Chapter 4 - Semakin Terkekang

1432 Kata
Thalia tidak mengerti kenapa Danish selalu bergantung pada dirinya. Hingga dia merasa terkekang karena setiap kali ingin ke mana-mana Danish selalu ikut dengannya. Bahkan jika Thalia tidak berangkat kuliah bersama dengan dirinya, Danish tidak mau berangkat kuliah. Sepulang kuliah, Thalia mampir ke rumah Zidane, dia setiap hari seperti itu jika pulang kuliah, pasti ke rumah Zidane untuk mengantar Danish pulang dulu. “Lia, tante sudah masak kesukaan kamu, kita makan siang dulu, yuk?” ajak Monica. “Tante, maaf, Lia harus segera pulang. Lia ada keperluan dengan papa,” tolak Thalia. “Tidak baik menolak tawaran mamaku, Lia,” ujar Danish. “Benar kata Danish, ayo makan dulu,” sahut Monica. Thalia terpaksa ikut makan siang di rumah Danish. Padahal dia sudah ingin menghubungi kekasihnya yang jauh di sana. Dia merasa hidupnya semakin terkekang karena Danish. “Ingin rasanya aku kembali ke Indonesia, aku kangen kamu, Arkan,” gumam Lia dengan menahan tangisnya yang terlalu rindu dengan kekasihnya. “Lia, makan dulu,” ucap Zidane. “Iya, Om,” ucap Thalia. “Kamu mau ada urusan dengan papamu soal apa?” tanya Zidane. “Bukan soal apa-apa. Lia ingin curhat sama papa saja,” jawab Thalia Monica kali ini tidak mau kehilangan kesempatannya. Dia ingin langsung menyampaikan pada Thalia kalau dia ingin sekali menjodohkan Thalia dengan Danish, putra kesayangannya. Monica ingin sekali mewujudkan permintaan Danish yang ingin memiliki Thalia seutuhnya. “Lia, kamu benar sudah memiliki kekasih?” tanya Monica. “Iya, Tante. Tante kan tahu, aku sudah lama pacaran dengan Arkan, dan Om Arsyad sudah mengikat Thalia dengan ini.” Thalia menunjukkan cincin pemberian Arsyad dan Annisa sebagai bukti kalau dirinya sudah setengah resmi dengan Arkan, dan keluarganya juga merestui hubungannya dirinya dengan Arkan. “Jadi kamu sudah tunangan, Lia?” tanya Danish. “Iya, aku sudah tunangan,” jawab Thalia. “Kok, Arsyad enggak memberi kabar padaku? Annisa juga?” sahut Zindane. “Karena, waktu itu hanya keluarga kami saja, Om, tidak mengundang siapa-siapa. Itu semua Abah dan bunda lakukan, karena aku akan pergi ke sini,” jelas Thalia. “Oh seperti itu?” ucap Zidane. Monica tidak menyangka, kalau Arsyad sudah melakukan langkah lebih awal untuk mengikat Thalia dengan keponakannya. Dia sedikit tidak terima itu, dia ingin Thalia menikah dengan Danish. Danish yang setiap hari memohon pada mama dan papanya untuk bisa menikah dengan Thalia, kini harapannya setengah pupus, karena Thalia sudah terikat dengan Arkan. “Enggak, ini gak boleh terjadi. Thalia harus menikah dengan Danish. Aku tidak bisa melihat Danish sedih lagi, aku tidak ingin melihat Danish drop lagi keadaannya. Mama sayang kamu, Nak. Apapun akan mama penuhi permintaanmu, karena mungkin itu permintaan terakhir kamu,” gumam Monica. Selama bersama dengan Thalia, hidup Danish menjadi semangat lagi. Dia mau kuliah, dia juga kuat melawan sakitnya, dan masih banyak hal lain lagi yang ia lalui selama dengan Thalia. “Aku tidak peduli kamu sudah bertunangan dengan Arkan. Yang menikah saja bisa cerai, Lia. Apalagi hanya sebatas tunangan,” gumam Danish. Thalia memang sengaja mengatakan kalau dirinya sudah bertunangan dengan Arkan. Itu semua Thalia lakukan agar Danish berhenti mengejar Thalia. Dia tidak ingin lagi dibebani oleh Danish dan keluarganya. “Ingat Lia, kamu di sini untuk mencari ilmu, bukan untuk mengurusi bayi besar macam Danish!” umpat Thalia dalam hatinya. Thalia langsung pamit pulang saat selasai makan siang, tapi Monica mencegah Thalia untuk pulang. Dia mengajak Thalia untuk berbicara terlebih dahulu, berbicara soal dirinya yang akan membujuk Thalia agar mau menikah dengan Danish. “Lia, kita bicara dulu sebentar, ada yang ingin tante bicarakan sama kamu, dengan Danish dan Om Zidane juga,” ucap Monica. “Mau bicara apa, Tante? Tapi, jangan lama-lama, ya? Lia banyak tugas, dan mau bicara sama papa, mumpung papa hari ini sedang tidak sibuk,” ucap Thalia. “Iya, kita mau bicara sebentar saja, kok,” ucap Monica. Monica mengajak Thalia ke ruang tamu. Dia sudah ingin mengatakan secepatnya, karena Thalia masih tunangan dan belum resmi menikah dengan Arkan. “Lia, sebenarnya tante ingin menjodohkan kamu dengan Danish, tapi ternyata kamu sudah tunangan dengan Arkan,” ucap Monica langsung tanpa basa-basi. “Menjodohkan?” tanya Thalia dengan sedikit terkejut mendengar ucapan Monica. “Iya, Sayang,” jawab Monica dengan santai. “Sebentar tante, apa tante sudah membicarakan ini dengan mama dan papaku?” tanya Thalia. “Belum, nanti tante akan bicara dengan orang tuamu,” jawab Monica. “Tante kan tahu, kalau Thalia sudah bertunangan dengan Arkan? Maaf tante, meski mama dan papa setuju pun, Lia tetap tidak mau!” tolak Thalia dengan tegas. “Ma, mama jangan seperti ini, dong. Thalia sudah tunangan dengan keponakanku,” ucap Zidane. “Papa tidak lihat Danish seperti apa? Mama hanya berusaha menuruti permintaan Dansih, Pa!” sahut Monica. “Danish, kamu tahu, kan? Thalia sudah bertunangan?” tanya Zidane. “Iya, Pa. Danish tahu, tapi Danish sangat mencintai Thalia,” jawab Danish. Thalia tidak menyangka, Danish tidak menyerah untuk mendapatkannya, padahal dia sering menolak Danish mentah-mentah, tapi masih saja Danish tidak meyerah. Dia malah meminta bantuan dengan kedua orang tuanya untuk membujuk dirinya agar mau dengan Danish. “Maaf, Danish, aku tidak bisa. Aku ke sini dengan tujuan mencari ilmu, bukan untuk di jodohkan, dan aku yakin mama dan papaku tidak akan mau dengan perjodohan ini!” tegas Thalia dengan penuh kekecewaan dan langsung meninggalkan rumah Danish. “Lia, tunggu!” Danish berteriak memanggil Thalia, tapi Thalia tidak menghiraukannya. Danish ingin beranjak dari tempat duduknya dan mengejar Thalia, tapi dia tidak bisa, karena merasakan sakit di bagian perutnya. “Danish, kamu jangan seperti ini, Nak. Papa tidak bisa memaksakan Thalia. Kamu harus tahu, cinta tidak bisa di paksakan. Thalia sudah bertunangan dengan Arkan. Dia tidak mencintaimu,” tutur Zidane. “Papa tidak sayang sama Danish? Papa tahu, kan? Kalau dokter sudam memvonis umur Danish? Apa karena Arkan keponakan papa? Jadi papa tega tidak memenuhi permintaan Danish?” ucap Danish dengan menahan sakitnya. “Nanti mama yang akan berbicara dengan Om Leon dan Tante Rere, juga akan bicara dengan Om Arsyad dan Tante Nissa,” ucap Monica. “Mama yakin, mama bisa memenuhi permintaan kamu, Nak. Kamu istirahat, ya? Mama nanti akan bicara baik-baik dengan semuanya. Thalia masih tunangan, jadi masih ada kesempatan untuk kamu.” Monica meyakinkan Danish, agar Danish bisa tenang, dan tidak kesakitan lagi. Monic mengantar anak kesayangannya ke kamarnya untuk istirahat. Dia benar-benar ingin memenuhi keinginan anak semata wayangnya itu. Memang dokter sudah memvonis umur Danish yang tidak lama lagi. Mungkin ini suatu keajaiban, dengan hadirnya Thalia, Danish bisa bertahan mealwan sakitnya cukup lama. Monica keluar dari kamar Danish, dia langsung menemui suaminya yang sudah menunggunya di ruang tamu. Zidane benar-benar tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran istrinya, hingga dia seperti itu. Tidak mungkin bagi Zidane, menyuruh keponakannya melepaskan Thalia untuk anaknya. Sebagai seorang lelaki, dia tahu, bagaimana rasanya jika kehilangan seseorang yang sangat dicintainya. “Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku meminta Arkan untuk melepaskan Thalia. Aku tahu cinta mereka sangat kuat, dan tidak mungkin juga untuk Thalia melepaskan Arkan,” gumam Zidane. Monica duduk di samping suaminya yang masih menampakan raut wajah yang bingung. Sebenarnya dirinya juga tidak tega menyuruh Arkan melepaskan Thalia, tapi mau bagaimana lagi, ini demi anaknya, ini demi permintaan terakhir anaknya. “Pa, aku harus bagaimana?” ucap Monica dengan menyeka air matanya. “Papa tidak tahu, Ma,” jawab Zidane. “Pa, semua permintaan Danish, mama berusaha menurutinya, dan sekarang, dia terus meminta dan memohon pada mama, dia ingin Thalia, dia ingin menikahi Thalia, sedangkan papa dengar sendiri, kan? Thalia sudah bertunangan dengan Arkan.” Monica berkata dengan sesegukan. Dia pun bingung harus bagaimana untuk memenuhi permintaan anaknya itu, yang mungkin merupakan permintaan terakhir Danish. “Papa tahu keluarga Alfarizi seperti apa, mereka tidak main-main jika sudah menyangkut suatu hal yang berhubungan dengan hati. Mama tahu Arsyad dan Annisa, kan? Bagaimana besar dan kuatnya cinta mereka, saat mereka tertimpa musibah, dan Annisa harus menjauh karena keegoisan Om Rico dan Shita saat itu?” jelas Zidane. “Iya, Pa, aku tahu itu. Lalu bagaimana dengan anak kita, Pa?” tanya Monica. “Jalan satu-satunya, kita harus bicara baik-baik dengan mereka, semuanya, baik keluarga Arsyad, dan keluarga Leon,” jawab Zidane. “Kita harus cari waktu yang tepat, Ma. Kamu sabar, papa juga ingin sekali memenuhi permintaan Danish, tapi ini sangat sulit sekali,” imbuh Zidane. Zidane mencoba menanangkan hati istrinya. Dia sebenarnya juga tidak tahu harus bagaimana. Tidak mudah untuk membicarakan hal semacam ini, apalagi soal hati, dan berhadapan dengan keluarga Arsyad. “Aku harus bagaimana, Ya Allah. Apa aku harus menyakiti hati keponakanku sendiri? Atau aku harus membiarkan permintaan Danish ini pupus?” gumam Zidane.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN