Aura yang di dalam mengelilingi Dinar tak bisa berbuat apa-apa dengan Emely dan Sisca. Begitu juga dengan mereka berdua, tak bisa menarik untuk menyadarkan Dinar kembali. Sisca dan Emely memilih kembali ke mobil Keyra.
"Kenapa kalian kembali? Jaga Tanteku, dong. Akukan bisa merasakan keberadaan kalian," ujar Keyra.
Sisca dan Emely sontak kembali. Dia menjaga seperti apa yang diperintahkan, hanya bisa mengawasi tanoa bisa memegang kendali.
Tak berselang lama, akhirnya Dinar sampai di salah satu rumah makan yang tak jauh dari rumahnya. Terlihat Alva duduk di bangku yang berada di bagian luar. Dia tersenyum kala melihat Dinar datang menghampirinya.
"Hai, Sayang. Maafkan perbuatanku tadi, ya. Kamu jangan ninggalin aku begitu, loh. Nanti aku nggak bisa hidup tanpamu, loh," rayu Angga dengan mulut manisnya. Dia merayi di saat pelet itu benar-benar melekat di jiwa Dinar saat ini.
Sedangkan Keyra dan yang lain kehilangan jejak ke arah mana mobil Dinar melaju.
"Duh, ke mana ini, Bu? Telepon Dinar aja, suruh dia share lokasinya," pinta Dita.
Saat itu ibunya tanpa berpikir panjang, hendak menelepon anaknya itu.
"Jangan! Katanya mau sergap dia, nanti kalau nyuruh Tante Dinar share lokasinya yang ada Om Alva pergilah. Aku tahu ke mana mereka pergi, aku sudah meminta Sisca dan Emely mengawasinya. Mereka akan mencegah, jika Om Alva semena-mena dan berniat kabur." Keyra tetap dengan cara bicaranya yang santai kala mengatakan itu.
Dia menjadi penunjuk jalan menuju tempat yang di tuju Dinar tadi. Sesampainya di dekat Dinar, mereka hanya mengawasi dari kejauhan. Terlihat Alva dan Dinar bersikap selayaknya orang yang menjalin asmara pada umumnya. Tak ada pertikaian lagi antara mereka berdua, malah seolah-olah Dinar sekajap melupakan yang sudah terjaid antara antar dia dan Alva tadi.
"Ra, kalau kita tetap di sini bisa-bisa semua berkas penting kita dibawanya pergi gimans?" tanya neneknya.
"Papa dan Om Dandi sudah sampai mana? Biarkan mereka yang mengurus soal itu. Tante Dinar dan Om Alva tak akan bisa pergi, selama ada Sisca dan Emely berada di sana. Mama sedang ada Adek di dalamnya nggak usah macem-macem," tegur Keyra.
"Oh iya, Mama lupa tanyakan keberadaan Dandi sama Papa. Bentar aku telepon dulu." Dita segera menghubungi mereka. Sekalian menginfokan keberadaan yang pasti.
Tetapi, baru meraih ponselnya tiba-tiba sudah berdering terlebih dahulu.
"Halo, Pa. Kalian di mana?" tanya Dita.
"Di jalan A Yani ini, Sayang. Kalian di mana?" tanya Andre balik di seberang telepon.
"Aku share lokasinya aja, ya. Biar lebih jelas aja, aku matikan dulu ini," ujar Dita lalu memutuskan panggilannya.
Andre segera membuka pesan tang dikirimkan Dita. Saat mereka melihat, ternyata berada di daerah dekat dengan saat ini dia dan Dandi berhenti.
"Dan, mereka di dekat rumah makan samping hotel Pradana." Andre memberitahukan ke Dandi.
Dandi kembali melajukan mobilnya menuju tempat yang diberitahukan ke mereka.
"Kok ada sih, cowok macam itu. Kukira main pelet, sihir hanya untuk orang terdahulu. Baru tahu jaman milenial masih ada seperti itu. Mana semua itu dibuat morotin harta cewek saja, malas kerha atau gimana sih itu dia," gumam Dandi merasa heran dengan kelakuan Alva.
"Mungkin saja. Selama ini, dia selalu bilang cari kerja, tapi masa pacaran hamoir setahun sama Dinar nggak dapat kerja. Dia cari kerjanya di alam mimpi sih, makanya nggak kerja-kerha," jawab Andre yang merasa kesal, sebab Alva sudah memanfaatkan adik iparnya.
"Sumpah, aku pengen mukul wajah tuh, orang. Oke soal fitnah denganku nggak masalah, tapi kalau untuk ini rasanya susah banget buat memaafkannya." Dandi merasa geram dengan perilaku Alva terhadap Dinar. Mereka putus hubungan disebabkan oleh fitnahan Alfa, di tambah lagi dia membuat onar dengan menguras harta benda yang selama ini dikumpulkan Dinar dari hasil kerja kerasnya.
"Tahan emosimu, Dan. Ini negara hukum, sekarang pikirkan bagaimana membawa Dinar pergi tanpa ada perlawanan dari dia gitu aja," tegur Andre.
Andre dan Dandi tahu, jika saat ini otak Dinar terkendali dengan pengaruh pelet itu. Dia pasti akan lebih nurut dengan setiap ucapan yang dikatakan oleh Alva dari ada mereka nantinya.
Dari kejauhan, terlihat mobil yang digunakan Dita terparkir di seberang jalan rumah makan yang di maksud itu.
"Itu, Dan." Andre menunjuk ke mobil yang terparkir di pinggir jalan. Dia tahu, jika itu yang mengendarai mertua, anak dan istrinya.
Terlihat Dita dengan perutnya yang besar, keluar dari mobil.
"Kak Dita," gumam Dandi.
Dandi memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil Dita. Lalu dia segera turun mempertanyakan keberadaan Dinar saat ini.
"Bagaimana, Kak? Dinar di mana?" tanya Dandi tampak khawatir.
"Itu." Dita menunjuk ke arah rumah makan. Terlihat Alva dan Dinar zedang berbicara. Entah apa yang saat ini mereka bicarakan, mereka terlihat asik dan belum menyadari jika ada keluarga Dinar sedang mengintai mereka.
Setelah Dandi mengetahuinya, dia yang tersulut emosi seketika berjalan hendak menghampiri mereka berdua.
"Pa, kejar dia. Bisa-bisa buat keramaian tuh di sana," pinta Dita.
Mereka memutuskan untuk mengekor di belakang Dandi sebelum dia membuat kegaduhan di sana. Saat Dandi semakin dekat, terlihat Alva menyadari kedatangan mereka. Dia menatao dengan mata yang terlihat panik.
"Mereka," gumam Alva.
Dia beranjak dari tempat duduknya, sembari meraih berkas-berkas yang tadi dibawa oleh Dinae.
"sayang, kamu mau ke mama?" tanya Dinar meraih tangan Alva.
Alva dengan kasar menghempaskan tangan Dinar, lalu berjalan cepat menuju mobil yang tadi mereka gunakan.
"Sayang, mau ke mana?" Dinar terus mengekor di belakang Alva dan mencegah dia untuk pergi. Lagi-lagi Alva menghempaskan tangan Dinar dengan kasar sehingga dia terhuyung hendak terjatuh.
Tapi di saat itu, tingkah laku Alva malah membuat Emely dan Sisca marah. Mereka memegang kedua kaki Alva satunpersatu hingga dia tak dapat berjalan. Alva yang sebelumnya melangkah, tiba-tiba dia susah saat hendak menggerakkan kakinya.
"Hah, kenapa ini?" gumam Alva.
Dandi semakin mendekat dan Alva tak dapat menggerakkan kakinya.
"Loh, kok ada yang aneh dengan tingkah Alva?" ibunya Dinar bertanya-tanta saat melihat dia panik dan malah tetap berdiri di tempat yang sama.
"Tenang, Nek. Salah sendiri mau kabur, biar tahu rasa digelendotin sama Sisca dan Emely. Nggak akan bisa lari tuh orang," jawab Keyra.
Seketika ibunya Dinar tersenyum dan membelai rambut Keyra dengan lembut. "Kamu itu ada-ada saja."
Dandi saat ini tepat di depan Alva dan Dinar. Dianr menatap Dandi dengan ketus, berbeda saat seerti di rumah tadi.
"Serahkan semua berkas itu padaku. Kamu cowok gila, ya. Seorang pria harga dirinya adalah berkeja, bukan meminta-minta. Dasar lrang nggak tahu malu," hardik Dandi, lalu dia dengan cepat meraih semua berkas itu dari tangan Alva.
"Sayang, bantuin aku, dong. Dia ambil semua yang kamu berikan ke aku," rengek Alva ke Dinar.
Tentu saja, Dinar yang masih terpengaruh malah memilih membantu Alva dengan membelanya.
Plak!! Tamparan keras mendarat di pipi Dandi saat ini.
"Dinar, jangan bego kamu!" cecar Dita yang saat ini bergabung bersama mereka berdua.
"Sudah, Kak. Ini bukan saah Dinar, lebih baik kita bawa cowok ini ke kantor polisi. Jangan sampai ada korban lain, biarkan Dinar sebagai korban terkahirnya." Dandi menatap ke arah Dinar yang wajahnya terlihat ketus tetapi sorot matanya yang terlihat kosong. "Kak, kita segera bawa ke kantor polisi saja."
"Lepaskan aku!" Alva meminta Andre dan Dandi melepaskan tangannya dari tangan Alva.
"Kak Andre, kalian ini apa, sih? Memang itu kemauanku untuk memberikan itu semua, kenapa kalian seperti ini. Kenapa memilih mendengarkan perkataan Dandi?" ujar Dinar marah terhadap mereka semua.
"Hei Dinar, ada jaminan apa kau membelanya, hah? Kau mau jadi miskin gara-gara cowok tak mau diuntung itu? Jangan gila kamu!" hardik Dita, dia yang paling sensitif di sini meski tahu jika Dinar sedang terpengaruh dengan ilmu hitam ini.
"Sayang, jangan terbawa emosi. Biarkan kita di sjni samapi nunggu polisi datang ke sini." Andre berkata seperti itu dengan menghadap ke adah Dandi. "Kita tidak bisa tinggal Dinar bareng sama Mama dan Dita. Dinar pasti akan melawan."
"Iya, Kak. Kita jaga dia di sini sampai polisi tiba," jawab Dandi.
Keyra tiba-tiba duduk dan ambil posisi seperti orang yang sedang ngobrol dengan seseorang.
"Pegangin terus itu Om Jahat, biar dia kapok. Makasih, ya. Aku gambar kalian nanti kalau pulang, oke." Keyra berbisik ke telinga Sisca.
"Iya, Rara," jawab Sisca dengan suaranya yang selalu datar.
Sedangkan Dita bergegas menelepon polisi, meski Dinar terlihat marah dan tak suka terhadap keputusan mereka. Lalu, tak berselang lama polisi pun datang. Saat itu, Sisca dan Emely di beri aba-aba oleh Keyra untuk melepaskan kaki Alva.
"Kalian sebaiknya juga ikut ke kantor polisi untuk dimintai kesaksian," pinta Pak Polisi.
"Baik, Pak." Mereka menjawab hampir bersamaan.
"Dinar semobil dengan Keyra dan Dandi. Biar aku bawa Mama dan Dita," pinta Andre.
"Iya, Kak," jawab Dandi.
Meski Dinar terlihat ketus tetapi dia ikut masuk ke dalam mobil Dandi. Keyra malsh dengan senang hati, tentunya di tekani dua makhluk halus yang setiap terhadapnya itu.