9. KESAN PERTAMA

2289 Kata
“Mama!” teriak Xella. Suara berat penuh dengan penekanan membuat Xella terkejut. Jantungnya hampir berpindah tempat karena ia tidak menyadari kalau ada orang yang sedang mengamatinya. Di tengah kegelapan, ada cahaya lampu luar yang menyusup. Xella mencoba mencari keberadaan si pemilik suara. Dalam hatinya berucap, tidak mungkin ada maling yang menyatroni rumah mewah dengan gaya seperti pemilik rumah. Atau rumah sebesar ini ada penghuni tak kasat mata yang sedang mengerjainya. “Siapa itu?” Xella mencoba menggapai sakelar lampu kemudian menyalakannya. Ketika ruangan menjadi terang, lagi-lagi Xella dibuat terkejut oleh sosok laki-laki yang kini duduk di sofa sambil menatapnya tajam. “Loh, anda?” Sosok itu beranjak dari duduknya. Masih dengan tatapan tajam dengan kedua tangan bersidekap, Kai kini tengah berdiri. Tatapan dari kedua mata Kai benar-benar mengintimidasi pengasuh dari Zoe. Pria itu ingin memberi tahu kepada Xella kalau orang yang ada di hadapannya adalah pemilik rumah. Sebagai orang yang bekerja di rumahnya, Kai berharap Xella taat dengan semua peraturan yang ia buat. “Kenapa terkejut? Kamu kenal sama saya?” tanya Kai dengan angkuhnya. Pria itu mendekati Xella yang berdiri kaku, dengan kondisi mulut terbuka. “Mulutnya ditutup dulu! Walaupun di rumah ini nggak ada lalat yang akan masuk ke mulut kamu, tapi sikap kamu itu bikin saya risih,” ucap Kai membuat Xella tersentak. “Anda Kairo Tama Xander, kan? Aktor terkenal itu?” Tanya Xella ragu-ragu. “Kenapa anda di sini?” “Belum paham juga?” “Maksudnya?” Mendadak otak Xella tidak bisa diajak berpikir cepat. “Maksudnya paham mengenai apa?” “Ini rumah saya, dan kamu nggak bisa sembarangan pulang malam.” Jawaban Kai membuat Xella menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. “Anda, pemilik rumah ini?” Pertanyaan polos Xella membuat Kai memutar bola matanya. Ia tidak paham kenapa Xella lamban dalam berpikir padahal umurnya masih muda. “Masih belum percaya? Mau saya kasih bukti?” “Tunggu dulu, saya belum makan malam dan saya sedang haus. Biarin saya minum dulu biar otak saya mau diajak bekerja.” Xella meninggalkan Kai pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Satu gelas air putih berhasil ia habiskan. Xella mencoba mengatur napas karena yang terjadi saat ini benar-benar membuatnya tidak habis pikir. “Masa ini mimpi?” Xella membatin, sambil tangannya mencubit kulitnya sendiri. “Sssttt, sakit banget. Berarti ini bukan mimpi. Duh Gusti, kok jadi gini sih.” “Jadi gadis ini yang dibangga-banggakan Ian dan Mbok Rum?” gerutu Kai sambil menunggu Xella. Tidak lama, gadis itu kembali ke hadapan Kai dengan wajah masih bingung. “Kalau anda pemilik rumah ini, berarti anda atasan saya?” “Kamu yang bernama Xella? Pengasuhnya Zoe?” Xella mengangguk cepat. “Iya Pak, nama saya Axella Analise, panggil saja Xella. Jadi anda Daddy dari…?” Gadis itu tidak sanggup melanjutkan ucapannya karena tidak menyangka kalau ayah dari Zoe adalah Kairo Tama Xander. Melihat ekspresi terkejut pengasuh dari Zoe, Kai merasa sedikit panik namun tidak ditunjukkan di hadapan Xella. “Kenapa jam segini kamu baru pulang? Kamu di sini bekerja sebagai pengasuh Zoe, bukan cuma numpang makan dan tidur.” Ucapan lantang Kai, seketika membuat Xella merasa sakit hati. Bagaimana bisa kesalahan yang ia lakukan karena terpaksa justru dicap sebagai orang yang hanya numpang makan dan tidur. Kesan pertama yang Xella dapatkan dari Kai sungguh membuatnya kesal. Xella berusaha mengendalikan emosinya karena sadar posisinya memang sedang salah. “Maaf, saya bisa jelaskan semuanya kepada anda. Saya pergi ke kampus untuk bimbingan dan saya sudah bilang sama Mbok Rum.” Ucap Xella kepada Kai. “Ingat ya, kamu digaji untuk menemani Zoe. Kenapa kamu biarin Zoe pergi les sendirian? Kamu tau kalau sikap kamu sudah membuat posisi Zoe dalam bahaya. Ke kampus sih ke kampus, tapi inget sama tanggung jawab dan sopan santun. Pulang malam hari, kamu kira rumah saya ini hotel, hah?” “Tapi saya di kampus…” “Stop! Kamu terlalu banyak ngomong dan melakukan pembelaan. Buang-buang waktu saya saja.” Kai menyela dengan suara keras. Tanpa Kai sadar, Xella sedang mengepalkan tangan karena emosinya mulai terpancing. “Pak, anda salah paham. Tolong dengar dulu penjelasan saya.” Kai tidak memberikan tanggapan. Tatapan matanya yang sejak tadi dipenuhi amarah dan terus memojokkan Xella. Pria itu bergerak, kakinya melangkah meninggalkan Xella tanpa mau mendengar penjelasan gadis itu. “Pak, tunggu dulu. Anda harus denger cerita saya.” Ucap Xella setengah berteriak. Usaha Xella sia-sia karena saat ini Kai sudah menghilang dari pandangan matanya. Xella menghela napas panjang, wajahnya mendadak muram, dan emosinya masih menguasai dirinya. “Ya Tuhan, sampai bingung mau mikir yang mana dulu.” Di tempat lain, Kai duduk di atas tempat tidur dengan wajah kesalnya. Bukan hanya marah karena kelalaian Xella dalam mengurus Zoe, tapi ia juga dongkol dengan sikap dari gadis itu. “Apa, dia manggil aku Bapak?” Kai tersenyum kecut. “Yang benar saja, aku dipanggil dengan sebutan yang sangat tidak cocok untukku. Dasar Ian, kenapa dia bisa jadiin orang nggak sopan dan disiplin itu sebagai pengasuh Zoe? Apa yang jadi kelebihan gadis itu sampai Mbok Rum juga selalu memujinya?” Gerutu Kai di dalam kamar miliknya. Sementara itu, saat ini Xella tengah duduk di atas lantai kamar tidurnya. Dengan wajah kusut belum mandi dan tatapan kaget masih terlihat di sana. Belum lagi perutnya juga mengalami kram akibat tamu bulanan. Beberapa kali ia memejamkan mata, menarik serta menghembuskan napas untuk membuat pikirannya kembali waras. Siapa yang tidak terkejut jika disuguhkan hal yang luar biasa ketika kondisinya sudah sangat lelah. “Oke, pertama adalah pemilik rumah yang otomatis bosku ternyata seorang orang terkenal. Kedua, Zoe adalah anak dari Kairo, dan yang ketiga adalah dia dikenal single tapi punya anak berusia enam tahun. Gile aja, dia bohong sama publik dong soal statusnya. Dan pantes aja kalau selama ini Mbok Rum diam aja tiap aku nanya siapa orang tua Zoe. Jadi Mbok Rum takut kalau semua kedok Kai terbongkar?” Xella sibuk dengan spekulasinya. “Tapi kalau dia takut, buktinya sekarang dia nongol di hadapanku. Astaga, aku masih belum paham dan aku harus nanya siapa? Nggak mungkin aku nanya sama dia yang menyebalkan dan angkuh itu. Nanya Mas Ian, pasti jawabannya nggak bakalan bikin puas. Atau nanya Mbok Rum aja kali ya, soalnya posisinya Kai sudah ada di rumah.” Pagi sekali, Kai sudah duduk di meja makan menikmati sarapan yang disiapkan oleh Mbok Rum. Smoothie bowl lengkap dengan topping buah stroberi dan taburan granola, serta s**u rendah lemak sebagai minuman wajib seorang Kai. Tidak ada nasi di pagi hari karena Kai sangat menjaga kesehatan serta bentuk tubuhnya. Sebagai seorang publik figur yang akan selalu menjadi sorotan, tentu saja ia harus menjaga penampilannya. Selain bakat, visual juga penting sebagai daya jual. “Zoe belum bangun ya, Mbok?” “Harusnya sudah Tuan. Biasanya masih mandi dan siap-siap dibantu Mbak Xella.” Mendengar nama Xella disebut, membuat Kai berhenti menggerakkan sendok kayu di tangannya. “Menurut Mbok Rum, apa yang spesial dari pengasuh Zoe?” “Rajin, bertanggung jawab, pintar, penyayang, sabar dan ramah.” Jawab Mbok Rum tanpa kesulitan. “Kenapa Tuan Kai?” “Kalau dia bertanggung jawab, kenapa kemarin dia pulang malam? Apa sering seperti itu?” “Nggak kok, Mbak Xella tumben begitu. Kata Mbak Xella dosen pembimbingnya galak dan kemarin Mbak Xella harus dengerin ceramah makanya sampai harus pulang malam. Oh iya, Mbak Xella juga bilang ngambil buku di temennya. Kemarin si Mbok mau bilang tapi Tuan Kai sibuk.” Jelas Mbok Rum. Kai hanya diam mendengar penuturan Mbok Rum. Niatnya ingin mengakhiri kontrak kerja Xella, tapi ia memutuskan untuk memberikan Xella kesempatan. “Daddy!” suara nyari Zoe membuat Kai menoleh. Ia mendapati Zoe tengah berlarian ke arahnya. Gadis kecil itu nampak sangat ceria dan bahagia. “Daddy nggak pergi lagi, kan?” Kai menggeleng sambil berusaha tersenyum. “Nggak kok.” “Di rumah kan nemenin Zoe belajar dan bermain?” Kali ini Kai memberi jawaban mengangguk. “Sarapan dulu ya.” “Mbok Rum ambil Non Zoe sarapan dulu ya.” Ucap Mbok Rum. “Iya Mbok.” Sahut Zoe senang. “Kak Xella, ayo sini sarapan sama Daddy.” Xella hampir saja tersedak air liurnya sendiri karena permintaan Zoe. Bagaimana bisa ia makan dengan Kai sedangkan ia hanya seorang pengasuh. Belum lagi perdebatan semalam masih menyisakan rasa dongkol di hatinya. Sekarang saja sikap Kai begitu dingin dan menyebalkan bagi Xella. “Zoe, sarapan sama Daddy dulu ya. Kak Xella nanti saja.” Jawab Xella sopan. Bibir gadis kecil itu mengerucut setelah mendengar jawaban Xella. “Daddy, ajakin Kak Xella dong. Biar ramai, kalau berdua kan nggak seru.” “Zoe, kan dia nggak mau sarapan.” Kai masih tenang. “Biasanya juga Kak Xella sarapan sama aku,” gumam Zoe sambil menatap Xella. Kini tatapan Kai berpindah ke arah Xella berdiri. Tidak mungkin ia menunjukkan sikap seperti semalam di hadapan Zoe. Dengan matanya, Kai memberi syarat agar Xella menuruti keinginan dari Zoe. Xella menghela napas pelan, memasang wajah pasrah karena harus satu meja dengan Kai. “Kak Xella mau kok sarapan sama Zoe.” Seketika wajah bocah itu menjadi cerah. “Asik. Ada Daddy ada Kak Xella juga. Wah aku nggak kesepian lagi.” Ucapnya senang. Suasana canggung diselamatkan oleh ocehan Zoe. Gadis itu banyak bertanya mengenai pekerjaan Kai dan keinginan Zoe untuk bisa pergi bersama pria itu. Kai pun menanggapi dengan datar dan terlihat kaku dalam berinteraksi dengan Zoe. Hal ini tidak luput dari pengamatan Xella. “Apa karna jarang pulang makanya sikapnya agak dingin dan kaku sama Zoe? Atau jangan-jangan, Zoe ini baru tinggal dengan Daddy-nya setelah berpisah lama?” Xella membatin. Setelah menyelesaikan sarapan, Kai pergi bersama Zoe ke halaman belakang. Bocah itu menyeret Kai untuk menemani bermain di sana. Kai tidak bisa menolak karena semalam sudah berjanji pada anak itu. Dikarenakan tidak ada kesibukan ke kampus, Xella memilih membatu Mbok Rum di dapur. Ia ingin menceritakan betapa menyebalkan sikap Kai semalam. “Mbok Rum, kemarin Bapak Kai sempat nanya kenapa saya pulang telat?” tanya Xella sambil mencuci piring bekas sarapan. “Mbok cuma bilang Mbak Xella masih di kampus.” “Mbok nggak bilang alasannya kenapa saya masih di kampus?” “Boro-boro mau bilang, Tuan Kai keburu pergi ke kamarnya karna ada telpon penting.” Xella menghela napas pelan. “Pantesan dia murka. Padahal saya mau cerita tapi dia keburu marah sama saya.” “Tuan Kai marah sama Mbak Xella?” Mbok Rum terkejut. Gadis itu mengangguk. “Iya Mbok. Perkenalan pertama saya dengan Bapak Kai, nggak ada manis-manisnya.” “Sabar ya Mbak, biasanya Tuan Kai nggak gitu kok. Orangnya baik dan jarang marah.” “Berarti saya orang yang bisa memicu kemarahan dia, Mbok.” “Lama-lama juga sikapnya membaik. Mungkin kemarin lagi capek jadi agak sensitif, Mbak.” Mbok Rum berusaha menenangkan Xella. “Ya semoga saja begitu. Tapi kesan pertama yang melekat di otak saya, Daddy-nya Zoe itu menyebalkan.” “Mbak, hati-hati nanti didengar sama Tuan Kai.” “Biar saja, biar dia tau kalau sikapnya itu salah. Masa artis terkenal, sikapnya begitu.” Gerutu Xella. “Oh iya Mbok, ada hal penting yang mau saya tanyakan.” “Apa?” Xella mengeringkan tangan ketika selesai mencuci piring dan gelas. Ia mendekati Mbok Rum yang tengah memotong bahan masakan. “Mbok, kenapa nggak bilang kalau sebenarnya Daddy dari Zoe adalah artis terkenal? Mbak Rum takut ya kalau aku nyebarin berita ini ke media?” “Bukan begitu Mbak. Lebih baik yang cerita Tuan Kai langsung atau Mas Ian. Si Mbok kan nggak ada hak, jadi lebih baik diem.” “Pantesan aja wartawan ke sini, ternyata rumah ini punya artis terkenal.” “Tapi bukan karna masalah Non Zoe mereka ke sini, tapi masalah lain.” “Terus Mommy-nya Zoe mana? Apa dia duda satu anak dan pernikahannya dirahasiakan?” Mbok Rum menatap Xella dengan tatapan menyelidik. “Tuan Kai belum cerita apa-apa?” “Belum Mbok. Gimana mau cerita kalau dengerin penjelasan saya aja dia malah pergi. Nggak asik banget, sikapnya kayak anak-anak.” “Mbak, jangan keras-keras.” Xella memutar bola matanya karena melihat Mbok Rum yang terlalu takut dengan Kai. “Duh, nggak bakalan didenger kok, Mbok. Takut banget sih artis favorit Mbok Rum marah karna dikritik.” “Jangan bikin perkara lagi, Mbak. Ikuti saja apa yang Tuan Kai mau, kita cuma bekerja yang nggak punya hak untuk protes apalagi Mbak mengeluh soal sikap Tuan Kai. Mbak Xella kan baru aja kenal sama Tuan Kai jadi wajar kalau masih kaku dan menganggap sikapnya ketus dan kaku.” Ucap Mbok Rum bijak. Ucapan Mbok Rum membuat Xella merasa tidak enak. “Maaf ya Mbok, saya cuma mau ngungkapin apa yang saya rasakan.” “Ada hal yang memang harus diungkapkan, dan ada hal yang memang lebih baik disimpan di dalam hati.” Setelah pembicaraan dengan Mbok Rum, saat ini Xella sedang memperhatikan dari jauh apa yang dilakukan Kai dan Zoe. Di taman, Kai terlihat fokus dengan ponsel di tangannya dan Zoe asik bermain ayunan. Hal ini semakin membuat Xella curiga dan penasaran. “Pasti ada rahasia yang disembunyikan Kai dan Mas Ian. Mbok Rum juga pasti tau soal ini. Kayak bukan anak sama bapak, sikapnya Kai terlalu dingin. Tapi Zoe malah bahagia banget sama Daddy-nya. Padahal semalem aku cari beritanya, sama sekali nggak ada berita soal Kai punya anak atau pun menikah. Apa mungkin keberadaan Zoe sudah disembunyikan sejak lama?” Xella sibuk dengan pikirannya. Tiba-tiba Kai menoleh ke arah dirinya berdiri dan hal itu membuat Xella panik. Cepat-cepat Xella pergi dari tempat tersebut dan memilih menyiapkan perlengkapan sebelum guru dari Zoe datang untuk mengajar. “Gawat nih, bisa-bisa dia murka lagi karna aku liatin. Dikira aku tukang ngintip sama si manusia nyebelin itu.” Gumam Xella sambil melangkah dengan cepat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN