Baru 2 bulan Samara dinyatakan meninggal dan jenazahnya tidak pernah ditemukan Erick malah nekat menikahi Nayla walau keluarga besar Nayla menentang pernikahan ini termasuk Samuel papanya Samara.
"Putriku baru saja meninggal apa tidak sebeharga itu dia di mata kalian? " tanya Samuel merasa marah dan kecewa dengan keputusan mereka.
"Maafkan kami tapi kami saling mencintai om bahkan jauh sebelum Erick mengenal Samara. Aku berkorban perasaan untuknya dan merelakan Erick menikahinya. Jadi apa salah jika kami kembali bersama?" jelas Nayla tanpa memikirkan perasaan keluarganya.
"Suamiku sudahlah biarkan mereka menikah. Samara sudah tenang sekarang. Kita tidak punya hak melarang mereka menikah" ucap Putri mamanya Samara. Dia ikut marah dan kecewa tapi dia tidak punya kuasa untuk melarang Nayla menikah dengan Erick menantunya. Ayra dan Bara juga tidak setuju dengan keputusan putri mereka tapi Nayla tetap keras kepala untuk menikahi Erick.
Nayla dan Erick akhirnya resmi menikah sah secara hukum dan agama. Erick memboyong Nayla ke rumahnya. Axel papa tirinya Erick memasang sikap dingin saat menyambut Nayla menantu barunya. Dia masih merasa kehilangan Samara menantu kesayangannya tapi anaknya yang tidak tau diri itu malah kembali menikah setelah 2 bulan kematian Samara.
"Papa Nayla akan tinggal disini bersama kita" ucap Erick memberitahu papanya.
"Terserah kau saja" Axel langsung pergi memasuki kamarnya meninggalkan mereka berdua. Nayla kesal karena pria tua bangka itu terlihat jelas tidak menyukai kehadirannya.
"Sudah jangan diambil hati ayo ikut aku" ajak Erick. Mereka masuk ke sebuah kamar yang dulunya pernah ditempati oleh Samara.
Sementara itu Axel menatap foto Samara yang diam-diam disimpannya jika dia merindukannya. Dia menyadari perasaannya pada wanita yang menjadi menantunya itu. Samara mampu mencairkan hatinya yang membeku selama puluhan tahun. Rasa rindu sangat menyiksa dirinya selama 2 bulan ini dia tidak bisa bekerja dengan fokus. Setiap sudut dirumah ini masih menyimpan bayang-bayangnya.
"Samara aku yakin kamu masih hidup. Meskipun kamu mati sekalipun kau akan tetap hidup di hatiku" gumamnya menahan kepedihan di hatinya. Dia menaruh curiga dengan Erick dan Nayla karena mereka sama sekali tidak menunjukkan kesedihan mereka setelah Samara meninggal.
"Aku akan menyelidikinya sendiri. Jika memang benar kalian yang berada di balik kematian Samara aku tidak akan segan menjebloskan kalian ke penjara" Axel menyimpan kembali foto Samara di bawah lacinya lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sudah banyak tertunda.
****
Samara sudah keluar dari rumah sakit. Hariz membawa Samara ke apartemen miliknya karena wanita itu belum siap untuk pulang kerumah.
"Terima kasih kak sudah membantuku selama ini." ucap Samara sambil memeluk kakak sepupunya itu. Kalau Hariz tidak menyelamatkannya di danau pada waktu itu mungkin Samara pasti sudah mati.
"Iya sama-sama adikku. Kamu bisa tinggal di apartemen ini selama yang kamu mau. Kakak akan menyempatkan diri kesini jika tidak sibuk. Kalau ada apa-apa kamu tinggal telpon kakak oke" jelas Hariz sambil membalas pelukan Samara. Jantungnya berdebar-debar namun dia berusaha menutupi perasaannya ini.
Setelah itu Hariz pergi meninggalkan Samara seorang diri karena dia harus bekerja. Samara mulai merapikan baju-bajunya ke dalam lemari. Dia masih terbayang-bayang dengan kejadian malam itu. Malam yang sudah merenggut nyawa anaknya. Sampai mati Samara tidak akan pernah memaafkan mereka semua terutama Erick dan Nayla.
Dia sudah melihat foto pernikahan Erick dan Nayla. Mereka dengan kejamnya menikah setelah 2 bulan dia dinyatakan meninggal. Bahkan Nayla sudah hamil setelah sebulan menikah. Sedangkan dia tidak bisa hamil karena benturan keras di di perutnya saat kecelakaan yang menimpanya pada malam itu. Harapannya untuk hamil hanya 20% saja. Dia harus menjalani terapi dan pengobatan jika ingin hamil lagi.
"Aku akan merebut anakmu Nayla. Kamu bisa memiliki Erick tapi kamu tidak akan pernah mendapatkan cinta dari anakmu sendiri" dendam Samara.
Samara mengambil gunting dan memotong rambut panjangnya menjadi pendek sebahu. Sekarang tidak ada lagi Samara yang lemah dan mudah diinjak-injak.
Di tempat lain Axel sedang duduk mengerjakan pekerjannya. Nayla memperhatikan papa mertuanya itu yang terlihat tampan dan hot dibandingkan dengan suaminya sendiri.
"Papa aku ingin melihat apakah kamu akan tetap mempertahankan kesombonganmu jika aku menggodamu" Nayla membuatkan kopi untuk papa mertuanya dan menyuguhkannya di depan Axel.
"Pa ini kopinya" ucap Nayla sambil menunduk dan mempertontonkan gundukan bukit kembarnya yang besar dan menantang.
"Terima kasih" ucap Axel tanpa mau melihatnya. Nayla tak menyerah lalu duduk di pangkuan Axel dan mencium bibirnya. Axel sampai terlena dan membalas ciumannya karena sudah lama tidak pernah melakukan ini dengan seorang wanita. Nayla tersenyum dalam ciumannya. Dia membawa tangan Axel untuk meremas bukit kembarnya. Tiba-tiba saja Axel tersadar saat mengingat wajah Samara. Dia langsung mendorong Nalya dan mengelap bibirnya yang basah.
"Pergi !! jangan pernah melakukan hal ini lagi!! " usir Axel.
"Papa jangan munafik. Papa suka kan dengan ciumanku" ucap Nalya dengan percaya diri.
"Kalau kamu masih nekat aku tidak akan segan melaporkan tingkahmu pada Erick. " ancam Axel tidak main-main. Nayla tidak bisa berkutik mendengar ancaman Axel. Dia langsung pergi sambil menghentakkan kakinya. Cepat atau lambat dia akan mendapatkan hati papa mertuanya itu.
Axel menghela nafas berat. Kenapa dia malah tergoda dengan rayuan Nayla.Harusnya dia menolak wanita itu. Dia terus mencari bukti keterlibatan Erick dan Nayla dalam kasus kematian Samara yang terasa janggal. Tapi sampai saat ini belum ada titik terangnya.
Beberapa bulan kemudian Axel mendapatkan sebuah telepon yang tak dikenal. Axel mengangkatnya namun tidak ada suara sama sekali. Telepon itu terus menelponnya beberapa kali. Entah kenapa Axel yakin jika yang menelponnya adalah Samara.
"Samara apa ini kamu? " tanya Axel penuh harap. Sampai saat ini dia masih berharap jika Samara kembali lagi.
"Papa.. ini aku Samara" jantung Axel berdebar-debar saat mendengar suaranya. Suara yang dia rindukan selama ini. Ternyata Samara masih hidup seperti dugaannya.
"Sayang kamu kemana saja? kenapa kamu tidak kembali kerumah?
" Ceritanya panjang pa, apa kita bisa bertemu? tolong jangan beritahu yang lain jika aku masih hidup " ucap Samara dari ujung di telepon.
"Baiklah kita akan bertemu dimana? " tanya Axel.
"Papa datanglah ke apartemen Citra Grand City nomor 205 . Aku ada disana" jawab Samara.
"Papa akan segera kesana tunggu papa ya" Axel langsung mengenakan jaketnya dan langsung pergi kesana. Setelah sampai di apartemen Axel memencet bel nya beberapa kali. Tak lama kemudian pintu apartemen terbuka. Axel melihat wanita yang selama ini dia rindukan setiap harinya berdiri di hadapannya. Samara tampak berbeda dengan rambut pendeknya. Tubuhnya terlihat kurus kering dan wajahnya juga pucat.
"Papa apa kabar? " tanya Samara seraya menyunggingkan senyum di wajahnya. Axel langsung merengkuh tubuh Samara ke dalam pelukannya.
"Samara kamu sudah membuatku gila karena memikirkanmu. Terima kasih ya Tuhan engkau masih menjaganya untukku" ucap Axel sambil mencium puncak kepalanya.
"Papa ada yang ingin aku katakan padamu. Apa aku bisa meminta tolong pada papa? " tanya Samara. Axel melonggarkan pelukannya dan menatap mata Samara yang terlihat lelah seperti kurang tidur.
"Apa sayang? kamu bisa minta apapun pada papa" tanya Axel.
"Nikahi aku pa" pinta Samara membuat Axel terkejut bukan main.