Bab 11

1516 Kata
Sepanjang perjalanan tak ada pembicaraan antara Dandi dan Dinar. Kalau pun Dandi membuka percakapan, si Dinar enggan menjawabnya. Padahal sebelum ia terpengaruh kembali, justru Dinar baik-baik saja dan antusias untuk proses penyembuhannya. "Om Dandi, kenapa kalian nggak bareng lagi, sih? Aku tuh, nggak suka sama Om Alva. Ganteng doang, kalau jahat buat apa," gumam Keyra sesaat sebelum sampai. "Apa sih, kamu. Masih kecil juga sukanya ngurusin orang aja. Diam aja," tegur Dinar merasa tak suka dengan perkataan Keyra. "Dinar, namanya anak kecil kalau sedang tanya ya dijawab dengan baik, dong. Diberikan pengertian yang bagu, nggak perlu bentak-bentak seperti itu," tegur Dandi dengan lembut. "Diam! Kalian memang sama saja!" Dinar saat ini malah selalu tersulut emosinya walaupun seele apapun,makanya Dandi memilih untuk diam dari pada memperkeruh suasana. Sesampainya di kantor polisi, Dinar bergegas berlari menghampiri Alva yang di gelandang oleh polisi. Begitu juga dengan Dandi dia yang mencoba menenangkan Dinar agar tak membuat kerusuhan. "Pak, lepaskan pacar saya. Dia nggak bersalah, lepaskan dia," pinta Dinar dengan memohon memegang tangan salah satu polisi. "jelaskan di dalam kantor, ya. Kita butuh kesaksian kalian," jawab pihak kepolisian. "Dinar, kita ikutin prosesnya ya, Nak. Jangan buat keributan," pinta ibunya. "Dan, mending dia di ajak menjauh aja, deh. Dia masih terpengaruh dengan si brengs*ek itu, pasti merusak segalanya." Dita yang merasa kesal mengusir Dinar agar menjauh. "Iya, Kak." Dandi hendak menggandengan tangan Dinar, tetapi dengan kasar tangan Dinar menghempaskan tangan Dandi. Dia menolak ajakan Dandi untuk menjauh. "Aku mau temenin, Alva. Kalian kenapa, sih?" Dinar benar-benar tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuknya. Tetapi, lagi-lagi mereka hanya tak bisa memperlakukan dengan kasar sebab dia masih terpengaruh akan hal itu. Sehingga Dinar dengan terpaksa mengikuti Dandi untuk duduk di halaman kantor polisi. Sedangkan Alva dan yang lain dibawa masuk ke dalam ruangan. Mereka dimintai kesaksian, tetapi berkali-kali Alva berkilah jika melakukan kejahatan. "Ceritanya bagaimana? Jelaskan pelan-pelan, biar kami mudah memprosesnya." Pihak kepolisian meminta keterangan. "Dia itu pacar adik saya, tepatnya menipu adik saya. Dia selama ini selalu meminta uang kepada adik saya. Nah, puncaknya hari ini, dia ketahuan selingkuh tak berselang lama dia kembaki menelepon adik saya meminta sertifikat rumab dan beberapa surat bpkp milik mobil kami. Semua itu dengan aliran ilmu hitam untuk mempengaruhi Dinar adik saya ktu, Pak." Dita yang memilih untuk menjelaskan ke pihak kepolisian itu. "Bohong, Pak. Apa buktinya kalau saya melakukan itu semua. Saya dijebak, Pak. Memang pacar saya mau berikan itu semua, tetapi dengan keinginan dia sendiri. Kalau nggak percaya, bisa tanyakan langsung ke dia yang berada diluar sekarang," elak Alva. Pihak polisi akhirnya memutuskan untuk memanggil Dinar untuk dimintai kesaksian. Tentu saja, Dinar saat ini tetap membela Alva. Walaupun ada penolakan dadi kedua kakaknya dan ibunya, tetapi Dinar sebagai korban pun mengiyakan perkataan dari Alva. Sehi gga polisi juga tak bisa memproses masalah ini lebih jauh, sebab juga tak ada bukti yang memberatkan Alva saat ini. Akhirnya, dari kesaksian Alva dan keterangan Alva pihak kepolisian tak bisa menjatuhkan sanksi jika dia besalah. Keluarga Dinar yang merasa keberatan pun tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka hanya bisa menjaga Dinar dan mencoba mencari solusi lain agar Dinar tak semakin jauh diperalat oleh Alva. "Dinar kita harus pulang. Kita nggak bisa terus-menerus membiarkanmu bertemu dengan orang yang jahat seerti dia!" cecar Dita. "Hahaha silakan." Alva justru tersenyum kala mengatakan seperti itu. Dia bersikap seakan-akan tak pernah berbuat licik terhadap mereka. Dinar pun di bawa pulang masih dengan di temani oleh Dandi dan Keyra di dalam mobilnya. Lagi-lagi mereka hanya berdiam diri tanpa ada satu patah kata apaun yang keluar dari mulut mereka berdua. Sedangkan Keyra, dia malah ngobrol dengan Emely dan Sisca yang gak pernah terlihat oleh siapapun. "Om sudah dapat daun apa tadi itu?" tanya Keyra untuk memulai percakapan. "Sudah, Ra. Nanti, Om sama Papa kamu berpikiran untuk kembali memanggil Pak kyai. Semoga Tantemu mendapat pertolongan dari pengaruh gaib itu," jawab Dandi. "kenapa kamu jadi ikutan si Rara, sih? Dia aja dari dulu memang gak suka sama si Alva, kan? Jangan seerti anak kecil dong," hardik Dinar. Dandi sengaja hanya menatap ke arah Dinar tanpa menjawabnya. Dia tak ingin Dinar merasa kesal kepada dirinya. Sesampainya di rumah keluarga Dinar, tampak mobil ayah Dinar sudah terparkir di sana. Ternyata Ayah dan Pak Kyai saat ini duduk di teras sedsng mengobrol. "Itu Pak kyai, Om. mungkin tadi dipanggil Kakek sekalian?" Keyra bertanya-tanya. "Mungkin, Ra. Ayo, turun," ajak Dandi. Mereka semua sudah berkumpul. Saat Dinar menatap Pak kyai dari sorot matanya sudah terlibat tak suka akan kehadirannya. Wajah Dinar pun tak seperti biasanya. Ketika yang lain saling berbicara dan di saat itu juga Dinar berangsur masuk ke dalam rumah. Dia menghindari dari mereka semua. Dita yang spontan hendak mengejarnya, seketika dihentikan oleh Pak Kyai. "Sudah, biarkan dia sendiri dulu. Katanya daun bidaranya sudah dapat, ya?" tanya Pak Kyai. "Iya, Pak. Ini." Andre papanya keyra pun memberikan daun itu kepada Pak Kyai. "Jadi bagaimana? Apa ini semua langsung kita laksanakan. Sepertinya dia kembali terpengaruh dengan ilmu pelet itu," ujar Pak kyai. "Ya begitulah, Pak. Kami bingung, harus bagaimana agar dia tak ke.bali terpengaruh. Apa setelah cara pengobatan ini ada jaminan dia tak berpengaruh kembali dengan ilmu sibir atau apalah itu?" tanya Dita. "kembali lagi, kita hanya bisa berpasrah dan meminta pertolongan kepada sang maha kuasa. Kita usahakan untuk membuang pengaruh gaib dalam tubuhnya dan juga kita coba pagari dirinya agar terhindar, bukan berarti tidak bisa. Kita yang namanya manusia, tidak bisa menjamin seratus persen. Kita bisanya hanya berusaha dan berikhtiar kepadanya," jawab Pak kyai. "Terus dengan cara bagaimana kita memagarinya?" tanya Dita yang begitu tampak penasaran. "Kita lakukan satu persatu, ya. Yang terpenting kita berusaha membuang oengaruh peletnya dulu, kala masalah pagar itu harus dalam kesadaran Nak Dinar juga. Dekatkan diri pada sang maha pencipta, niscaya pagar kehidupan selalu dijamin olehnya," jawab Pak Kyai. "kita siapkan sekarang saja ya, kita masuk ke dalam rumah dahulu boleh?" Pak Kyai meminta izin. "Silakan, Pak." Ayahnya Dinar yang cekatan mengajak beliau masuk. "Boleh siapkan satu ember air bersih di dalam kamar mandi yang cukuplah untuk mandi bersih si Dinar nantinya. Oh iya, untuk embernya jangan ember yang biasanya untuk cuci-cuci, ya. Nantinya air itu juga bakal diminum ileh si Dinar." pinta Pak kyai lagi. "Bisa, Pak." Ayahnya Dinar lagi yang segera menyiapkan air di dalam kamar mandi yang berada di dekat kamar Dinar. Bemiau malah sengaja menggunakan air galon isi ulang yang beliau gunakan untuk anaknya. "Lalu, apalagi, Pak?" tanya Ibunya Dinar. "Boleh meminta alat untuk menumbuk daun ini?" pinta Pak Kyai. Andre dengan cepat mencari alat tumbuk ke dapur. Lalu segera ia berikan ke Pak Kyai. "Biar saya bantu siapkan, nanti kalau saya meminta bantuan segera bantu, ya," jawab Pak Kyai. "Baik, Pak," jawab mereka semua. Beliau segera mengembalil tujuh lembar daun bidara yang masih hijau segar, kemudian beliau tumbuk-tumbuk hingga halus. Setelah itu, beliau beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Saat hendak masuk kamar mandi, terlihat Pak Kyai komat kamit membaca ayat suci alquran diantaranya Baca ta’awudz: a-‘uudzu billahi minas syaithanir rajiim, Ayat kursi (QS. Al-Baqarah: 255),QS. Al-A’raf, dari ayat 117 sampai 122, QS. Yunus, dari ayat 79 sampai 82,QS. Taha, dari ayat 65 sampai 70,Surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Setelah cukup lama, beliau melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi dan mencampurkan tumbukan daun bidara itu dengan air bersih yang memang sengaja disiapkan untuk itu. "Boleh minta tolong ambilkan gelas," pinta Pak Kyai. Siapa yang terdemat tanpa menjawab bergegas mengambilkannya, lalu di berikan ke Pak kyai. Beliau terlihat mengambil gelas itu. "Ini, berikan ke Dinar kalau bisa minum di atas tiga kali. Semoga usaha kita untuk menyembuhkan diijabah oleh sang maha pencipta, ya," ujar Pak kyai sembari memberikan air itu ke ibunya Dinar. "Setelah itu gunakan air yang saya beri tumbukan air di kamar mandi untuk mandi sekarang." Apa yang djperintahkan untuk pak kyai segera dilaksanakan oleh keluaraga Dinar. Dia pun tak ada penolakan kala yang meminta itu ibu ataupun ayahnya sendiri. Dinar pun segera mandi. Sembari menunggunya, yang lain kembali duduk di sofa ruang tamu kembali. "kita melakukan ini harus beberapa kali sampai melihat ilmu itu benar-benar musnah dalam tubuhnya. Kita lihat perkembangan itu semua," kata Pak kyai. Setelah menunggu lama, akhirnya Dinar pun keluar. Dia menghampiri keluarganya. Dia terlihat lebih lembut nada bicaranya dari pada sebelumnya.Memang pengaruh itu belum seratus persen hilang, tetapi berkat mandi dan menggunakan daun bidara, semua terlihat lebih baik. "Ayah, Ibu dan yang lain, maaf jika kata-kataku sebelumnya menyakitkan. Sebenarnya dalam lubuk hatiku itu, ingin tak seerti itu. Entah, semua terasa aneh apalagi saat di dekat Alva." Dinar menundukkan kepalanya. Dia merasa tak enak hati, terutama dengan kedua orang tuanya yang selama ini selalu menasehati dan melarang untuk berhububgan dengan Alva tetapi selalu ia bantah. Orang tua Dinar dan yang lainnya mencoba memahami, sebab mereka sadar itu semua bukan kehendak dia diperalah seperti itu. "Sekarang, semua nomor telepon Alva dan semua yang berhubungan dengan dia kamu hapus, deh. Aku nggak mau kamu terpengaruh lagi," ujar Dita. "Iya, Kak. Maafkan aku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN