya keluar dari kamar. “Memangnya dia itu siapa, berani mengancamku seperti itu?” *** Hari ini, Rhea memberanikan diri keluar dari kamar setelah kemarin ia terus mengurung diri di dalam kamar. Alasannya, sudah jelas ia takut bertemu dengan Ratu-kakaknya. Ia merasa sangat bersalah karena telah tidur dengan kekasih kakaknya itu. Rhea terpaksa keluar dari kamar karena hari ini ia ada panggilan wawancara pada salah satu perusahaan besar di kotanya. Ia berjalan keluar mengendap-endap karena takut bertemu dengan Ratu yang tengah berada di ruang makan bersama kedua orang tuanya. “Mau ke mana kamu? Tumben banget pagi-pagi gini udah keluar dari kamar?” tanya Ratu. Usaha Rhea berjalan mengendap-endap tanpa ketahuan ternyata tidak membuahkan hasil. Ia tetap terlihat dan kini ia tidak bisa menghindar. “Rapi banget?” tanya Ratu lagi dengan nada penuh kecurigaan. Hal yang sama dirasakan oleh Diana dan Haris, kedua orang tua Rhea yang juga berada di ruang makan. Raut mereka memang tunjukkan penuh kecurigaan. Hanya saja, mekera tidak berbicara banyak. “Mampus!” umpat Rhea dalam hati. Ia buru-buru berbalik dan berusaha bersikap wajar. “Aku ada interview,” jawab Rhea singkat. Rhea dan Ratu memang saudara kandung. Hanya saja, hubungan mereka tidak pernah baik semenjak Rhea merasa kedua orang tuanya selalu membanggakan Ratu dan tidak pernah memberi apresiasi atas apapun pencapaiannya. Hal itu, membuat Rhea dan Ratu semakin menjauh bahkan mereka hampir kehilangan rasa peduli satu sama lain. “Wah … ada juga perusahaan yang manggil kamu, ya?” Ratu tergelak setelah berucap yang langsung membuat Rhea berdecak kesal. “Mulai lagi,” ucap Rhea sembari memutar bola mata ke atas dengan malas. Bukan hal asing, Rhea mendapat perlakuan kurang menyenangkan seperti ini. Bahkan, papa dan mamanya yang berada di sana turut tersenyum mendengar Ratu. “Udahlah, aku mau pergi. Nanti keburu telat.” Rhea cepat-cepat pergi dari sana sebelum Ratu kembali mengejeknya. Dan benar dugaannya. Ratu masih sempat berteriak sebelum Rhea berhasil menjauh. “Hati-hati ya! Ingat, kalau tidak diterima jangan nangis!” “Sialan! Percuma aku ngerasa bersalah sama kak Ratu kalau dia aja sering banget ngebully aku,” gumam Rhea dengan kesal. Berusaha melupakan kekesalannya, Rhea pergi menuju ke tempat Pratama Group. Sebuah perusahaan besar, dimana Rhea berhasil menerima panggilan interview di sana. Ia sangat senang, karena baginya dengan bekerja di perusahaan besar seperti Pratama Group, akan mengubah cara pandang keluarganya kepada dirinya. “Lihat saja nanti. Aku pasti dapat pekerjaan yang jaauuuh lebih bagus dari kamu, Kak!” gumam Rhea penuh ambisi. Sesampainya di Pratama Group, Rhea langsung diarahkan menuju lantai lima untuk melakukan wawancara dan sejumlah tes. Meski banyak pelamar di sana, Rhea yakin akan mendapatkan pekerjaan karena ia sudah mempersiapkan diri dengan baik. “Kamu memenuhi kriteria untuk menempati posisi bagian perencanaan produk seperti yang kami inginkan. Nilai tes kamu juga tertinggi. Mulai besok, kamu sudah bisa bekerja di sini,” ucap Nara-sekertaris sang CEO sekaligus si pewawancara ketika Rhea selesai melakukan tes wawancara. Senyum Rhea seketika mengembang. “Terima kasih, Bu. Saya akan berusaha sebaik mungkin. Terima kasih sudah memberi kesempatan saya untuk bekerja di sini.” Nara ikut tersenyum mendengar Rhea. “Sekarang, ayo ikuti saya. Saya akan memperkenalkan kamu kepada CEO kita.” “Baik, Bu.” Dengan antusias, Rhea mengikuti langkah Nara yang membawanya ke lantai sepuluh untuk bertemu dengan sang pemimpin utama Pratama Group. Sesampainya di ruangan CEO, Nara dengan ramahnya memperkenalkan Rhea. “Selamat pagi, Pak. Saya mau memperkenalkan anggota tim perencanaan kita yang baru.” Tanpa menunggu perintah, Rhea segera menunduk sembari memperkenalkan diri. “Selamat pagi, Pak. Perkenalkan, saya Rhea Zanetta. Anggota tim perencanaan produk. Terima kasih telah memberi kesempatan saya untuk bekerja di sini. Saya berjanji tidak akan mengecewakan Anda.” Sedangkan si CEO yang awalnya berdiri membelakangi Rhea dan Nara, kini mulai berbalik untuk melihat Rhea. Namun, betapa terkejutnya Rhea saat menyadari jika CEO-nya adalah pria yang telah menidurinya tempo hari. “Ka-kamu?!” Mata Rhea spontan melotot ke arah Abian. Bukan hanya Rhea saja. Abian juga sama terkejutnya dengan Rhea dan spontan melototkan matanya. “Kamu wanita yang malam itu, kan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN