Juni Rania Tanaka. Indah bukan nama yang diberikan oleh orangtuaku? Tumbuh menjadi anak tunggal membuatku sangat disayangi oleh orangtuaku. Aku hidup dikeluarga cemara membuatku tidak memiliki pandangan apapun tentang kehidupan rumah tangga yang mungkin tidak seindah yang aku miliki.
Memiliki dan tumbuh di keluarga cemara rupanya merupakan priviledge bagi sebagaian orang yang tidak aku tahu sampai aku mengalaminya sendiri. Dulu aku bagian dari keluarga cemara tersebut, namun sekarang aku sangat iri saat melihat teman-temanku datang membawa pasangan mereka saat reuni yang tengah kami adakan.
Yang lainnya datang membawa pasangan, bahkan anak mereka, tapi aku datang sendiri. Ya, aku sendirian, dan kesendirianku ini memancing tanya untuk teman-temanku.
"Jun, ini si Saka beneran nggak datang?"
Aku menggeleng pelan, sebenarnya aku sangat sedih saat mendapatkan pertanyaan seperti ini tapi aku berusaha membuatnya menjadi bukan masalah yang mengganggu. Kuraih gelas juiceku dan menyesapnya sembari menenangkan diri sebelum akhirnya aku menjawabnya.
"Katanya sibuk di Batalyon, tahu sendiri kan dia kalau sudah fokus sama apa yang mau dikejar, mau dinosaurus bangkit lagi dia juga nggak peduli!"
"Yah kok gitu sih, Si Saka bener-bener deh!"
"Lain kali ajaklah, Jun. Paksa napa, sekali dua kali nggak nemenin istri wajar, tapi kalau terlalu sering sendiri sementara dia ada waktu ya harus lo tegur, sih?!"
Beberapa desah kecewa terdengar, selama ini memang Saka nyaris tidak pernah mengikuti acara kumpul seperti ini, padahal jika dipikir kami berteman sejak SD hingga SMA, tapi ya sudahlah, jangankan teman-temanku, aku yang istrinya saja tidak bisa memahami dirinya. Aku dan Saka memang menikah, tepatnya kami di jodohkan.
Orangtua Saka melamarku saat aku selesai pendidikan S1 Bisnis management, hal yang tidak aku sangka-sangka akan terjadi. Sejak aku kecil, Saka adalah Crush-ku, klise saja alasannya, dibalik sosoknya yang dingin dan cuek, Saka adalah pribadi yang hangat. Dia tidak pernah keberatan saat aku mengganggunya, dan Saka pun sigap memberikan bantuannya saat aku mendapatkan masalah, terlebih usai insiden bully yang pernah dia alami, ketulusannya menyayangi Ibu sambungnya, Bunda Lili, membuatku semakin jatuh lagi. Bagiku Saka adalah nilai plus yang mengagumkan, namun diantara banyak hal yang membuatku jatuh cinta mungkin saat Saka memiliki panggilan tersendiri yang membuatku benar-benar jatuh cinta padanya.
Rania......
Disaat yang lainnya memanggilku Juni, bahkan Rania yang menjadi nama tengahku hanya ku singkat, Saka lebih memilih memanggilku dengan nama tengahku. Saat aku bertanya kenapa dia memanggilku seperti itu jawabannya klise.
Kamu berisik seperti rintik hujan.
Dulu, lebih tepatnya tiga tahun lalu aku merasa jika aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia, hidupku berjalan mulus, semuanya mencintaiku, dan saat pendidikanku selesai, orangtua pria yang aku cintai melamarku, pernikahan kami begitu indah dengan pedang poranya yang tidak terlupakan, namun seiring berjalannya waktu bahagia itu seperti menguar. Benar aku menikah dengan Saka, hidup satu atap dengannya, berbagi ranjang dengannya dan memakai nama belakangnya, tapi aku tidak benar-benar bisa masuk di dalam hatinya, sampai akhirnya aku sampai di satu kesimpulan.
Suamiku, dia tidak mencintaiku.
Dia menerima perjodohan dan lamaran yang dilakukan Ibunya karena tidak ingin mengecewakan orangtuanya. Anak yang berbakti namun menghancurkan hati anak lainnya. Dibalik senyuman indahku, dibalik raut wajah bahagiaku, percayalah, aku menjerit dalam tangis di setiap sujudku berdoa agar hati suamiku tidak membeku. Aku mengira dengan oranhtuanya melamarku itu adalah keinginannya, pada kenyataannya semuanya adalah keterpaksaan.
Mendengar teman-temanku mengeluhkan tentang suamiku, aku hanya bisa tersenyum kecut. Lebih dari kekecewaan yang temanku rasakan, aku jauh lebih kecewa dibanding mereka. Tidak ingin tenggelam dalam perbincangan dimana aku menjadi topik utamanya, aku berusaha mengalihkan percakapan, sayangnya saat Dani, temanku lainnya yang pernah bermasalah dengan Saka dalam pembullyan justru datang. Dani masih sama brengseknya seperti dulu saat sekolah, bahkan tanpa basa-basi sama sekali dia langsung menarik kursi dan duduk di dekatku untuk memberitahukan hal yang mengguncang meja makan.
"Jun, gue penasaran, sebenarnya yang kawin sama Saka itu lo, apa si Kakel kita dulu itu sih?! Kok gue barusan lihat laki lo masuk mobil berdua sama tuh siapa namanya... aduh sumpah itu loh yang anaknya pembantu keluarganya Saka, Halah siapa sih...."
Aku mendesah pelan, haruskah hal memalukan ini terungkap di acara reuni? Aku tidak mau menjawabnya namun Dani akan terus berbicara sampai mulutnya berbusa dan mendapatkan apa yang diinginkan.
"Alisa maksud lo?"