Saka pikir aku akan membuat drama lebih jauh hanya demi koper berisi pakaian? Oooh tentu tidak, orangtuaku punya pabrik yang memproduksi dari benang sampai pakaian jadi, dia mengeluarkan semua bajuku, aku akan pergi begitu saja.
Dengan sengit aku menatapnya sebelumnya akhirnya aku mendorongnya untuk menyingkir, tubuhku boleh sakit, tapi kemarahan dan kecewa membuatku bisa dengan mudah menyingkirkannya yang perbedaan tubuhnya sangat besar.
"Minggir!!!
Sayangnya Saka kembali mencekal tanganku, selama ini dihadapanku Saka adalah manusia tanpa emosi tapi sekarang tampak jelas jika dia sedang jengkel dan marah. "Tidak, kamu nggak boleh pergi dari rumah dalam keadaan marah seperti ini, Rania. Apalagi mengatakan semua omong kosong tentang perceraian! Kamu nggak mikirin perasaan orangtua kita?!"
Hahahaha, sungguh aku ingin kembali menangis dan tertawa disaat bersamaan mendengar apa yang dia katakan. Dia menahanku bukan karena dia sadar dia telah bersalah, atau hendak meminta maaf melainkan dia tidak ingin dimarahi oleh orangtuanya jika sampai aku meminta berpisah darinya. Astaga, tidakkah hidupku lebih mengenaskan lagi. Kusentak tangannya dengan kuat dan aku nyaris meludahinya.
"Nggak! Aku nggak mau mikirin perasaan siapapun lagi! Entah itu perasaanmu!" Kutusuk dadanya dengan kuat penuh kebencian, "perasaan orangtuamu, atau bahkan perasaan orangtuaku sendiri! Aku tidak peduli! Menurutmu tiga tahun hidup denganmu yang sibuk dengan s****l itu apa? Aku bertahan karena memikirkan semua orang dan apa yang aku dapatkan?! Aku tidak mendapatkan cintamu, yang ada kamu justru menginjak tenggorokanku, menginjak-injak harga diriku sebagai seorang istri! Persetan dengan semuanya, aku ingin berpisah, berhenti menahanku dan pergilah ke neraka bersama dengan w***********l yang ada di ruang tamumu!"
"Rania....." aku masih mendengarnya berteriak ditengah langkahnya yang menyusulku namun aku terus berjalan keluar tidak peduli dia yang tergesa mencegahku untuk pergi, sayangnya langkahku harus terhenti saat melihat w***********l yang selalu menjadi ekor Saka ini masih ada di ruang tamu. Bahkan pertengkaran sekeras itu karena dirinya tidak membuatnya sadar diri, dia masih disini, di ruang tamuku, menggigiti kukunya dengan gelisah dan saat mata kami bertemu, aku melihay kegelisahan yang memuakkan. Sungguh aku benci melihat dirinya dengan segala hal yang membuat suamiku terus terpaku kepadanya.
Apa sih sebenarnya bagusnya Alisa ini? Apa kelebihannya dibandingkan aku? Apa yang dia miliki dan tidak aku miliki hingga suamiku lebih memilih bersamanya dibandingkan denganku! Memikirkan semua hal itu benar-benar membuatku gila. Ya, aku rasa, aku benar-benar sudah gila sekarang ini.
"Mbak Juni, saya....." aku benar-benar benci melihatnya tidak bisa berkata-kata sekarang ini, semua pertengkaran ini karena ulahnya dan sekarang dia bersikap sok polos tanpa dosa!
"Alisa, kamu itu manusia paling tidak tahu diri yang pernah saya temui di dunia ini!" Ya, aku langsung meluapkan semuanya kepada wanita yang membuatku muak ini. Tatapanku begitu bengis kontras dengannya yang menciut ketakutan.
"Saya minta maaf kalau kehadiran saya selama ini membuat Mbak Juni tidak nyaman....."
"Ya, kehadiran kamu diantara saya dan Saka membuat saya sangat tidak nyaman. Sebelumnya saya selalu melarang teman-teman saya membully kamu, saya berusaha bersikap baik kepada kamu karena mertua saya baik kepadamu, tapi apa yang kamu lakukan! Kamu tanpa tahu malu masuk melebihi batas di dalam rumah tangga saya. Menurutmu apa pantas seorang wanita menelepon laki-laki yang sudah menikah dan merepotkannya dengan berbagai masalahmu? Tidak sekali, kamu melakukannya selama tiga tahun pernikahan kami!"
"Mbak Juni......"
"Rania......" kedua orang tersebut menginterupsiku namun aku tidak ingin diam.
"Apa kamu puas setelah mendengar semuanya?! Saya yakin kamu akan menari-nari bahagia mendengar akhirnya kamu menjadi pemenang!" Aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi di hadapannya, senyumku mengembang dibalik hatiku yang remuk berantakan. "Ya, selamat. Akhirnya aku menyerah, dan silahkan kalian berdua bersama-sama dengan bebas. Kalian berdua adalah pasangan selingkuh paling munafik dan tidak tahu diri yang pernah aku lihat. Semoga kalian membusuk di neraka, w***********l, pembawa sial, dan pria egois."
"Mbak Juni!"
"Rania!"
Kompak dua orang tersebut berteriak lagi tidak terima mendengar namun yang aku lakukan justru tertawa geli penuh kemirisan. "Aelaaah kompak banget, serasi nih yeeee, pantes nggak tahu malu......"
"SAYA BUKAN PEREBUT, MBAK JUNI!" Pekikan keras Alisa menginterupsi tawaku. Kedua tangannya terkepal, matanya berkaca-kaca saat memandangku seolah dialah korban disini. "ANDA YANG DATANG DIANTARA SAYA DAN DEN SAKA. JIKA MEMANG SAYA EGOIS, SUDAH DARI DULU PERNIKAHAN KALIAN HANCUR! SEHARUSNYA ANDA BERTERIMAKASIH KEPADA SAYA MBAK JUNI KARENA SAYA TIDAK PERNAH MEMINTA DEN SAKA MENINGGALKAN MBAK! DISINI SAYA YANG BERKORBAN, KENAPA ANDA MEMAKI-MAKI SAYA ATAS GAGALNYA ANDA MENDAPATKAN CINTA SUAMI ANDA SENDIRI, BUKAN SALAH SAYA JIKA SUAMI ANDA TIDAK BISA MENINGGALKAN SAYA!"
Semuanya dikatakan dengan lantang, keras, dan seolah dia adalah seorang pahlawan yang berbesar hati atas apa yang sudah dia lakukan, sayangnya aku sama sekali tidak tersentuh dengan semua kalimatnya yang diiringi derai air mata. Pengorbanan dia bilang? Aku tidak melihat hal itu sama sekali dia lakukan. Aku sudah sampai ditahap muakku kepadanya, dan kalian tahu apa yang aku lakukan kepadanya?
Aku melayangkan tanganku ke wajahnya, memberinya sebuah tamparan keras yang akhirnya membungkam mulutnya. Ya, aku menamparnya.