Musibah?

1464 Kata
Jessica kira dengan melihatnya seperti ini maka Hans akan menuruti keinginannya, tapi ternyata nihil. Hans memang mengajaknya makan disebuah restoran, namun bukan restoran mahal yang seperti Jessica inginkan. Makanannya pun terbilang cukup sederhana. Mau marah dan menangis tapi tenaganya sudah benar-benar habis. Jessica hanya ingin makan dan mengisi perutnya sekarang, entah dengan makanan apapun ia tak peduli yang penting perutnya bisa terisi. "Saya sabar Jes, saya sedang berusaha sabar sekarang menghadapi kamu. Sekarang situasinya benar-benar urgent dan kamu harus memberi makan anak saya dengan semua makanan ini, atau kalau enggak, kamu bisa membahayakan janin tidak berdosa yang sedang tumbuh didalam rahim kamu. Seumur-umur baru kali ini saya menemukan wanita seperti kamu, sebawel-bawelnya pasien saya, nggak ada tuh yang sampai kayak kamu ini kelakuannya, absurd banget. Ayo makan!" Hans mencoba melunakkan hatinya dengan cara mengikuti kebiasaan Jessica yaitu makan disuapi, pria itu tampak menyodorkan sesuap nasi, daging dan sayur ke mulut Jessica yang masih tampak tertegun. "Kenapa? Nggak mau?" Hans menatap wajah Jessica penuh intimidasi membuat wanita itu akhirnya mau tak mau mengalah dan akhirnya memakan makanan yang Hans berikan padanya dengan terpaksa. "Kamu harus mulai belajar mengimbangi saya, saya nggak mungkin mengimbangi kehidupan kamu karena saya bukan tipe orang seperti itu. Ayo! Makan dan habiskan, tuh! Bisa kan makan makanan begini tanpa harus makanan restoran mewah. Nggak ada bedanya, makanan ini juga semuanya sehat. Kamunya aja yang memang punya gengsi setinggi langit." Hans masih saja mencecarnya membuat Jessica benar-benar menahan kekesalannya sekarang. Banyak yang bilang kalau dr. Hans itu cool dan nggak banyak omong. Bahkan kakak iparnya juga bilang seperti itu, namun nyatanya apa? Mulut Hans malah lebih mirip seperti nenek-nenek. "Kalau nurut dan diem gini kan manis." Puji Hans tanpa sadar. "Uhuk-uhuk!" Dan hal itu malah membuat Jessica terbatuk-batuk karena tersedak. "Astaga kamu ini, pelan-pelan dong! Ayo minum dulu." Hans tentu terkejut dan khawatir, lantas ia segera menghampiri istrinya dan duduk disampingnya, menyodorkan segelas air dan meminumkannya secara perlahan kepada Jessica yang jantungnya kini mulai berdetak tidak karuan. "Kamu ini anak mami banget ya Jes, mimpi apa saya bisa nikah sama kamu." Gumam Hans sambil mengusap kepala Jessica. Mungkin bagi Jessica perkataan Hans barusan membuatnya benar-benar merasa sangat kesal, tapi usapan lembut dikepalanya membuat kekesalan yang ia rasakan seakan sirna entah kemana. Wanita itu pun segera memalingkan wajahnya yang memerah, jangan sampai dokter menyebalkan ini tahu jika dirinya sedang salah tingkah sekarang. "Bawel banget mulut kamu dari tadi." Ungkap Jessica. "Hm? Apa?" Hans tampak terkejut mendengar ucapan Jessica yang sejak tadi hanya diam tanpa kata. "Enggak. Nggak ngomong apa-apa tuh." Jessica memasang senyuman masamnya namun hal itu malah membuat Hans merasa geli. "Dasar, untung kamu cantik." "Terus kalau aku jelek, kamu nggak mau kan nikahin aku?" Tanya Jessica. "Ya nggak lah, saya bukan tipe pria yang suka lari dari tanggung jawab. Meskipun itu bukan kesalahan saya sekalipun tetap saya pasti akan tanggung jawab Jes. Cantik sama jelek bukan masalah, kecantikan seorang wanita itu relatif dan saya pun nggak pernah memandang fisik. Dapat istri cantik itu bonus, tapi kalau buat saya dapatin kamu sekarang itu bukan bonus." "Terus apaan?" "Musibah." Canda Hans, namun Jessica malah menganggap hal itu serius. "Iiihhh... Pedes banget sih tuh mulut kayak cabe rawit." Jessica yang kesal pun segera menjewer kuping Hans cukup keras sehingga membuat dokter tampan itu merintih kesakitan. "Iya Jes sorry-sorry cuma bercanda, adu-duh sakit, udah-udah!" Hans pun segera menggosok telinganya yang terasa sakit, sedangkan Jessica kini tengah mengatur emosinya. "Dimana-mana laki-laki yang dapatin aku pasti akan merasa sangat beruntung, karena apa? Aku ini tuan putri, aku menjaga seluruh tubuhku dengan baik, dari ujung kaki sampai ujung kepala, semuanya aku rawat dengan sedemikian rupa nggak ada cacat sedikitpun. Kamu pun jangan munafik, kamu begitu menikmati permainan kita waktu itu bahkan sampai minta nambah berkali-kali." Sindir Jessica. "Apaan? Jangan bercanda kamu saya bukan pria seperti itu, saya bukan maniak seks." "Aku nggak pernah bercanda, itu emang kenyataan. Nanti malam, kamu mau ulangi lagi? Nggak masalah sih, toh sekarang aku juga udah jadi istri kamu, kalau kamu mau silahkan aja. Buktikan semua ucapan aku." "Enggak, nggak perlu. Saya nggak butuh semua itu. Terimakasih." Tolak Hans membuat Jessica merasa kecewa karena ia ditolak, hello! Seorang Jessica gitu loh, selama ini ia dikejar-kejar dan ditawar-tawar. Tapi sekarang? "Terserah aja. Aku mau makan lagi." Pintanya. "O-ya-hm?" Dan Hans malah salah tingkah gara-gara ucapan Jessica, dasar munafik. "Aku mau makan dok, anak kamu mau daging sapi Kobe, tapi kamu malah kasih aku makanan ini." "Stop merengeknya Jessi! Ayo makan dan habiskan!" Hans pun kembali menyuapi istrinya dengan sabar. Meskipun bukan daging sapi Kobe yang seperti ia inginkan, namun Jessica cukup bersyukur karena makanan yang Hans suapkan padanya bisa diterima dengan baik oleh perutnya. *** Setelah makan cukup banyak, setibanya di apartemen, Jessica pun segera mandi dan membersihkan dirinya. Mandi pun ia lakukan dengan asal-asalan sambil menggerutu, bagaimana tidak. Selama berada di apartemen kecil milik Hans, Jessica diharuskan bisa melakukan hal sendiri termasuk mandi. Padahal saat mandi pun ia sudah terbiasa dilayani, bagaikan seorang putri, Jessica memang tidak biasa melakukan segalanya secara mandiri. "Tunggu-tunggu! Apa-apaan ini? Kenapa rambut kamu masih ada shampoonya? Lihat busa ini, yang bener aja Jes, masak kamu mandi aja harus ada yang bantu juga?" Hans menatap Jessica tak percaya, tak percaya jika istrinya ini benar-benar membuatnya semakin gila. "Hiks, aku kangen nanny aku dok, namanya Miranda. Dia biasa bantuin aku mandi. Sekarang nggak ada Miranda, aku bingung harus mandi kayak gimana." Oh Tuhan kejutan apa lagi ini, kepala Hans rasanya benar-benar ingin meledak sekarang juga. "Jessi kamu jangan bercanda, bahkan untuk urusan mandi sekalipun kamu harus ada yang melayani. Ya ampun, aku bisa gila. Tuhan... Kuatkan aku." Hans mulai mengacak rambutnya dengan frustasi. Bagaimana mungkin ini semua bisa terjadi pada hidupnya. Ia memiliki istri tapi seperti sedang memiliki seorang bayi. Mandi minta dimandikan, makan minta disuapi, tidur minta ditemani, lalu apa lagi? Jangan-jangan pup juga minta dicebokin, ya ampun... ? "Ayo! Saya bantu untuk membilas rambut kamu sekarang ayo!" Dengan berat hati, Hans pun menarik tangan Jessica dan membawanya kembali ke kamar mandi. Kamar mandi di apartemen Hans hanya ada satu dan itu pun letaknya di sebelah dapur. Jessica tampak ogah-ogahan tapi rambutnya kan masih ada shampoonya, alhasil wanita itupun mengikuti ajakan Hans yang akan membantunya membilas rambut. "A-aku, aku buka baju aja yah." Ujar Jessica membuat Hans membulatkan matanya. "Enggak perlu! Ngapain juga kamu pakai buka baju?" "Nanti kaosku bisa basah dok, aku baru aja ganti kaos. Mandi kan harus naked, gimana bisa bersih kalau aku masih pakai baju." Ya ampun wanita satu ini, sok polos atau sedang pura-pura polos sih. Bagiamana mungkin dia bisa berkata segampang itu didepan seorang pria normal seperti Hansel? "Hentikan ocehan kamu sekarang juga Jes! Udah, nurut aja sama saya. Nggak usah lepas baju segala. Lagian kamu udah mandi kan, sekarang cuma bilas rambut kamu aja yang masih ada shampoonya." Tutur Hans. Jessica pun akhirnya merunduk dan Hans mulai membilas rambut panjang Jessica menggunakan air. "Kangen pijatannya Miranda." Gumam Jessica. "Jes please... Ini bukan rumah kamu, tapi ini adalah apartemen saya. Tolong belajarlah mulai sekarang, kamu yang menginginkan semua ini itu artinya kamu juga harus siap menerima segala konsekwensinya." Jelas Hans membuat Jessica akhirnya terdiam dan merenungi setiap ucapan suaminya itu. Hans memang benar, mulai sekarang Jessica harus bisa belajar untuk mengimbangi pria itu, meskipun ia rasa akan sangat sulit, tapi Jessica harus bisa melakukannya. 'Aku kangen mami, mami sebenarnya kemana sih? Kenapa nggak pernah tanya kabar aku? Apa dia nggak tau kalau anaknya lagi hidup menderita kayak gini?' gumam Jessica dalam hati dengan mata berkaca-kaca. Melihat itu, Hans sebenarnya merasa kasihan. Namun jika ia terus merasa kasihan dan menaruh simpati terlalu dalam, Hans takut jika nantinya ia akan tertarik pada Jessica. Tapi tidak mungkin juga, melihat Jessica seperti ini, cantik sih cantik, tapi kelakuannya sungguh membuat pria manapun pasti akan langsung menyerah. Untung Hans sabar. "Setelah ini tidur." "Pengen di puk-puk." Pinta Jessica. "Hhh..." Hans kembali mengusap wajahnya dengan frustasi, menghela nafas dan rasanya ingin sekali menggigit pipi Jessica karena saking gemasnya. Sabar Hans sabar, jika saja Jessica sedang tidak mengandung anak Hans, mungkin sekarang Hans sudah mengusir wanita itu pergi dari hidupnya. Jelas! "Ya, nanti saya bisa melakukannya. Sekarang keringkan dulu rambut kamu. Saya ambilkan handuk baru." "Serius? Dokter mau puk-puk p****t aku?" Tanya Jessica dengan penuh antusias. Sejak kemarin ia hanya tidur sendiri dan ia benar-benar tidak bisa tidur. "Y-ya, iya. Oke! Saya akan melakukannya. Puas?" "Asyik... Makasih dok, gitu dong! Dokter harus ngertiin aku juga, jadi jangan aku aja yang disuruh ngertiin dokter." Jessica tiba-tiba saja memeluk Hans dengan erat, kedua dadanya yang cukup besar dan kenyal sontak menempel pada perut Hans dan hal itu menimbulkan denyutan yang sangat membahayakan. "Ya-ya." Hans yang memerah, ia sedang berdiri kaku dengan kedua kaki merapat karena menahan sesuatu. 'Sial-sial-sial!' umpat dokter tampan itu dalam hati dengan penuh kekesalan yang sedang ia tahan mati-matian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN