BAB 1. Pelarian

1104 Kata
"Pembantaian keluarga Windsor yang menetap di Inggris, sedang menjadi trending topik di seluruh dunia. Siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan tragis ini? Benarkah semua ini berhubungan dengan pangeran Cedric yang tiba-tiba tidak menjadi Putra Mahkota lagi." Narasi berita yang memilukan itu menemani pelarian Flora yang menegangkan. Salah satu lengannya patah ketika Liam melemparnya keluar dari Restoran, agar dia bisa melarikan diri dari pembunuh yang sudah berhasil menembakkan peluru di kepala Arion. Lalu setelah memaksa Flora keluar dari tempat itu dan berteriak agar istri kecilnya itu melarikan diri, Liam terkena tembakan beberapa kali di tubuhnya dan Flora bahkan tidak berani melihat tembakkan terakhir yang dia dengar mengarah ke bagian tubuh Liam yang mana. "Kita sudah sampai di pemberhentian terakhir, silahkan keluar dan periksa barang bawaan anda." Ucap sang Supir Bus yang Flora naiki dengan penuh kecemasan. Gadis itu tidak tahu harus pergi kemana karena itu dia hanya membeli tiket Bus secara random dan membuatnya sampai di Bandung. Saat ini waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Flora menaiki Bus terakhir malam itu setelah melarikan diri dan bersembunyi selama berjam-jam. Gadis itu tidak tahu bagaimana keadaan suaminya saat ini. Tapi dia bisa menebak bahwa kemungkinan Liam sudah meninggal seperti keluarganya yang sangat ramai di beritakan di media itu. Flora tidak berani melarikan diri ke kediaman Adrian karena takut mereka juga akan di bunuh seperti Arion. Gadis itu saat ini tidak bisa berpikir dengan jernih. Semuanya terasa seperti mimpi buruk bagi Flora. Padahal dia baru saja mendapatkan kebahagiaan yang selama ini dia impikan. Padahal dia baru saja bertemu dengan keluarga kandungnya setelah bertahun-tahun hilang karena di culik. Padahal dia akhirnya menemukan laki-laki baik seperti suaminya dan mulai mencintainya. Padahal hari-hari miliknya yang selama ini suram, baru saja menjadi indah dan manis setelah kehadiran Liam dan keluarga kandungnya. Padahal selama ini hidup Flora tidak mudah, tapi kenapa Tuhan seperti tidak mengijinkannya untuk bahagia? Pagi ini hujan deras. Hari masih sangat gelap dan tangan Flora terasa sangat sakit. Dia tidak berani ke Rumah Sakit dan hanya membalutnya dengan perban seadanya. "Jika Tuhan memang ada, kenapa dia tidak menyelamatkanku? Kenapa dia mengambil semua kebahagiaan yang susah payah aku dapatkan? Jika Tuhan memang ada, kenapa dia jahat sekali denganku?" Flora berteriak di tepi sungai deras yang sedang dia lewati setelah berjalan kaki beberapa meter dari terminal Bus. "Aku mencintai Liam dan aku belum sempat memberitahunya. Aku menyayangi kak Arion dan aku juga belum sempat memberitahunya. Aku menyayangi Mommy, Daddy, kak Damian, kak Lian dan semua keluargaku. Jika engkau memang ada Tuhan, tolong biarkan mereka hidup. Tidak masalah jika seumur hidup, aku harus menderita." Isak tangis Flora terasa semakin pilu. Di tengah derasnya hujan. Di tengah malam yang sepi. Di tengah kegelapan yang menyelimuti jembatan besar yang terasa begitu dingin. Di tengah perasaan hancur yang menggerogoti Flora dari dalam. "Apapun yang terjadi, jika kamu menyayangiku, aku hanya ingin kamu hidup. Tolong teruslah hidup dan bahagia." Itu adalah kalimat terakhir yang di bisikkan oleh Liam, sesaat sebelum dia mendorong Flora keluar dari Restoran untuk melarikan diri. Karena itu Flora tidak bisa semudah itu mengakhiri hidupnya sekalipun dia merasa tidak memiliki alasan lagi untuk hidup. "Aku bahkan belum sempat mengatakan kalau aku mencintai kamu mas." Isak Flora pilu. Masih teringat jelas di benak Flora betapa indah senyum Liam yang dia temui setiap pagi. Masih teringat jelas di kepala Flora postur tubuh indah suaminya ketika dia berada di dapur untuk membuatkan Flora sarapan. Masih teringat dengan jelas di ingatan Flora, betapa menyenangkannya belaian lembut Liam di kepala gadis itu, setiap kali keduanya sedang berbincang mesra. Semua ingatan tentang Liam, membuat Flora merasakan emosi yang luar biasa di dalam dirinya. Bukan hanya tentang Liam, tapi juga tentang semua keluarganya. Termasuk Arion yang selalu baik pada Flora bahkan sebelum gadis itu di pastikan jelas sebagai saudaranya. Senyuman Isha juga terlintas di ingatan. Flora selalu ikut bahagia setiap kali melihat Isha berbicara tentang kakak-kakaknya. Flora tidak bisa membayangkan raut wajah Isha, jika dia tahu salah satu kakak kesayangannya meninggal secara tragis seperti yang Flora lihat tadi. Banyak sekali hal yang memenuhi isi kepala Flora sampai gadis itu kesulitan untuk menampungnya. Rasanya Flora ingin melompat ke dalam sungai besar itu karena hidupnya sudah tidak berarti lagi. "Flora! akhirnya aku menemukan kamu." Teriakan seseorang membuat gadis itu menoleh dan melihat Mariana sedang berlari ke arahnya. "Mari," Flora berucap lirih kemudian memeluk sahabatnya itu sambil menangis. Di belakang Mariana ada Justin yang terlihat panik juga. "Tidak aman jika kita terus berada di sini, sebaiknya kita segera pergi." Ucap Justin diangguki Mari. Flora segera mengikuti kedua sahabatnya dan pergi dari tempat gelap itu. "Kamu nggak papa kan Flo, ada yang luka nggak?" Tanya Mari setelah membiarkan Flora menangis sampai puas. "Aku nggak baik-baik aja." Balas gadis itu lemah. Tatapannya kosong menatap jalanan yang terasa begitu gelap dan menyeramkan. Pikirannya benar-benar tidak bisa bekerja dengan benar saat ini. Flora merasa bahwa dunia ini terasa bukan tempatnya lagi. Apalagi keluarga dan suami yang dia cintai sudah tidak ada. "Om Adrian sudah menunggu di Bandara sekarang, kita berdua akan mengantar kamu ke sana dan semua akan baik-baik saja Flo." Ucap Justin berusaha menenangkan sahabatnya itu. "Maaf karena aku melibatkan kalian." Flora berucap lirih. "Di Bandara terlalu mencolok Jus, aku udah hubungi om Adrian buat menunggu kita di tempat lain." Balas Mariana sambil terus mengusap lengan Flora menenangkan. "Jadi kita kemana sekarang Mar?" Tanya Justin serius. Mariana kemudian menyebutkan sebuah Alamat yang diangguki oleh Justin. Flora hanya diam sambil menatap kosong ke arah jalanan. Tidak sedikitpun peduli dengan percakapan kedua sahabatnya. Hingga tiba-tiba mobil yang di kendarai Justin di tabrak dengan keras dan terpaksa harus berhenti di tepi jalan. "Jangan keluar dan tetap di dalam mobil, biar aku yang keluar." Ucap Justin dengan suara yang terdengar bergetar. Flora tahu persis sahabatnya itu pasti ketakutan melihat beberapa orang membawa Pistol keluar dari mobil yang menabrak mobil mereka tadi. "Kalian tetap di dalam! biar aku yang keluar. Yang mereka cari adalah aku. Kalian tidak perlu terlibat lebih dari ini. Hiduplah dengan baik sampai seribu tahun ke depan. Terimakasih banyak karena sudah menjadi sahabatku." Flora tersenyum tipis setelah menarik Hodie Justin agar laki-laki itu tidak keluar dari mobil. "Tidak boleh! kamu tidak boleh keluar Flo!" Mariana memegangi tangan Flora erat sekali dengan tatapan marah. Flora kemudian tersenyum ke arah sahabatnya itu berusaha untuk menenangkan. Setelah itu melepaskan cekalan tangan Mari dengan paksa. Mendorong gadis itu, keluar dari mobil dengan cepat dan buru-buru menutup pintu mobil itu agar Mari tetap di dalam. "Dasar Flora sialan!" Tapi kalimat kasar itu samar-samar bisa Flora dengar keluar dari mulut Mari. Flora sedikit bingung, tapi dia tidak sempat memikirkan semua itu karena tubuhnya langsung di tarik oleh seseorang yang menggunakan penutup kepala dan senjata lengkap. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN