34. Berjarak

2015 Kata

Mas Alan marah padaku. Bahkan mungkin sangat marah. Pasalnya, dia sudah mengabaikanku berhari-hari lamanya. Kalau dulu aku akan senang, atau lebih tepatnya tidak peduli, maka kali ini justru kebalikannya. Aku tidak bisa abai soal ini. Bagaimanapun, dia marah karena aku berulah. Sudah berhari-hari aku tidak bertemu dengannya. Aku juga sudah menurunkan egoku dengan mengirim chat lebih dulu, tetapi tidak dia baca. Entah memang tidak dibaca, atau dia mengubah pengaturan w******p-nya dengan mematikan centang biru. Yang jelas, aku benar-benar merasa pesanku diabaikan begitu saja. Jujur, aku merasa bersalah karena sudah mendorong dan menendangnya sekeras itu. Aku yakin perutnya pasti sakit. Belum benturan di kepalanya. Belum lagi, dia mungkin malu. “AAARGGGH!” aku menjerit cukup keras. Aku m

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN