Chapter 45 melabrak Daniel

1203 Kata
Damian tiba di atap, Tomi menunggu dan menghadap ke arah pintu sambil menyilangkan tangan ke d**a. “Ada apa? Aku sedang buru-buru," ucapnya dingin. Tomi mendekatinya, lelaki itu melirik kertas yang di bawah Damian. “Kau sudah tahu. Sebenarnya aku memanggilmu karena ini.” “Aku akan membereskannya, tenang saja," ucap Damian yakin. Tomi merebut berkas yang ada pada Damian lalu berjalan mengelilingi lelaki itu. “Bagaimana caranya? Beri tahu aku.” Damian diam membisu. Tatapan tegas Tomi menyiutkan nyalinya. “Klien-klien ini tak mungkin mundur secara bersamaan. Pasti ada penyebabnya, kita berdua tahu siapa dalang di baliknya. Kau bilang ingin membereskannya, katakan padaku. Bagaimana caranya!” bentak Tomi. Damian mendongak, melihat kecemasan jelas tercetak di wajah atasannya itu. “Aku akan mengikuti semua maunya, dari gerak-gerik yang dia tunjukkan tempo hari, aku tahu dia cemburu karena Amanda bersama kita.” Tomi menghentakkan berkas itu di d**a Damian. “Jadi, kau ingin menyerahkan Amanda, begitu?” Damian menggeleng. “Tidak, aku akan memintanya untuk tidak mengusik Amanda, Setidaknya sampai bayi kami lahir.” “Kau gila! Dia hanya akan memanfaatkanmu!” Damian memegang bahu Tomi erat, tatapannya tajam. Kedua lelaki itu saling memperlihatkan ketidaksukaannya. “Kau mau aku, apa? Kau tahu, kau sangat baik. Kau menjaga Amanda, perusahaan ini sangat penting. Tidak akan kubiarkan jatuh hanya karena masalah pribadiku.” Tomi membalas dengan mencengkram kerah baju lelaki itu. “Siapa kau yang berani memutuskan penting atau tidaknya keputusan dalam perusahaanku, kau adalah bawahanku. Kau harus menuruti semua perintahku, aku tak mengizinkan kau menemui siapapun dari Angkasa Grup terutama Daniel.” Damian tidak setuju dia tak bisa tinggal diam, dia tak mau menerima pengorbanan Tomi dan melihat teman-temannya sukses menjadi pengangguran. “Kau lupa satu hal. Aku adalah meneger di perusahaan ini. Aku berhak melakukan apapun sebelum kau memecatku.” Damian meninggalkan atap. Langkahnya terburu-buru menuruni tangga dan menjauh dari Tomi. “Damian dengarkan aku, aku lebih baik kehilangan segalanya dari pada memohon pada b******n itu.” Damian terus melangkah, Tomi tak hentinya meneriakinya tapi dia tak peduli. “Damian, berhenti. Aku peringatkan kau!” Mereka menuruni tangga demi tangga dan kini melewati ruangan staf. Semua karyawan menatap heran kala atasan mereka terus memanggil. "Pak, Pak Tomi memanggil anda," ucap salah satu staf menghentikan langkah Damian. “Kau dengar aku Damian Atmaja!” teriak Tomi sekuat tenaga. Damian berhenti saat dia hampir mendekati pintu keluar. Anita dan yang lainnya tercengang di tempatnya. “Kembali kataku!” Damian yang mendengarnya membalikkan badan dan menatap Tomi dengan perasaan bersalah. “Kita masih bisa cari jalan keluarnya, jika kemarin berhasil. Sekarang pun pasti berhasil.” Damian menggeleng. Jarak mereka cukup jauh, setiap Tomi melangkah mendekat maka Damian pun bergerak mundur. “Aku sudah memeriksa semua riwayatnya, tak ada celah.” Karyawan yang ada di sana tak mengerti mereka sedang membahas apa? “Walau begitu kita bisa berdiskusi. Ayolah, Dam.” “Tidak, keputusanku sudah bulat.” Amanda keluar dari ruangan memecah ketegangan yang sedang berlangsung. Damian sedang di jaga security dan Tomi tepat berada di sampingnya. “Ada apa ini?" tanyanya bingung. Sesaat hening, Amanda menatap Damian yang terpaku. " Dam, kau mau kemana? Kau belum makan siang. Aku sudah menunggumu dari tadi.” Tomi memberi isyarat pada Damian agar memikirkan semuanya sekali lagi. “Manda, tolong minta dia kembali. Jam istrahat sebentar lagi selesai,” pinta Tomi. Lelaki itu di penuhi keringat setelah menuruni Empat lantai sekaligus karena menggunakan tangga darurat. “Sebenarnya ada apa?” tanya Amanda menatap Tomi. Damian menggeleng, berharap lelaki itu menjaga rahasia di antara mereka. “Eh, sebenarnya, … .” Pandangan semua orang teralihkan. Damian mengambil kesempatan dan meninggalkan kantor. Dengan santainya Damian melewati security yang bertugas. “Apa, kok diem?” cecar Amanda. Mobil Damian bergegas keluar. “Pak, pak Damian pergi,” ucap sang security. Tomi yang panik bergegas berlari keluar, tapi sudah terlambat. Amanda mendekatinya, menanyakan hal yang sama lagi dan lagi. “Ada apa, Tom? Kenapa kau gelisah.” Tomi hanya bisa menggeleng. ** Mobil Damian melaju membela jalanan, menuju ke kantor dimana dia pernah mengikuti Daniel. Dua puluh menit kemudian, dia memarkirkan mobilnya. Dipandangnya berkas-berkas yang ada di sampingnya. “Ha, aku harus melakukan ini atau dia akan semakin keterlaluan.” Setelah mengatur napas, Damian pun melangkah keluar dengan tenang. Untuk pertama kalinya, menginjakkan kaki di kantor Angkasa grup. Karyawan berjalan lalu lalang, dengan pakaian rapi. “Permisi, maaf anda mencari siapa?” Seorang wanita bertanya padanya saat memasuki area kantor. “Pak Danielnya ada?” “Apa Bapak sudah membuat janji?” Damian menggeleng. “Maaf, Pak. Pak Daniel sedang sibuk, silahkan kembali setelah membuat janji.” Damian terdiam putus asa. “Pak Cakra, Pak Daniel menunggu anda di ruang meeting lantai dua.” Damian tersentak, tanpa pikir panjang dia segera menuju ke lift dan naik ke lantai dua. “Eh, Bapak mau kemana?” Tak di hiraukan wanita yang mengejarnya. Ting. Pintu lift terbuka. Tiba di lantai dua, Damian sempat bingung melihat luasnya ruangan. “Maaf, dimana ruang meetingnya?” tanyanya pada seorang lelaki, “Di sana, Pak. Lurus saja belok kiri.” “Baik, terimakasih.” Langkah Damian semakin cepat, tepat di depan ruang meeting, dia kembali menarik napas dan masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu. Brakk. Pintu di buka kasar, Daniel dan asistennya terkejut melihat kedatangannya. “Aku menemukanmu.” Damian menatapnya geram. Daniel tak berkutik, untuk beberapa saat dia terkejut dan bertanya-tanya tentang kedatangan lelaki itu. “Hey, anda siapa? Keluar!” Asisten pribadi Daniel mengusir Damian. Tetapi, lelaki itu sama sekali tak beranjak. “Keluar atau saya panggil security!” “Pengecut!” Damian kembali memaki. Daniel tersenyum seolah mengejeknya. “Tinggalkan kami dan tunggu di luar,” ucap Daniel pada asistennya. “Baik, Pak.” Jantung berdebar kuat, gugup dan kesal bercampur jadi satu. Pintu di tutup rapat dan kini hanya tinggal mereka berdua. “Ada apa? Apa Tomi yang memintamu datang.” Tatapan dan wajah Daniel membuat suasana hatinya semakin kesal. Damian melempar berkas-berkas yang di bawanya ke depan Daniel. “Tadinya, aku mengira kau lelaki yang hebat. Di usia muda mampu mengendalikan perusahaan besar, Tapi, setelah melihat sepak tejangmu. Pendapatku berubah. Kau tidak ada apa-apanya.” Daniel sama sekali tak terpancing. “Langsung saja ke intinya. Dengar, kau datang dan menerobos masuk. Kau datang memaki tanpa sebab. Orang akan menganggapmu gila, ada apa denganmu, Bung?” Damian mengepalkan tangan. “Aku tahu ini semua karenamu. Kau menarik satu per satu orang dan mengalihkan semua klien kami. Apa maumu, katakan!" Daniel berdiri tegak tepat di hadapannya. “Aku tidak tahu kau bicara apa? Masih terlalu siang untuk meracau.” Damian mengeluarkan ponselnya. Dan memperlihatkan foto Amanda dan Daniel di sana. “Apa kau begitu tergila-gila dengan istriku, hingga menghalalkan segala cara untuk memisahkan kami. Kau bahkan mengirimkan foto seperti ini.” Daniel tersenyum dan membalas tatapannya. “Ralat, Damian. Dia bukan lagi istrimu, dia adalah mantan istrimu," ucapnya penuh penekanan. “Itu menurutmu, kami berpisah hanya di mata hukum. Bayi dalam kandungannya adalah milikku. Perjuanganmu itu akan sia-sia.” Daniel tertawa melihatnya. “Kau sungguh sakit, sepertinya bukan hanya aku yang putus asa, tapi dirimu juga. Benar kan? Kalian telah berpisah dan pengadilan telah memutuskan itu." "Jadi benar, kau putus asa. Aku mengatakan itu hanya untuk memancingmu!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN