Di sana dia juga melihat Vina dan istri muda ayahnya -Amara- yang menatap mereka penuh dengan kebencian, Lova hanya menyungging senyum sinis yang samar.
Ayahnya yang baru saja keluar juga menatap penuh suka cita pada tamunya juga putri-putirnya yang tampil begitu cantik kecuali dirinya sendiri. Yang terlihat seperti gadis urakan. Tanpa dress, tanpa heels dan tanpa make up. Benar-benar perbedaan yang sempurna.
“Lova … Kamu pulang, Nak?” Tanya Abbas, tatapannya terlihat penuh kerinduan, namun Lova tidak yakin apakah itu memang dari hati atau pria tua itu sedang menjaga image-nya saja di depan keluarga Alastair.
Kali ini dia membiarkan ayahnya memeluk dirinya, dia hanya masih menghargai orang tua Galen.
“Oh, Maaf Pak Kalvin dan Bu Ivanka harus melihat drama keluarga saya. Ini Putri saya yang bungsu dari istri pertama saya, namanya Kaysa Lova. Memang sejak dulu dia tidak suka jika banyak orang yang mengetahui dia bagian dari Maheswara, katanya dia ingin dikenal karena namanya sendiri bukan karena bagian dari Maheswara. Sejak lulus SMA juga sudah pergi ke London dan baru kali ini dia kembali ke rumah, jadi saya sangat merindukannya.”
Abbas tersenyum manis pada keluarga Alastair, sedang mereka hanya mengangguk mengerti, namun Ivanka menyimpan banyak tanya dalam hati.
"Yang cantik jelita ini putri pertama saya, Namanya Lavanya Maheswara, bisa dipanggil Vanya. Bagi saya dia sempurna sebagai wanita, saya sudah mendesaknya untuk segera menikah, namun masih belum ada yang cocok katanya."
Lalu Vanya memperkenalkan dirinya kepada keluarga Alastair itu, Lova hanya tetap diam sambil memperhatikan, saat tatapannya bertemu dengan Elvina dia langsung berpaling.
“Ini Istri kedua saya, namanya Amara dan putri saya Vina.” Abbas tetap dengan bangga memperkenalkan istri mudanya, membuat Ivanka semakin mengeratkan pelukan tangannya pada Kalvin, dia tidak menyangka jika Abbas Maheswara memiliki dua rumah tangga dalam satu atap yang sama, dan dia pikir tidak banyak orang-orang yang mengetahuinya.
Kini terjawab sudah, kenapa Abbas jarang sekali membawa pendamping saat datang ke acara-acara pesta, Ivanka berpikir pria itu memang sengaja menjaga nama baiknya sendiri juga mencegah keributan dalam rumah tangganya.
Ivanka kini menatap ke arah Lova yang memalingkan wajahnya, dia menatap sendu pada gadis itu. Begitu banyak tanya dalam benaknya. Tentang tujuan Abbas mengenalkan keluarganya yang bukan keluarga ideal. Apalagi dia bisa melihat dengan jelas jika Lova terlihat tersisih di keluarganya sendiri.
“Mari, semuanya sudah siap. Kita akan makan malam dulu lalu dilanjut dengan mengobrol dan tujuan dari makan malam ini sendiri.”
Abbas memimpin untuk masuk ke ruang makan, Kalvin hanya mengangguk dengan senyuman, menarik lembut istrinya yang menunjukkan wajah tenang namun Kalvin tau betapa banyak pertanyaan di benak sang istri.
“Lo tenang aja, gue bisa bantuin lo balikan sama mantan lo yang udah tidur sama gue. Gue dukung dan bantu dengan sepenuh hati kalo lo mau balikan sama si Qais. Karena inceran gue adalah Galen Keandra Alastair, dia yang bakal jadi suami gue. Makan malam ini emang rencana Papa buat jodohin gue sama dia. Tapi Nyokap lu yang ngga punya malu itu justru merusak semuanya. Ngapain lo pulang? Pilihan Galen Alastair cuma antara gue sama Vanya. Lo ngga masuk kriteria. Bikin malu keluarga aja!”
Senyuman sinis Vina mengembang sempurna, wajahnya sangat angkuh dan menatap rendah pada Lova yang hanya menatapnya datar dengan senyum meremehkan.
“Ck … princess wanna be.” Desis Lova mendengus sinis, dengan sengaja menabrak bahu Vina hingga wanita itu sedikit terhuyung lalu mendahului langkahnya.
Lova di tempatnya duduk dengan gelisah, dia merasa terjebak dalam situasi yang merugikan, bukan karena keluarganya, namun tatapan mata Galen yang penuh rencana untuk bisa mengikatnya membuat Lova ketar-ketir sendiri.
Lova sudah bisa menarik kesimpulan, jika makan malam kali ini jelas untuk menjodohkan putra dari keluarga Alastair dengan salah satu putri dari keluarga Maheswara, dan Lova tau, sekali pun dia bagian dari Maheswara, namun dia tidak masuk dalam salah satu kandidat yang akan diajukan orang tuanya untuk bisa bersanding dengan Galen Alastair.
Dia tau sejak tadi Galen tidak melepaskan tatapan matanya, yang membuatnya diam-diam menahan napasnya dengan perutnya yang terasa sedikit mulas karena situasinya. Kenapa dia justru terus bersinggungan dengan pria itu? Lova hanya ingin hidup tenang dan mengubur masa lalunya, namun yang terjadi justru masa lalu itu seperti bayangan yang akan terus mengikutinya.
“Saya harap makan malam kali ini bisa memperat hubungan keluarga kita ya, Pak Kalvin. Seperti tujuan kita yang ingin menjodohkan anak-anak kita.”
Abbas memulai obrolannya saat mereka telah selesai dengan hidangan utama.
Kalvin yang mendengar itu tersenyum. “Saya tidak bisa menjanjikan hal semacam itu, Pak Abbas. Saya menerima undangan Anda karena memang saya ingin memberi kesempatan pada Putra saya, Galen untuk bisa mengenal putri-putri Anda, siapa tau cocok. Jika memang cocok maka mereka bisa memutuskan, namun tidak serta merta ini adalah perjodohan yang dipaksakan. Kita serahkan sepenuhnya pada anak-anak saja, Pak.” Ucap Kalvin dengan nada yang lembut namun tegas, tatapannya tampak bijaksana.
Elodie di tempatnya mencengkram kuat garpu dan sendok untuk melampiaskan emosinya, dia tidak bisa melihat Galen menikah. Jika kakaknya itu menikah, maka dia akan tetap menempel seperti lintah karena dia tidak ingin sampai kasih sayang Galen terbagi.
“Iya, maksud saya seperti itu.”
“Tapi, apakah Nak Galen masih belum memiliki kekasih? Pria tampan seperti kamu dengan karir dan masa depan yang cemerlang, rasanya mustahil tidak memiliki kekasih ya?”
Suara Amara menginterupsi dengan nada yang malu-malu, seolah melihat pria yang sangat berprospek untuk bisa menjadi kekasih putrinya.
“Vina mungkin cocok dengan Nak Galen, kepribadiannya lembut dan keibuan, dia juga bijaksana dan tega, kecerdasannya tidak diragukan lagi. Dia lulusan terbaik di universitasnya dulu dan kini menjabat sebagai General Manager di salah satu anak perusahaan ayahnya. Saya pikir profile kalian seimbang dan pasti akan bisa menjadi pasangan yang serasi.”
Amara memperkenalkan Vina dengan nada yang bangga, sedang Galen hanya memperhatikan wanita itu yang terlihat malu-malu dengan pipi yang memerah, lalu pandangannya kembali jatuh pada Lova yang hanya diam menikmati dessert-nya, wanita itu memakannya dengan tidak berselera.
“Universitas swasta yang terakreditasi B itu? Yang tidak memiliki reputasi? Tidak ada yang bisa dibanggakan kan dari lulusan terbaik universitas yang hanya akreditasi B. Saya hanya ingin meluruskan, karena Dek Amara ini suka melebih-lebihkan.”
Elvina menimpali dengan tenang, senyumnya tetap manis, berbeda dengan Amara yang mengepalkan tangannya di bawah meja.
“Saya tidak ada maksud menjelekkan siapa pun, hanya saja saya ingin mengatakan kejujuran dengan fakta yang ada dari pada nanti keluarga Alastair merasa tertipu.” Elvina kembali melanjutkan. “Atau Nak Galen bisa mengenal Vanya juga …”
Elvina yang duduk di sebelah Vanya itu sudah menggenggam tangan putri sulungnya dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta dan harap. Berharap bisa berjodoh dengan salah satu putra dari keturunan Alastair.
"Vanya ini lulusan terbaik dari Universitas Indonesia, dia mengambil jurusan management bisnis, makanya saat ini menjadi wakil papanya karena kemampuannya yang menakjubkan. Dia yang paling diandalkan oleh Papa nya untuk kemajuan perusahaan. Namun, Vanya juga tidak hanya menyibukkan diri mengukir prestasi karirnya, dia juga memahami sepenuhnya kordratnya sebagai perempuan. Selama ini dia belajar dan ikut seminar-seminar parenting dan pra nikah, demi mempersiapkan diri untuk menjadi Istri dan Ibu yang baik. Mungkin Nak Galen bisa berkenalan lebih jauh dengan Vanya. Kalian cocok secara bibit, bebet dan bobot."
Elvina mengatakannya dengan nada bangga, tatapannya berbinar penuh kebanggaan pada sang putri. Lova masih diam di tempatnya, mengambil slice kedua dari cake yang sedang dia makan.
Memang semenjak Vanya dinyatakan sehat dan mampu beraktivitas seperti orang normal. Wanita itu seolah menunjukkan taringnya pada dunia tentang siapa dirinya.
Berambisi menjadi wanita cantik dan cerdas dari seorang putri Abbas Maheswara. Seolah rasa sakit dan lemah yang dia rasakan selama belasan tahun harus dibayar tuntas dengan semua ambisi yang dia pendam sebelumnya.
Ivanka dan Kalvin hanya menyimak masing-masing Ibu itu memperkenalkan dan membanggakan anaknya yang mungkin bisa menjadi kandidat calon menantunya.
Yang tetap tenang hanya Lova, benar-benar menikmati makanannya walau tidak ada yang tahu bagaimana hatinya.
Galen sendiri pura-pura menatap penuh minat pada dua wanita yang tatapannya menunjukkan rasa tertarik secara jelas padanya, lalu pandangannya beralih pada Lova.
Bukankah seharusnya Elvina memperkenalkan Lova? Dia juga putri wanita itu kan? Atau memang dari awal hanya Vanya yang diinginkan Elvina untuk menjadi calon istrinya?
"Bagaimana dengan Lova, Tante? Tante tidak ingin mengenalkannya pada saya?" Tanya Galen membuat Lova yang sejak tadi menunduk menikmati makanannya langsung mendongak dan menatap tajam pada Galen yang justru menyungging senyum manis penuh makna.
Hal itu membuat Vina dan Vanya langsung menatapnya dengan tatapan penasaran. Kenapa justru Lova yang mencuri atensi Galen di saat wanita itu bahkan tidak mengusahakan apapun untuk penampilannya malam ini.
"Oh iyaa ..." Elvina tampak sedikit canggung. Dia langsung menggenggam tangan Lova, namun senyumnya bukan bahagia namun gugup.
"Ini Lova, putri bungsu saya. Menyelesaikan kuliahnya di London dan sempat bekerja juga di sana. Tapi dua tahun ini sudah pulang ke Indonesia, karena mutasi dari perusahaannya yang ada di Bali, sekarang dia tinggal di sana."
Perkenalan singkat dari mamanya yang tanpa ada unsur membanggakan membuat Lova hanya tersenyum miris dalam hati.
Bukannya dia ingin dibanggakan seperti kakaknya, namun yang dia yakin adalah mamanya bahkan lupa di kampus mana dirinya kuliah, jurusan apa yang dia ambil dan bekerja sebagai apa saat ini.
"Oh iya? Keren sekali Lova, lulusan London ya? Di University apa? Jurusan apa? Sekarang bekerja di mana, sayang?" Tanya Ivanka yang menunjukkan keramah tamahannya dan membuat Vina juga Vanya sekali lagi melirik ke arahnya dengan kesal.
Belum sempat Lova menjawab pertanyaan Ivanka, Galen sudah menginterupsi dengan senyum lebar dan tatapannya terus tertuju ke arah Lova, seolah ingin menunjukkan kepada semua yang ada di sana jika Lova memang telah berhasil memikat putra dari Kalvin Alastair itu.
“Sebenarnya saya tidak perlu mengenal Lova, Tante, Om … Memang saya menerima ajakan Mama dan Papa untuk datang makan malam kali ini karena Lova. Saya sudah jatuh cinta sejak lama dengan Lova, kami teman SMA dan dulu pernah menjadi anggota OSIS di periode yang sama. Tujuan saya ke sini memang ingin meminta restu pada Om dan Tante, saya ingin melamar Lova.”
Jawaban dari Galen langsung menyentak semua orang yang ada di sana, terutama Lova yang langsung memberikan tatapan tajam penuh permusuhan pada Galen. Sedang Galen hanya tersenyum puas, seolah menyambut kemenangannya malam ini, dan itu terlihat memuakkan bagi Lova.