GT-9

927 Kata
Ruang keluarga di kediaman Wijana mendadak menjadi tegang, nuansa ruangan yang di desain lebih hangat dan kekeluargaan itu berubah jadi dingin. Semua akibat tatapan pria paruh baya yang menatap tajam dan penuh tanda tanya kepada sepasang insan manusia yang duduk berdampingan, saling menundukkan kepala, sejak bermenit-menit mereka masuk ke dalam ruangan tersebut. Chantika tahu betul papa yang sangat disiplin, kepada setiap anaknya. terutama padanya, yang merupakan putri bungsu dan satu-satunya keluarga ini. Sekarang, Dia bahkan tak berani menatap mata tajam papa yang menatap penuh selidik. Papah Yudhi berdehem menetralkan pikiran-pikiran negatif terhadap putri dan temannya ini, duduknya yang terlihat santai dengan menyenderkan punggung ke sofa. tak menghilangkan wibawa serta ketegasan "Hm, jadi dari mana semalam kamu, Chantika?" Tanya Papa tegas "Setau papa, kamu sudah pulang semalam. Lalu kenapa, Saat papa bangun pagi untuk sarapan. kamu tak ada dimana pun, termasuk dikamar kamu? Ada yang mau kamu jelaskan, Chantika Ayudhia Wijana?" Telak sudah kemarahan sang papa, jika memanggil namanya saja lengkap seperti itu, tanda marahnya benar-benar dalam level tinggi. Mamah Tamara dengan lembut mengusap lengan suaminya "Pah" tegur sang istri mengingatkan, agar sang suami tak kelewatan pada putri kesayangannya. "Mah, kamu tau papa tak akan seperti ini. kalau putri papa tak seperti ini. Malam-malam keluar rumah tanpa memberitahu dan minta ijin ke kita, atau pun ke penghuni rumah lainnya, tau-tau pulang pagi."  "Om, ini bukan salah Chantika tapi salah saya" Riefaldi akhirnya memberanikan diri membuka suara, saat melihat suasana semakin memojokkan kekasihnya. "Ada yang mau kamu jelaskan kalau gitu, al?" Papa Yudhi beralih menatap Riefaldi tajam "Semalam saya ma--" Ucapan Riefaldi dipotong Chantika, dia yang tahu kalau riefaldi akan jujur, dan justru kejujurannya saat ini sangat tidak tepat. Malah akan semakin Membuat keruh situasi. "--Semalam Chantika ke rumah al, pah. Al sakit dia deman cukup tinggi, karena keluarganya sedang keluar kota. Hanya ada pekerja Rumah, jadi Chantika langsung ke rumahnya pas dapat telepon dari al. awalnya, Chantika hanya ingin memastikan kondisi al saja, tapi pas sampai sana, al terlihat sangat lemah. Jadi, Chantika merawat al, dan lupa untuk mengabari papah atau mamah" Chantika sangat tahu jika keluarganya terutama papah, paling tak suka yang namanya minuman yang mengandung alkohol. Karena mengakibatkan seseorang mabuk, dalam agama, jelas haram. Bisa habis, dia dimarahi tujuh hari tujuh malam. kalau tau semalam al mabuk di Kelab, dia menjemputnya ke sana. maka dari itu, dia terpaksa berbohong demi kebaikan bersama. "Maafkan aku papah, aku gak bermaksud jadi pembohong" tambah dia dalam hati. Tatapan mata papa Yudhi melembut setelah mendengar penjelasannya, Mamah yang mendengarnya pun ikut khawatir dengan kondisi riefaldi, yang sudah dia anggap putranya sendiri "Ya ampun, Cha.. harusnya kamu kabari mamah kalau seperti itu, terus sekarang bagaimana al, udah enakkan badan kamu? Kalian udah sarapan belum? biar mamah masakan bubur untuk kamu, al." mamah Tamara berniat untuk berdiri. Riefaldi menatap kedua bola mata indah kekasihnya, minta penjelasan--kenapa Chantika berbohong--melanggar perjanjian yang mereka sepakati tadi saat di mobil, yang akan jujur mengakui kesalahannya. kini pandangan tak enak dia alihkan pada mamah Tamara "Terima kasih tante, al sudah baik-baik saja sekarang. berkat Chantika." Mamah Tamara duduk kembali dia tersenyum "oh syukurlah kalau kamu sudah baikkan, kalian sudah sarapan?" "Sudah mah" kali ini Chantika yang menjawab. "Lain kali Chantika harus mengabari papa atau mamah, walau dalam kondisi apa pun termasuk seperti semalam, oke " Peringatan tegas papa yang membuat Chantika menganggukkan kepala. "Iya pah, maaf Chantika salah" Senyum hangat menghiasi wajah sang mamah, memandang putrinya penuh kehangatan dan kasih sayang "Tak apa sayang, tapi lain kali jangan seperti itu. Kamu tahu kejahatan di Jakarta sangat meningkat akhir-akhir ini, mamah dan papa hanya khawatir terjadi sesuatu pada kamu" Chantika harus berbohong pada orang tuanya, dan dia berjanji tidak akan pernah lagi seperti ini. *** Usai ketegangan pagi tadi, al pun pamit pulang. Sempat dilarang oleh mamah, masih mengkhawatirkan kondisinya, pas mengetahui dia sakit. Chantika baru saja membersihkan dirinya dan ganti pakaian dengan baju santai rumahan, hanya kaos dan celana pendek bahan selututnya. Dia membaringkan tubuhnya di ranjang, "ah nyamannya" gumamnya. Belum ada lima menit dia berbaring, suara ketukan pintu terdengar. Mama ijin masuk "sayang, mamah boleh masuk" "Ga dikunci mah, masuk aja" Mamah masuk ke dalam kamar, membiarkan pintunya terbuka. Dia berjalan mendekati putrinya yang masih berbaring, mengambil posisi duduk tepat di sampingnya. Tangan  lembut itu mengusap kepala Chantika, penuh kasih sayang seorang ibu "sayang, ada yang mau kamu ceritakan sama mamah?" Chantika memandang sang ibu dengan tatapan bingung. Dia pikir ibunya percaya, ah.. dia lupa jika kepekaan ibunya jauh diatas rata-rata. "Hm.. Mamah.." mengerutkan kening "Nggak ada yang mau aku ceritakan" Jawabnya "Yakin??" selidik sang mamah "Iya mah" Chantika Mengubah posisi tidurnya, dengan paha sang mamah menjadi bantalan kepala, tangan sang ibu terus mengelus rambutnya "Kalau dari pandangan kalian sih ada yang spesial" "Spesial? martabak kali mah!" "mau cerita atau mamah cari tahu sendiri?" Tampak mamah tak menyerah untuk menggali informasi pada sang putri bungsunya. "Ih seperti detektif aja mamah ini!" Chantika memajukan bibirnya sebal. "Cha, ibu itu punya kepekaan tersendiri pada anak-anaknya, mamah tahu sekali ada yang kamu sembunyikan. Mamah tak akan maksa kalau gitu. tapi, satu pesan mamah untuk kamu. Apa pun yang sudah jadi keputusan dalam hidup kamu, pasti semua ada risikonya, kamu sudah dewasa tahu mana yang terbaik untuk kamu, walau bagi mamah kamu tetaplah putri kecil mamah sampai kapan pun" Chantika melingkarkan tangan ke perut mamah, dia mendongkak untuk bisa saling menatap. Chantika sangat berubah jadi manja kalau sudah berdua dengan sang mamah "ah mamah, Chantika akan selalu jadi putri kecil mamah. tapi maksud mamah kenapa bicara seperti itu?" "Suatu hari nanti, kamu akan paham  maksud dari ucapan mamah ini" Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN