Waktu berlalu dengan cepat, Tomi mendapatkan kejayaan perusahaannya kembali. Tak tanggung-tanggung, Tomi menempatkan Angkasa Grup sebagai rival yang harus di singkirkan. Belajar dari masa lalu, Tomi lebih berhati-hati saat menerimah klien baru. Dia tak memberi cela pada lawan untuk menyusup dan menghancurkan bisnisnya.
Berita bisnis kembali menggemparkan, Tomi corporation dan Angkasa grup saling tindih menindih di list no 1 dan 2 sebagai perusahaan tersukses.
Tomi tahu, Daniel tidak akan melawannya. Maka dari itu, dia terus menyerang dan berada di puncak kejayaan.
“Tom, lo bakal nemenin gue control kan?” tanya Amanda siang ini saat mereka istrahat makan siang.
“Eh, hari ini udah jadwalnya, ya? Sorry gua lupa,” ucap Tomi cengengesan.
“Dasar! Awas aja kalau lo nggak nemenin gue,” ancam Amanda.
Beberapa bulan terakhir ini, Tomi lah yang selalu menemaninya. Apapun permintaannya, akan di turuti. Tomi menjadi lelaki siaga setiap waktu saat Amanda ngidam dan menginginkan sesuatu secepatnya.
“Iya, selesai makan siang. Gua janji.”
Dua minggu belakangan ini, Amanda selalu melamun. Terkadang dia melihat bayangan Damian di hadapannya, hal itu membuatnya sangat sedih.
“Pencapaian kantor menduduki tempat no 1 lagi, apa yang akan lo lakuin selanjutnya?” tanya Amanda.
Tomi yang tadinya makan siang dengan lahap, kini kehilangan selera makan.
“Menurut lo apa? Gua akan terus melejit dan tidak akan membiarkan Daniel mendapatkan tempat lagi. Kita lihat, sampai kapan dia akan bersembunyi. Lo akan segera melahirkan, artinya Damian pun akan muncul.”
Amanda tertunduk, rindu akan sosok Damian yang selalu memanjakannya.
“Apa menurut lo dia akan datang nemuin gue? Apa dia akan mengadzani putrinya?” Netra Amanda berkaca-kaca, berharap Tomi akan mengangguki ucapannya.
“Entahlah, nggak ada yang tahu tentang isi perjanjian mereka. Gua hanya berharap lo nggak benci sama Damian. Daniel itu licik, dia bisa saja mencuci pikiran lo nanti.”
Amanda menyeka airmatanya. Dia mengangguk dengan setengah hati.
“Bagaimana dengan pencarian lo, Tom? Rasanya ingin sekali menemui Bu Restanti sekarang. Gue kangen masakan buatannya. Kehilangan mereka sekaligus sungguh sangat menyiksa.”
Tomi meletakkan sendok dan garpunya, dia berdehem dan meminum air putih yang tersedia di atas meja.
“Lo mulai lagi, dia nggak ada di sekitar kota ini. Jangan memikirkan hal itu lagi, oke. Gua udah selesai, ayo kita ke rumah sakit.”
Tomi selalu tahu bagaimana caranya mengalihkan perhatian Amanda. Mereka berjalan bersisian. Bagi orang lain, yang melihatnya. Mereka bak pasangan yang sangat serasi. Tomi memperlakukannya seperti seorang putri. Keluar dari restoran, mereka pun berjalan menyusuri trotoar sambil berpegangan tangan. Beberapa wanita melirik Tomi tetapi lelaki itu tak memperdulikannya.
“Ehm, jangan di gandeng terus, Tom. Ntar mereka ngiranya gue istri lo.”
Tomi mengikuti arah pandangan Amanda.
“Siapa? Mereka!” tunjuknya dengan wajah datar.
“Iya, nggak usah di tunjuk juga.”
“Biarin aja sih, gua juga nggak peduli.”
Amanda mencubit Tomi membuat lelaki itu meringis geli.
“Auw, jangan toel-toel disini, woi.”
“Apaan sih, Tom. Lebai banget.”
Supir pribadi Tomi berada di ujung jalan, media berjalan kaki ini adalah usul dari dokter agar Amanda selalu bergerak di bulan terakhir. Sebisanya, Tomi selalu menghibur Amanda dan membuat dia lupa untuk memikirkan keberadaan Damian dan keluarganya.
“Tom, lihat,” tunjuk Amanda dengan wajah pucat.
Daniel dan seluruh jajarannya berjalan keluar dari Cafe. Tomi menatap berang, tangannya terkepal bersamaan dengan gigi bergelematuk.
“b******k! Rupanya dia telah kembali.”
Tomi melangkah akan menyerang, tetapi Amanda menahannya.
“Tom, sepertinya dia bersama orang-orang penting.”
“Lo pikir gue peduli, gua nggak peduli!”
Tomi menghempas tangan Amanda dan berjalan mendekati Daniel.
“Tomi, jangan!”
“Hey, kau!”
Bug!
Bug!
Bug!
Tomi mendaratkan pukulan bertubi-tubi, Daniel yang tak siap. Bonyok tertindih oleh lelaki itu.
“Hey, apa yang kau lakukan.” Bisma Angkasa- Paman Daniel datang dari Singapura dan menetap untuk mengawasi bisnis keluarga mereka, kini berusaha untuk melerai.
Tomi tak menghiraukan siapapun, dia terus memukul tanpa ampun membuat Bisma mau tidak mau turun tangan.
“Hey, beraninya kau menyerang keponakanku. Jika kau punya masalah, ceritakan!” Kerah baju Tomi terangkat oleh Bisma.
“Paman! Jangan dengarkan dia. Akupun tak tahu apa masalahnya,” ungkap Daniel sambil memegang wajahnya yang kesakitan.
“b******k! Sudah kukatakan jauhi Damian dan Amanda. Kau pikir aku bodoh, kau melepas klien-klien yang berhasil kau rebut empat bulan lalu pasti dengan perjanjian licik yang membuat Damian menghilang hingga sekarang.”
Daniel menggeleng, dia menatap pamannya dengan wajah tak berdosa.
“Hati-hati dengan tuduhanmu anak muda, kau bisa saja ku penjarakan karena menyerang tanpa bukti.”
Amanda segera mendekat, dan meminta maaf.
“Tolong maafkan dia, dia hanya salah paham.”
Daniel terkejut melihat kedatangan Amanda.
“Amanda kau disini?”
Amanda menatapnya kesal, benci melihat Daniel yang bersikap manis.
“Kau tidak percaya padanya, kan? Semua yang di katakana Tomi adalah kebohongan. Aku baru saja kembali. Aku tidak tahu masalah apa yang terjadi di belakang.”
“Pengecut! Kau benar-benar jauh dari sikap gentle keluarga besarmu Daniel.”
Bisma- Paman Daniel terkejut mendengar ucapan Tomi.
“Sampai kapanpun, kau tidak akan memiliki Amanda, hutang-hutang mereka akan segera aku lunasi. Kau tunggu saja, b******k!” Tomi melepaskan diri dari Bisma lalu meraih pergelangan tangan Amanda dan menariknya ke mobil.
“Manda dengarkan aku, aku tidak seperti itu.”
Tomi lega karena telah menghajar Daniel. Dengan cepat, dia membawa Amanda masuk ke mobil dan meninggalkan kawasan itu. Mereka kini dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.
“Tom, lo apa-apaan sih. Lihat, tangan lo pun berdarah,” Amanda menggapai dan meniup luka Tomi.
“Gua nggak apa-apa, gua senang karena sudah memberi Daniel pelajaran. Setidaknya sekarang, Bisma Angkasa akan menyusut semua omongan gua.”
“Maksudnya?” Amanda tidak mengerti maksud Tomi.
“Keluarga Angkasa di kenal jujur, dua pewaris dari Bisma maupun papa Daniel sangat menghargai perasaan orang-orang di sekitarnya. Apalagi jika mereka tahu, bahwa Daniel sengaja memisahkan hubungan kalian. Maka habislah dia.”
“Kau sangat berlebihan, walau bagaimanapun juga. Daniel tetaplah keluarga mereka. Tentu mereka akan memihak kepadanya.”
Tomi menggeleng.
“Bokap gua sahabat Bisma Angkasa saat muda dulu, kasarnya gua tahu bagaimana perjalanan cinta pewaris Angkasa grup itu. Mereka tidak sekotor Daniel yang malah bersembunyi di balik uang dan kekuasaan.”
Amanda terlihat ngeri.
“Apapun itu, tolong lain kali hindari perkelahian atau apapun bersama Daniel. Gue nggak mau lo kenapa-napa. Gua udah mau lahiran, Tom. Apa yang akan terjadi jika lo dan papa nggak bisa nemenin gue.”
Hal yang paling Amanda takutkan adalah, mamanya akan nekat membawa bayinya pergi. Atau membuangnya di suatu tempat. Hal semacam itu selalu menganggu pikirannya.
“Gua akan jagain lo, tenang aja.”
**
Daniel menyeka darah yang menetes di sudut bibirnya, wajahnya membiru dan sang Paman menatapnya lekat.
“Paman, tidak percaya kepadanya, kan? Aku nggak mungkin melakukan hal sejahat itu.”
“Semua yang dia katakan, memiliki kaitan dengan masalah yang ada di kantor. Uang milyaran entah hilang kemana. Kau memutuskan kerja sama dengan klien baru, sama seperti yang lelaki itu jelaskan. Apa ini demi perempuan?”
Daniel menelan salivanya dengan susah payah.
“Jikalau pun kau mendapatkannya. Itu bukan cinta, Dani. Sebagai lelaki, Paman merasa malu karena kau melakukan semua itu. Andai kau tahu bagaimana perjuangan papamu mendapatkan cinta mamamu.”
“Aku hanya mencintai satu wanita, Paman. Aku mencintainya tulus.”
“Kalau dia tidak mencintaimu, lalu apa gunanya. Kau bisa mencintainya tapi bukan berarti kau menyakitinya.”
“Terserah!”