Biola Margareth P.O.V
"Ehem!" Zombila berdehem ketika diriku tengah melamun, posisiku kini sedang duduk di antara Rio dan Jordan. "Biola, aku ingin bertanya sesuatu padamu." tanya Zombila.
Lantas, aku mendongakkan kepala dan mencoba untuk tersenyum. "Silakan, Zombila."
"Apakah kau seorang Princess?"
DEG!
Entah kenapa, ketika Zombila menyebut kata Princess, Rio, Jordan, Paige, Rae bahkan Cacha menoleh padaku. Semua orang menatapku. Sementara diriku bingung sekarang.
Apakah aku harus menjawab jujur?
Rae mendelik gusar padaku, "Jawablah, Biola!"
"Aku ... Aku memang seorang Princess," lirihku dengan menundukkan kepala, aku tidak ingin memandang reaksi mereka setelah mendengar ini.
Kendaraan ini terus melaju dengan dahsyat, mengalahkan rasa maluku karena mengatakan hal itu. Uh, kenapa aku harus berkata jujur?
"Ja-jadi ... selama ini ...," Zombila sangat terkejut, bahkan dia terbata-bata sekarang.
"Ya, aku memang seorang Princess, maaf jika diriku menyembunyikan identitas asliku."
Hening sesaat.
"Itu membuatku kagum!" Jordan menepuk pundakku, dia tersenyum lebar. "Margareth! Kenapa kau tidak jujur saja? Padahal itu sangat--"
Perkataan Jordan terpotong oleh Rae. "Tidak! Sebaiknya kau tetap sembunyikan identitasmu itu, Biola!" pekik Rae dengan gemetar.
"Eh? Kenapa? Bukankah itu bagus?" tanya Jordan menatap Rae dengan terheran-heran.
"Bodoh! Jika Antonio mengetahui hal ini, maka Biola Margareth akan terkena bahaya! Kau tahu, dia adalah satu dari ribuan orang yang membenci Princess! Bahkan, dia memiliki s*****a khusus untuk membunuh Para Princess!"
Jawaban Rae membuatku bergidik, bahkan Jordan langsung mengubah ekspresinya menjadi kaget.
Apakah menjadi seorang Princess itu salah? Lagipula, ini bukan keinginanku. "Tapi, kau tetap harus bangga menjadi seorang Princess, Putri." ucap Rio dengan menyunggingkan senyuman hangat padaku.
Aku terkejut, rupanya Rio tetap menerima keberadaanku. Aku sangat terharu mendengarnya.
"Iya, kau tidak perlu menyesal, aku tahu ini susah, tapi, pasti ada saat dimana Para Princess dapat diterima keberadaannya." kata Jordan, membuatku terenyuh senang.
"Waw! Jadi, sekarang aku sedang berkendara bersama seorang Princess? Waw! Ini tidak pernah terduga! Aku sangat bahagia sekarang!" pekik Cacha, sepertinya dia sangat suka pada Princess, itu bisa dilihat dari caranya berbicara sekarang.
"Ah, kuharap kau tidak membeberkan informasi ini pada orang lain, Cacha." Ucapan Rae membuat Cacha terdiam sesaat.
"Aku mengerti, tenang saja! Percayakan hal ini padaku!" jawab Cacha dengan antusias, syukurlah.
*
*
*
"Tunggu, kenapa kau tidak bertanya terlebih dahulu lokasi tujuan kami? Memangnya kau tahu kita akan pergi kemana?" tanya Zombila pada Cacha dengan mengernyitkan alis bingung. Mendengarnya, Cacha hanya tersenyum.
"Aku ini seorang pengendara profesional, kalian tidak perlu khawatir, ketika diriku menatap wajah kalian semua, aku sudah tahu persis kemana kalian akan pergi dan tentu saja, bertanya adalah hal yang tidak perlu untukku."
Jawaban Cacha membuat kami semua mengangguk mengerti, namun, aku ingin bertanya sesuatu padanya. Baiklah.
"Cacha, apakah kau seorang penyihir?"
Cacha menoleh padaku. "Aku? Penyihir? Hahahahah!" Tiba-tiba dia tertawa aneh, hey, seharusnya kan dia menjawabnya. "Aku memang seorang penyihir, tapi aku tidak terikat pada Guild manapun, karena aku tidak suka bergabung dengan komunitas-komunitas merepotkan seperti itu."
"Apa katamu? Kau bilang, Guild adalah komunitas merepotkan?" Kini Rae bersuara dengan suara lantang, sepertinya akan ada suatu perdebatan disini, lebih baik aku menyimak saja.
"Kenapa? Kau tidak suka?" ucap Cacha sarkastik, mengangkat sebelah alisnya, walau kedua tangannya sibuk mengendalikan tiga kuda tersebut.
"Aku merasa, sikapmu semakin kesini semakin menyebalkan?" Rae mencoba memancing. Sepertinya pertengkaran akan dimulai disini, apa yang harus kulakukan sekarang?
"Menyebalkan? Kurasa kau lah disini yang sangat menyebalkan? Apakah kau tidak suka dengan pendapatku? Hmmm?" Cacha semakin memajukan bibirnya agar Rae merasa panas.
Oh, sepertinya ini sudah cukup.
"Hentikan, kalian tidak perlu bertengkar disini." Aku mencoba menengahi, namun itu semua membuat mereka berdua menoleh padaku.
"Kau tidak perlu ikut campur, Biola!" bentak Rae padaku, sementara Paige yang ada disebelahnya, menghela napas lelah mendengar pertengkaran ini.
"Oh, baiklah, terserah." jawabku mengalah, aku tidak peduli, mereka sangat nakal menurutku.
*
*
*
Entah sampai kapan Rae dan Cacha bertengkar sehingga diriku tidak merasa kalau kereta ini berhenti. "Kita sampai, Putri." ucap Rio yang berada di sebelahku, napasnya menyentuh leherku. Oh, menggelikan.
"Jadi, disini tempatnya? Baiklah, kita turun." ucap Jordan.
Sementara Rae dan Cacha masih asyik bertengkar.
"KAU MENYEBALKAN!" Pekik Cacha dengan wajah memerah saat ini.
"DISINI KAULAH YANG SANGAT MENYEBALKAN! BOCAH!"
"KAU YANG BOCAH!"
"AKU BUKAN BOCAH!"
BUAGH!
BUAGH!
Dengan ekspresi datar, Paige menghantam pukulannya pada wajah Cacha dan Rae sehingga mereka berdua pingsan mendadak. "Ini cara satu-satunya." ucap Paige ketika diriku, Rio, Zombila dan Jordan mematung terkejut melihat hal itu.
Lalu, kami keluar dari kereta kuda itu, menyentuh tanah yang dipenuhi rumput yang berwarna biru laut, dan memandang keindahan hutan ini.
Aku dapat merasakannya, hutan ini begitu wangi, aromanya seperti parfum yang selalu dipakai Lavender, yah, namanya apa ya, aku lupa. Dan juga, pohon-pohon disini memiliki daun yang beraneka ragam, sekilas, kau seperti melihat pelangi. Sangat indah dan aneh menurutku.
Seekor kupu-kupu cantik berwarna Scarlet terbang melintasi permukaan wajahku, aku dapat mencium aromanya yang harum ketika hewan itu berada di dekat hidungku.
Rio menghampiriku. "Putri, kau pasti kagum melihat keindahan Markopolo?"
"Jadi, kita sekarang sedang berada di Gunung Markopolo?" tanyaku mencoba memastikan.
Rio mengangguk sambil tersenyum hangat padaku.
*
*
*
"Ayo, kita cari tempat tinggal Hinamo Hula!" perintah Zombila pada kami semua. Paige mengenduskan napas lelah, dia mengangkat tubuh Rae di pundaknya, sementara Jordan mengais Cacha dengan lembut.
"Baiklah! Ayo!"
Lalu, kami semua berlari mengikuti petunjuk arah Zombila. Ternyata dia dapat memimpin sebuah tim dengan baik.
Kami terus berlari dan berlari, melewati beberapa sungai yang airnya berbintik-bintik hitam, dan semua benda-benda aneh lainnya.
Sampai akhirnya, Zombila menghentikkan langkahnya, kami semua mengikuti pergerakannya. Sebuah rumah berbentuk seperti piano terpampang mewah di hadapan kami. Rumah tersebut memiliki lahan yang sangat luas, dan dilindungi oleh sebuah portal merah disekeliling pagar besinya.
"Kita harus hati-hati." Zombila mengangkat satu tangannya, dan ketika dia kembali menurunkan tangan kanannya, seorang wanita tiba-tiba muncul mendadak di hadapannya.
Wanita itu memakai jaket bertudung dengan cantik, wajahnya sangat imut, dan rambut hitamnya sedikit terlihat di sisi-sisi wajahnya. Kemeja biru yang dikenakannya sangat anggun, walau terlihat kebesaran menurutku.
"Selamat datang di rumahku, silakan masuk, akan kuantar kalian menuju kamar Kakekku yang sedang sakit dan kuharap kalian sudah membawa apa yang kuminta dalam misi." ucap Wanita itu dengan ekspresi dingin.
"Daun Zizi?" Zombila tersenyum. "Aku sudah menemukannya."
Aku terkejut, kenapa Zombila tidak memberitahu pada kami kalau dia sudah menemukan daun itu? Menurutku ini tidak adil.
"Bagus kalau begitu, mari masuk." Wanita itu menarik tudung jaketnya lebih dalam agar wajahnya tidak terlihat. "Hinamo Hula, itulah namaku."
Aku mencoba tersenyum agar terlihat mengesankan pada pertemuan pertama padanya, namun yang kuterima darinya adalah wajah jijiknya padaku. Astaga.
"Senyumanmu mengerikan," ucap Hinamo dingin padaku. Menatap mataku lekat-lekat. "Sangat mengerikan."
DEG!
*
*
*