Hampir Tertangkap

1115 Kata
"Kamu udah kirim video itu ke Mama?" Tanya Barra, seraya memberikan Alma sebuah bungkusan plastik. Alma menjawab dengan sebuah anggukan. "Boba?" Jerit Alma begitu membukanya. "Dari mana?" Tanyanya dengan wajah sumringah "Dom tadi habis keluar cari makanan. Buat makan malam kita nanti." Alma tersenyum. "Baik sekali dia," ucapnya seraya menyeruput minuman bobanya dengan sedotan. "Kamu happy sekarang?" Tanya Barra tersenyum. Alma mengangguk. "Tapi perasaanku enggak enak, Bar." Wajahnya tiba-tiba berubah. "Kenapa?" Kini Barra duduk di samping Alma, di lantai paviliun yang terbuat dari kayu. "Aku tahu, Papa. Dia tidak suka diancam," sahut Alma. Diaduk-aduknya Boba dengan sedotan seolah ingin mengalihkan pikirannya dari hal buruk. "Menurutmu, apa yang akan dilakukannya?" Belum sempat Alma menjawab lagi tiba-tiba suara kencang Dominik mengagetkan keduanya. "Kalian harus cepat-cepat pergi dari sini!" Dominik memandang Barra dan Alma bergantian. "Mereka tahu?!" Barra langsung bangun dari duduknya. Dominik mengangguk. Ditunjukannya sebuah pesan di ponselnya. "Temen gua yang abangnya polisi itu tahu gua bantu kalian. Mereka punya rekaman cctv-nya dari hotel." Barra dan Alma saling berpandangan. "Kita harus kemana lagi, Bar?" Alma mulai ketakutan. Perasaannya terbukti benar. Barra menggeleng. Kini ia menatap Dominik. "Yang jelas pergi kemana aja, tapi kalian gak bisa naik kereta atau pesawat. Bus juga gak bisa, di sana juga banyak polisi. Foto kalian pasti udah nyebar." Dominik kini tampak berpikir keras. "Kalian beresin barang-barang dulu, gua mikir dulu," sahutnya lagi. Kini Alma sudah menangis. Barra mengusap bahu Alma. "Kita beresin barang-barang dulu, ya?" Ucapnya. Dan sesaat kemudian mereka sudah kembali ke teras paviliun. "Gua antar kalian. Gua tahu kita harus ke mana." Barra menggeleng. "Gak, Dom! Lu udah ketauan. Gua enggak mau lu terlibat masalah kita." "Gua udah terlanjur terlibat, Bar. Sekalian aja!" "Lu yakin? Bengkel lu?" "Bengkel ya, tutup dulu. Kapan lagi gua punya kesempatan kayak di The Fast & Furious!" Sahutnya dengan kedua tangan memperagakan aksi menyetir ala Dominic Toretto. Barra memegang kedua bahu temannya itu. "Dom! Ini tuh bukan film. Ini kenyataan. Urusannya sama polisi beneran!" Ditatapnya Dominik sungguh-sungguh. "Gua bosan hidup biasa-biasa, Bar. Tujuan gua kan, bantu kalian. Dan kalian kan, bukan kriminal." Dominik melepaskan kedua tangan Barra dari bahunya. Barra terdiam sejenak. Ditatapnya temannya itu kembali. Ia mengerti perasaannya. Sejak pindah dari Jakarta ke Semarang dia memang sering mengeluh bosan. Apalagi sejak berhenti kuliah demi menjalankan bisnis bengkel mobilnya. "Ok! Tapi cuma satu tujuan. Habis itu lu mesti balik lagi ke rumah. Ntar nyokap bokap lu lapor polisi nuduh gua nyulik lu juga," ucap Barra akhirnya. Wajah Dominik berubah sumringah. "Yesss!" Serunya kegirangan sambil berlari masuk ke dalam rumah dan kembali keluar dengan sebuah tas di punggungnya dan sebuah kantong plastik besar di tangannya. Barra memandang heran. "Banyak amat, bawaannya?" Tanyanya. "Logistik perut! Kita kan, gak bisa turun beli makan nanti." Sahut Dominik seraya mengangkat kantong plastik yang ditentengnya. ... Kini mereka sudah berada dalam sebuah mobil bak terbuka dengan tulisan "Toko Oleh-Oleh Cepat Maju" terpampang jelas di kaca depan mobil. "Gua kirain lu mau bawa lambo ijo lu... Mana ada Dominic Toretto bawa Pick up sayur," keluh Barra sambil sibuk mengatur posisi duduknya agar Alma tak kesempitan di sampingnya. Dominik tergelak. "Sorry brooo". Kan, lu bilang Lambo gua sebelas-tujuh belas sama aslinya. Sedan tua, gua takut mogok dibawa jalan jauh. Biasanya cuma gua pake buat nge-mall doang. Dominik melirik Alma yang duduk di sebelahnya. "Maaf ya, Ma sekali-kali merakyat," ucapnya pada Alma yang tak bisa lagi menahan tawanya. "Yang penting kan, adem. Gini-gini Ac-nya masih kenceng." Dominik memutar tombol pendingin mobilnya, mengaturnya ke suhu lebih dingin. "Tapi nih, mobil gak dicariin sama nyokap bokap lu?" Dominik menggeleng. "Gak! Baru dipake belanja dagangan dua hari lalu. Palingan nanti nyokap gua kalo nelepon juga bukan nyariin gua, tapi nyariin mobilnya." Dominik kembali tergelak membuat Barra dan Alma ikut tertawa. "Lu tidur duluan, aja Bar. Nanti kita gantiannya kalo udah mau masuk tol. Gua suka ngantuk kalo di tol." Barra mengangguk, namun belum sempat ia memejamkan mata tiba-tiba mobil berhenti mendadak. "Polisi!" Jerit Dominik. Dengan cepat ia meminggirkan mobilnya di tepi jalan. Barra dan Alma memandang ke depannya dengan panik. Mereka hanya berjarak sepuluh meter saja dari polisi-polisi yang tengah menghentikan dan memeriksa semua kendaraan yang lewat di jalan. Dan sebentar lagi polisi-polisi itu juga akan menghampiri mobil yang mereka tumpangi. "Alma, kamu pakai ini dan pakai maskernya juga. Ini punya Ibu." Dominik mengulurkan sebuah hijab dan masker pada Alma yang ditemukannya di laci mobil. "Bar, gua akan buka pintu di samping lu, terus lu keluar sambil nunduk ke bak mobil. Jangan sampai keliatan. Lu tarik aja dikit terpalnya. Lu tiarap di situ sampe gua bilang aman," perintah Dominik seraya bergegas keluar dari dalam mobil, lalu berjalan cepat membuka pintu mobil di samping Barra. Barra pun dengan cepat keluar mengikuti instruksi. Dan dua orang polisi datang tepat saat Barra menutup terpal mobil kembali. Barra menahan nafasnya saat mendengar langkah polisi semakin mendekat. Terdengar juga saat polisi-polisi itu berbicara dengan Dominik. Menanyakan tujuannya dan meminta memperlihatkan surat-surat kendaraan. Tapi Dominik terdengar sangat tenang. Barra menunggu dengan hati berdebar. Ia tidak bisa membayangkan jika mereka membuka terpal mobil dan melihatnya berbaring. Ya, Tuhan! Bagaimana Alma? Pasti ia sangat ketakutan. Barra menunggu detik demi detik dengan hati tak karuan. Udara pengap membuat dadanya pun ikut sesak. Ia merasa waktu berjalan sangat lambat. Kenapa polisi-polisi itu belum pergi juga? Dan saat kemudian terdengar suara pintu mobil tertutup dan kembali berjalan, Barra akhirnya bisa bernafas lega. Kini ditunggunya hingga Dominik menghentikan kembali mobilnya di tempat aman. Dan beberapa menit kemudian mobil pun akhirnya berhenti kembali. "Aman!" Terdengar suara Dominik membuka terpal penutup. "Sorry, Bro, lama. Cari tempat aman!" Barra buru-buru beranjak bangun, lalu menyingkap terpal lebar-lebar dan menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. "Thanks, Bro!" Ucapnya sambil menepuk-nepuk bahu Dominik. "Kamu enggak apa-apa?" Tanya Barra pada Alma sesaat ia masuk kembali ke dalam mobil. Alma pun menjawab dengan anggukan. "Untung gua bawa mobil ini. Mereka tahu toko nyokap gua. Gua bilang mau belanja barang dagangan." "Terus mereka nanya Alma?" "Ya, gua bilang aja ade gua. Namanya Mia Toretto. Dan mereka percaya. Kayaknya mereka ngira Toretto itu nama orang Jawa." Dominik tergelak. "Untung polisinya gak sekalian nanyain Brian O'Connor di mana?" Tambah Barra membuat Dominik kembali tertawa kencang hingga kedua bahunya terguncang. "Kamu tambah cantik pake hijab begitu." Barra memandang Alma yang tersipu mendengar pujiannya. Dominik menggelengkan kepalanya. "Masih aja lu gombalin cewek!" "Bukan gombal. Itu beneran!" Protes Barra. "Emangnya Barra suka gombalin cewek?" Tanya Alma. "Seriiing. Ini kita mau samperin salah satu kor..." Belum sempat Dominik melanjutkan ucapannya, sebuah tahu goreng melayang ke wajahnya dan jatuh di atas pangkuannya. Dominik pun langsung terdiam. Memasukan tahu ke dalam mulut lalu kembali mengalihkan pandangannya ke jalan raya di depannya. "Dominik kalo lapar suka ngaco ngomongnya," sahut Barra melihat Alma yang memandangnya dengan curiga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN