Putri? Dia lebih suka disebut sebagai Putri. Lelucon yang bagus. aku jadi sedikit mengingat tentang Rio, diakan suka memanggilku sebagai Putri. Rupanya sisi gelapku menyukai hal itu. menjengkelkan sekali.
"Oke. Kau putri dan aku Biola. Terserah. Tapi kumohon, turunlah! Aku hanya ingin menyelesaikan ini. Sampai kapan kita terus seperti ini?"
"Aku suka membuatmu kesusahan. Aku suka sekali. Tapi aku benci diperintah. Kalau kau ingin melenyapkanku, bermimpilah, karena aku lebih kuat darimu."
"Lebih kuat dariku? Yang benar saja? Kita belum membuktikan siapa yang paling kuat disini. Buktinya, kau takut berhadapan denganku. Jadi sekarang siapa yang pengecut? Kau atau aku?"
"Kau." Dengan singkatnya dia menjawab, membuatku kesal saja.
"Baik, kalau begitu, aku akan membuatmu turun!" Aku langsung memikirkan caranya agar dia turun dari atas air terjun itu, dia memang kurang ajar. Kurasa, dibandingkan dengan teman-temanku, sisi gelapku ini lebih menjengkelkan dari milik Diana dan Bella.
Baiklah. Berpikirlah Biola. Apa yang akan kau lakukan sekarang. waktu terus berjalan, dan kau membuat teman-temanmu mati kebosanan hanya karena menunggumu. Oh s**l.
.
.
.
.
.
.
"kecuplah Rio, maka dengan senang hati aku akan lenyap menjadi debu, bagaimana?"
Sial. Pilihan macam apa itu, aku tidak akan pernah mau menuruti perintah yang membuat harga diriku turun. Itu sama saja sebuah penghinaan.
"TIDAK AKAN! AKU TIDAK AKAN PERNAH MENURUTI PERINTAH BODOHMU!"
"Jadi, kau lebih suka berlama-lama denganku disini? Kalau pilihanmu itu, maka dengan senang hati aku akan duduk selamanya disini."
Selamanya. Apakah dia bercanda. Ini sungguh buruk. Sangat buruk. Apa yang akan aku lakukan. Situasinya mulai membuatku bingung setengah mati. s**l.
"Bagaimana?" Dia kembali bertanya padaku soal itu dengan ekspresi datar. Menjengkelkan sekali.
"Heh! Sampai kapanpun, aku tidak akan melakukan hal yang memalukan seperti itu! Kau ini membuatku kesal!"
"Kesal? Kau kesal padaku? Baiklah, aku punya pilihan lain. bagaimana kalau telanjangi Rio?"
"APAAA!!!"
.
.
.
.
.
.
Ternyata dia bukan hanya menjengkelkan tapi berpikiran m***m. Dia sangat m***m. Walaupun tampangnya seperti Wanita malas, tapi pikirannya sangat menjijikan.
"Berikan mereka hiburan, Biola?"
"KAU PIKIR DENGAN MENELANJANGI PRIA MEREKA AKAN TERHIBUR!? KAU GILAAA!"
"Aku gila? Tidak, seharusnya yang teriak-teriaklah yang pantas disebut gila. Jadi dirimulah yang gila, Biola."
Oh, s**l. Aku tidak suka dengan sifatnya yang m***m. Dia sangat membuatku ngeri. Dia mengerikan. memang menguntungkan dia tidak menyakitiku, tapi dia telah menyakiti mentalku.
"Aku tahu kau menyukainya, jadi katakan padanya kalau kau mencintainya dan telanjangilah dia?"
"KURANG AJAR! AKAN KUHAJAR KAU!"
Aku langsung mengambil serpihan-serpihan batu itu dan dengan sekuat tenaga kulemparkan semuanya pada sisi gelapku yang sedang duduk santai disana. Tapi sayang sekali, tenagaku belum cukup untuk mencapai ketinggian air terjun itu.
"Baik. Aku punya pilihan lagi, bagaimana kalau kau dengan Rio melakukan--"
"DIAAAAAAM! JANGAN PERNAH KAU MENGATAKAN SESUATU YANG LEBIH MENJIJIKAN DARI SEBELUMNYA! CEPAT TURUN DAN SAKITI AKU!"
"Jadi, kau menginginkan tubuhmu terluka? Baiklah, akanku lakukan dengan senang hati, bersiaplah. Biola."
WUUUUUSHH!
BYAAARRR!!
Aku tidak percaya ini. Dia melompat dari ketinggian dan wajahnya masih datar tanpa ekspresi. Dia sepertinya gila dan juga m***m.
"Katakan, bagian mana yang ingin kau sakiti? Wajah, perut, atau kemal--"
"CUKUUUUP! KAU TIDAK PERLU MELANJUTKANNYA!!"
"Baiklah, aku lebih suka wajah yang pertama."
JEDAAGG!!!
"Ah!" Dia menendang wajahku dengan cepat sekali. Hidungku langsung meneteskan cairan merah. Itu darah.
"Sekarang, katakan. bagian mana lagi yang ingin kau sakiti?"
"Tidak, sekarang giliranku!"
"Giliranmu? Baiklah. Lakukan sesuka hatimu."
.
.
.
.
.
.
"Tapi setelah menyakitiku, kau harus melakukan hal itu dengan Rio? Bagaimana?"
"DIAAAM KAU m***m!"
TAR!
TAR!
TAR!
TAR!
Akhirnya, aku dapat menampar wajahnya berkali-kali. Tapi dia tetap memasang ekspresi datar. Ini mengejutkan. Aku melangkah mundur.
"Sudah? Kalah sudah, sekarang giliranku."
BUAGG!!
"AAH!" Perutku dihantam oleh kaki kanannya, dan dengan damainya dia menatapku.
"Silahkan, ini giliranmu."
Aku kesal. Dia meremehkanku. Dia membuatku marah sekarang. Aku punya ide sekarang. Senyuman terlukis dibibirku.
BLEDAGGG!!!
Kulemparkan batu yang lumayan besar kewajahnya. Aku ingin lagi. Aku ingin lebih dari ini.
BUAGG!!
Pukulanku yang kugunakan menggunakan batu berhasil membuatnya terkapar dan juga berdarah. Aku merasa bersalah sekarang. Apakah yang kulakukan salah? aku merasa diriku sangat jahat.
Kreeessssss.. .
Seluruh tubuhnya menjadi butiran-butiran debu dan melayang dengan indah. Aku memperhatikannya. Maafkan aku.
"Selamat, kau berhasil Putri."
Tiba-tiba Rio mengagetkanku, dia langsung berdiri disampingku dengan tersenyum.
"Aku mencintaimu, Putri."
DEGG!!
.
.
.
.
.
.
Astaga. Apakah kalian mendengarnya. Rio mengatakan hal itu. Dia membuatku ketakutan. Kenapa dia tiba-tiba menyatakannya padaku dan juga, sekarang aku masih bingung harus menjawab apa. Apa yang harus kulakukan sekarang. Kedua matanya terus menatapku. s**l sekali.
"Ri-Rio, maaf. Tapi--"
"WOOOOW! INI HEBAT! KAU MENGALAHKANNYA MENGGUNAKAN BATU?!"
Tiba-tiba dengan langkah kasar aku mendengar Bella teriak-teriak padaku. Disusul dengan langkah yang lainnya. Mereka semua memandang takjub padaku. Mereka kenapa sih.
.
.
.
.
.
"Sepertinya ritual pembersihan kalian sudah berakhir ya?"
Kupikir itu adalah suara Lavender, tapi ternyata berasal dari seorang Wanita berambut panjang. Panjang sekali, sampai rambutnya menyentuh tanah. Dan ketika dia menghampiri kami, rambutnya terbaring dilantai berair mengikutinya. Rambutnya merah semerah darah. Dia tersenyum padaku dan yang lainnya.
"OLIVIA!" Lavender langsung memeluk erat tubuh Olivia, si Wanita berambut merah itu, dengan mengejutkan. "Kemana saja kau? Aku merindukanmu tahu!"
Lalu dengan senyuman imut pada Lavender dia menjawab. "Aku selalu dikastil. Aku pun merindukanmu Lavender." Ucapnya dengan manis.
Lalu Rio menatap Olivia dengan tatapan malas. "Mana Zack, Nori, dan Melinda?" Tanya Rio dengan pelan. Mendengarnya Olivia langsung memandang pada Rio sambil menyunggingkan senyuman hangat.
"Mereka dibelakangku sekarang."
Dibelakangnya. Yang benar saja. Kurasa tidak ada siapapun dibelakang tubuh langsingnya.
"Kalian, keluarlah." Perintah Olivia pada entah siapa. Lalu secara mengejutkan, seorang wanita berambut lebat dengan wajah lesu muncul dibelakang Bella.
"Errr...Baiklah." Ucap Wanita berambut pirang lebat dan berantakan itu. "Melin, keluarlah!" Lanjutnya dengan tatapan kesal entah pada siapa.
Dan secara mengejutkan juga muncullah seorang Wanita yang menurutku mirip dengan gadis berambut lebat tadi, hanya saja, penampilannya lebih rapi. Dengan kaca mata dan rambut jingganya. "Berisik. Aku tidak suka kau berbicara!" Dengan nada ketus dia menjawab membuat Bella terkejut mendengarnya. Diana juga kagum dengan kemunculan tiga Wanita ini. Tapi kurasa Lavender tidak memandang mereka, dia masih memeluk tubuh Olivia dengan bibir cemberut. "Zack, cepat keluar atau kubanting wajahmu!" Ucap Wanita yang bernama Melinda pada seseorang.
PUP!
Oh, s**l. Secara mendadak seorang Pria berambut ala Punk mengagetkanku dengan muncul tepat didepan wajahku. "Kau cantik, maukah kau jadi pacarku?"
DEGG!!
Aku tidak menjawab. Keringatku mengucur deras memandang wajahnya. Jadi dia yang namanya Zack ya. Penampilannya sungguh mengerikan.
"Jadi, kau botak ya?" Mendengar pertanyaan dari Nori, Wanita berambut berantakan, seketika membuat Bella menatapnya tajam.
"Apa masalahmu!" Jawab Bella dengan bentakan pada Nori membuat suasana tiba-tiba hening sesaat.
"Ru-rupanya kau sama seperti Meli, kau kasar sekali."
"Jangan pernah samakan aku dengan wanita berkaca mata itu!" Bella menyindir Melinda dengan perkataannya.
Melinda langsung menghampiri Bella dan dia berbisik. "Akan kuhajar kau, setelah ini."
DEGG!!