“Ayah tidak boleh bersikap buruk! Sampai kapan Ayah bersikap seperti landak ke semua orang? Nanti aku bisa dijauhi Bibi dan Adik! Ayah keterlaluan huuuwaa!” Benjamin menangis sekuat-kuatnya; mulut terbuka lebar mirip ikan, pipi merah merona, mata terpejam, dan air mata meleleh seperti tetes hujan di atas kaca jendela. Aku hampir saja mencurigai kelakuan Benjamin sebagai salah satu siasat cerdik, sama seperti yang pernah dia lakukan kepadaku ketika di Nefrau, tetapi praduga pun lenyap ketika dia kembali memelukku dan aku tanpa sengaja menyentuh pipi dan lehernya. Suhu tubuh Benjamin terbilang cukup tinggi. Luar biasa dia tidak pingsan di tempat dengan suhu tubuh sedemikian. Lantas aku mulai menduga alasan Elijah bersedia datang kemari bersama putranya. Satu, Benjamin demam dan, seperti