Pertengkaran

1285 Kata
Stella menceritakan banyak hal tentang Hans pada Jessica. Sedangkan Hans kini tengah bersama dengan Noctis dan juga Glorya. Mereka tampak sedang bermain dihalaman belakang, sedangkan Stella dan juga Jessica tengah duduk didepan kolam renang menikmati pemandangan yang sangat mereka sukai itu. "Hans itu sejatinya adalah orang baik, meski agak kurang peka sama wanita, apalagi dianya aja nggak pernah punya pasangan. Tau-taunya eh nikah sama kamu. Dia cukup dekat sama kami berdua, udah kayak saudara sih karena kan dia hidup sendirian, dan dia dulu dibimbing sama suami saya waktu masih jadi dokter residen. Kehidupan asmaranya tertutup banget, dia nggak pernah cerita apapun tentang wanita sama kami, bahkan soal keluarganya, Hans bahkan nggak pernah mau bahas sama sekali. Entahlah, saya juga nggak ngerti." Jelas Stella pada Jessica yang sejak tadi tampak menyimak seluruh cerita Stella. Mendengarnya, membuat Jessica mengetahui sebagian tentang kehidupan Hans. Hans memang orang yang sederhana, saking sederhananya dia bahkan sampai memperhitungkan segala hal. Sejak tadi Jessica hanya berperan sebagai pendengar saja, ia tak banyak bersuara karena ia memang hanya ingin mendengarkan kisah tentang suaminya dari Stella. Meskipun tidak banyak, namun hal itu cukup membuat Jessica sedikit lebih banyak mengetahui tentang kehidupan Hans sebelumnya. "Kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan untuk minta bantuan yah! Mulai sekarang kamu juga harus menganggap kami seperti keluarga kamu sendiri. Oke!" Stella tampak mengusap tangan Jessica dengan penuh ketulusan, dan hal itu tentu saja membuat Jessica semakin terharu dengan sosok wanita bule yang ada dihadapannya saat ini. "Iya Miss, makasih banyak. Aku nggak nyangka kalau Miss bakalan sebaik ini sama aku." Ujar Jessica. "Terlebih kamu adalah adik kandung Alma, kami berdua bersahabat baik, tentu saja saya pasti akan memperlakukan adiknya dengan sangat baik." Ungkap Stella membuat Jessica tersenyum penuh arti. *** Stella membungkuskan banyak makanan untuk Jessica bawa pulang, tentu saja Jessica sangat senang dan tidak berhenti tersenyum bahagia. Sedangkan Hans sejak tadi hanya bisa terdiam melihat sang istri dengan tatapan geli, ia merasa malu, sudah jelas. Jessica seperti seorang istri yang tidak dinafkahi saja, kelakuannya yang seperti itu benar-benar membuat Hans merasa kesal. Jessica tampak kesusahan saat membawa paper bag berisi sejumlah makanan, namun Hans seolah cuek karena dirinya masih kesal. Melihat itu Jessica jadi tak enak hati, tapi mau bagaimana lagi, anak dalam perutnya juga menginginkan ini semua. "Dokter kok nggak bantuin aku sih? Ini semua berat tauk." Keluh Jessica, mereka berdua sudah akan pulang mengendarai motor. Padahal Noctis sudah menawarkan supirnya untuk mengantarkan namun Hans malah menolaknya mentah-mentah karena harga diri. "Siapa suruh kamu membawa semua makanan seperti itu? Bawa seperlunya aja kan bisa." Mendengar itu, Jessica pun tampak mengerucutkan bibirnya. Ia berusaha naik keatas motor sambil memangku paper bag yang ia bawa. "Tapi kan..." "Kamu benar-benar membuat saya merasa sangat malu. Kayak nggak pernah ketemu sama makanan aja." Hans terus menggerutu sambil menghidupkan mesin motornya. Sedangkan Jessica hanya bisa diam saja tak ingin membalas perkataan Hans. Sepanjang perjalanan keduanya pun tampak diam, tak ada yang bersuara sama sekali. Sesekali airmata Jessica menetes tanpa ia sadari. Hanya perkara makanan saja Hans sampai marah seperti ini. Apa salah kalau ia mengidam makanan enak dan mewah? Padahal selama ini Jessica sudah banyak mengikuti pola hidup Hans, ia hanya ingin sesekali memakan makanan mewah kesukaannya. Apalagi mumpung ada gratisan. Tapi kenapa suaminya itu malah marah. Lagipula untuk apa malu? Katanya Hans sudah menganggap Noctis seperti keluarga sendiri. 'Udah miskin, sok gengsian lagi. Untung aja masih ketolong sama gantengnya.' gumam Jessica dalam hati seraya menyeka airmatanya dengan cepat. Demi Tuhan kenapa semenjak menikah dengan Hans ia malah jadi sering menangis dan tertekan seperti ini? Selama menikah dengan Hans dan mengikuti kehidupannya yang sederhana, Jessica memang banyak belajar dari suaminya. Jika selama ini ia selalu memandang keatas, maka selama hidup dengan Hans Jessica sering menatap kebawah. Tepatnya menatap orang-orang yang hidupnya jauh lebih membutuhkan darinya. Jessica jadi sadar jika tidak selamanya kemewahan bisa membuat hidup kita menjadi bahagia. Namun tetap saja, meski banyak belajar dan diam-diam menjadi orang yang suka berbagi. Hidup Jessica masih belum bahagia karena perlakuan Hans. "Ayo turun!" Sudah sampai ternyata, Jessica bahkan sampai tak sadar karena terlalu lama melamun. Iapun lalu turun dari motor, tampak kesusahan membawa makanan, Hans yang melihat itu pun langsung menghela nafas berat dan segera mengambil paper bag yang istrinya bawa. "Lain kali jangan begini lagi." Desis Hans. "Kamu tuh kenapa sih? Emang apa salahnya aku bawa semua makanan pemberian Miss Stella? Aku suka sama makanannya, anak kita juga. Selama ini makanan apa yang kamu kasih ke aku? Aku nggak suka, aku benci tapi aku selalu berusaha untuk makan itu semua karena aku mau ngertiin kehidupan kamu." Jessica yang sudah tidak tahan, akhirnya mengungkapkan semuanya kepada Hans, Hans masih diam, ia tak percaya jika istrinya akan bicara seperti itu padanya dan mengungkapkan yang sejujurnya. "Apa yang bisa kamu kasih ke aku ha? Apa? Nggak ada. Sebelumnya kehidupanku sangat mewah, aku tinggal dirumah mewah yang besar, aku selalu naik mobil mewah, aku makan makanan mewah setiap hari. Tapi sekarang, sekarang kenapa... Kenapa hidupku jadi berubah kayak gini? Aku cuma mau makan enak sesekali, makan makanan yang aku suka, kenapa? Kenapa kamu malah marah?" Airmata Jessica kembali luruh, bahkan kini semakin deras. Hans bukannya kasihan tapi dia malah mengepalkan kedua tangannya. Jessica lupa ternyata dengan semua perbuatan yang ia lakukan sebelumnya kepada Hans. "Siapa yang suruh menjebak orang? Apalagi orang itu adalah orang yang nggak pernah kamu kenal sebelumnya. Apa kamu lupa hm? Lupa sama orang yang udah membuat kamu hidup seperti ini? Lupa ha? Orang itu emang siapa? Ya kamu sendiri lah. Kamu yang menjebak saya saat di pesta, membuat kita berdua melakukannya karena taruhan bodoh bersama teman-teman kamu itu. Lantas sekarang kenapa kamu malah protes? Kehidupan saya memang seperti ini, saya bertanggung jawab karena ada anak saya diperut kamu. Kamu sudah memilih saya untuk terikat dengan kehidupan kamu. Kecuali kamu wanita jalang, maka kamu bisa bermain dengan pria manapun sesuka hati kamu." Plak Hans sudah menduga jika ia akan mendapatkan tamparan keras dari istrinya. Pria tampan itu tampak memegangi pipinya yang terasa agak panas, sedangkan Jessica tengah menatap Hans dengan tatapan penuh kebencian. "Harusnya saya yang membenci kamu karena kamu sudah membuat saya terjebak bersama dengan kamu, tapi kenapa kamu yang malah benci dengan saya? Harusnya kamu sadar diri, terima semua konsekuensinya dengan lapang d**a. Toh saya juga masih merawat kamu dengan benar meskipun dengan kehidupan yang sederhana, saya nggak pernah menelantarkan kamu kan? Semoga kamu berpikir semakin dewasa setelah ini dan merenungkan segalanya. Oh ya satu lagi, hidup itu nggak selamanya diatas, kadang juga bisa dibawah. Bersyukurlah karena setiap hari saya masih bisa menyuapi kamu dengan makanan bergizi meskipun sederhana, bahkan saya yang memasak, mencuci baju, membersihkan rumah, mencuci piring, bahkan saya juga membantu kamu untuk mandi. Saya melakukan semua itu tanpa protes, tanpa pernah menuntut hak yang bahkan nggak pernah kamu berikan kepada saya semenjak kita menikah." Setelah mengatakan hal itu, Hans pun segera bergegas pergi meninggalkan Jessica sendirian di tempat parkir apartemen. Jessica terpaku setelah mendengar semua perkataan suaminya. Sekarang apa yang harus ia lakukan. Rasa benci didalam hatinya bahkan kini sudah berubah menjadi rasa bersalah yang teramat besar. Selama ini Jessica hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa pernah memikirkan perasaan Hans. Ia pikir ia sudah banyak mengerti suaminya itu dengan mengikuti hidup sederhananya. Tapi ternyata masih banyak, masih banyak hal yang belum Jessica pahami dari diri Hans. "Ssshh..." Wanita itu tiba-tiba saja memegang perutnya, tidak terlalu sakit memang namun rasa nyerinya cukup mengganggu. "Maafin mama sayang, maafin mama." Hanya itu yang bisa ia katakan pada calon bayinya. Sambil menangis sesenggukan Jessica berjalan pelan masuk ke gedung apartemen. Demi Tuhan ia butuh sandaran sekarang. Ia butuh maminya, ia butuh kakaknya, tapi ia juga tak bisa mengatakan segalanya pada mereka. Karena Jessica pasti tahu jika mereka pasti akan langsung melimpahkan segala kesalahan kepada suaminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN