Chapter 5 Hari pernikahan

1086 Kata
Amanda mematut dirinya di depan cermin, gaun pengantin berwarna putih gading membalut tubuhnya yang langsing. Desainer yang dipilih nyonya Soya telah terkenal dengan kualitas dan jam terbangnya. Mereka bahkan menangani acara dari berbagai kota besar termasuk menghandle acara besar artis tanah air. Kecantikan wanita itu terpancar kala make up dan gaun tampak klik untuk seluruh penampilan. Body bak jam pasir membuat penampilan Amanda semakin perfect. "Manda sayang," ucap sang Mama setelah melihat putrinya menjelma menjadi bidadari. "Iya, Ma." "Kamu cantik banget, persis seperti Mama saat masih muda dulu. Dan lihat gaunnya, perfecto." Nyonya Soya sangat bangga dengan kecantikan putrinya. "Mama bisa aja, thank you, Ma. Manda suka banget hasilnya." Mereka saling berpelukan. "Iya dong, nggak mungkin kan mama malu-maluin di depan calon besan Mama." Pak Rama yang baru masuk terpukau akan penampilan putrinya. "Wah, anak papa. Nggak kerasa udah mau nikah." "Apasih, Pa. Manda bukan anak remaja lagi." Ketus nyonya Soya berucap. "Maksud papa, waktunya seperti cepet banget berlalu, tahu-tahu Amanda dilamar orang." "Udah deh, Pa. Jangan berisik!" "Mama kenapa sih, lagi datang bulan, ya? Kalau Papa ngomong perasaan selalu salah." "Iya salah! Papa di luar, gih. Tunggu tamu." Rama harus selalu menahan diri untuk tidak terpancing emosi saat bicara dengan istrinya. "Nggak salah! Bukannya mama yang harus keluar. Temen-temen sosialita mama udah ngumpul di luar, ribut banget kayak ibu-ibu di pasar. Lagi pula, Manda akan keluar bareng dengan papa sebagai walinya." Mata Nyonya Soya seolah akan terlepas dari tempatnya. Wanita itu mendelik, lalu melotot tajam. "Papa berani ya sekarang!" Mereka kini berada di gedung termewah dan terbesar di kotanya, Amanda melakukan yang terbaik agar bisa meyakinkan kedua orangtuanya bahwa Damian bukan orang biasa. "Duh, Mama sama Papa jangan berantem dong, ini hari pernikahan Amanda. Nggak enak kalau ada yang lihat." Tanpa berlama-lama, Nyonya Soya langsung meninggalkan ruangan. Amanda tinggal menyelesaikan sentuhan akhirnya. Penata rias melakukan tugasnya dengan cepat. "Ish, ya udah mama keluar dulu, mau lihat temen-temen mama sama suaminya yang cakep-cakep." Rama menoleh dan sedikit menggeleng. "Terserah!" Nyonya Soya pun keluar dengan angkuhnya. "Mama kamu tuh kelewatan tahu nggak! Kadang Papa greget lihatnya. Untung kamu akan menikah dengan lelaki pilihanmu sendiri, kalau tidak, entah bagaimana nantinya." "Iya, Pa." Di luar sana, Damian dan rombongan telah tiba, Tomi dengan hati yang besar berkorban hingga akhir. Lelaki itu datang sebagai bagian dari keluarga besar Damian. Bukan itu saja, Tomi juga meliburkan kantor selama satu hari dan meminta semua pegawai datang untuk mengantarkan Damian. Pak Grandi dan Bu Restanti terkejut melihat kehadiran para staf yang berbaris tepat di belakang mereka. "Selamat Damian," sapa semua orang satu per satu. "Thank you, oh iya ini kedua orangtua gua." Damian memperkenalkan keluarganya. "Hay, Tante, Hay, Om. Kita temen-temen kerja Damian dan Amanda. Kita datang untuk mengawal Pak Meneger sampai sah!" ucap mereka kompak. Damian tersenyum dan menoleh pada kedua orangtuanya. "Aku udah naik jabatan dari dua minggu yang lalu, Bu, Ayah. Maaf baru mengatakannya sekarang. Damian sibuk banget nyiapin semuanya." Rona bahagia terpancar dari wajah kedua orangtuanya. "Syukurlah kalau begitu, Dam. Ibu dan ayah ikut bahagia mendengarnya." "Ayo, masuk. Kita harus tiba di aula sebelum pengantin wanita keluar." Rekan kerja yang lain memperingatkan. "Ayo," Gedung itu sangat mewah, membuat Damian dan kedua orangtuanya menatap takjub, mereka seperti baru saja melihat gedung besar seperti ini. "Ayo Tante, Om. Silahkan duduk di sana," ucap Tomi. Lelaki itu membantu Bu Restanti dan Paka Grandi duduk di kursi yang sengaja disiapkan untuknya. "Terimakasih." "Damian, saya akan mengecek keadaan Amanda. Nanti saya balik lagi ke sini," ucap Tomi lagi. "Baik, Pak." Nyonya Soya yang baru masuk ke dalam aula, menatap para tamu yang datang bersama Damian. Orang yang sama yang mengantarkan seserahan waktu itu. "Jeng, ayo kita naik di atas panggung," ucapnya pada Bu Restanti. Ibunda Damian menatap suaminya, setelah mendapatkan izin diapun langsung pergi. "Baik, Jeng." Sebelum naik ke atas panggung, Nyonya Soya terlebih dahulu mengajak calon besannya itu untuk berkenalan dengan teman sosialitanya. "Jeng, sambil nunggu Manda keluar, sini saya kenalkan dengan teman-teman saya. Temen-temen arisan, bajetnya sih, sekitar 150 juta perbulan, kalau Jeng Restanti berminat nantu bisa join dan hubungi aku." Wajah Ibunda Damian berubah pias. "Ada juga arusan dengan nominal yang lebih besar lagi, ini sih nggak ada apa-apanya. Aku yakin Jeng Restanti nggak akan bosan, apalagi jika setelah arisan berakhir, kita akan tour ke luar negeri, tinggal pilih mau kemana, keren, ya." "Iya, Bu. Terdengar sangat menyenangkan tali sayangnya saya nggak suka jalan-jalan. Saya lebih suka di rumah." Mood nyonya Soya langsung ambyar. "Oh, begitu ya." Nyonya Soya merasa besannya itu akan sangat membosankan. "Apa bagusnya hamya di rumah saja," batin wanita itu. Penghulu sudab datang dan duduk di kursinya, para tamu mulain datang satu per satu. MC tampak bersemangat membawakan acara, membimbing para tamu untuk menikmati jamuan yang telah di sediakan. "Terimakasih atas kehadirannya, semua temen-temen, saudara, dan paling penting keluarga besar dari para mempelai, sebelum masuk ke acara akad, kami persilahkan untuk menikmati jamuan yang ada." MC itu terus bicara dan kadang bernyanyi, musik di mainkan untuk menghibur semua orang. Damian deg-degan, dia terus menoleh kebelakang, menunggu Amanda datang. Satu jam kemudian, penantiannya datang juga. MC mengumumkan kedatangan sang pengantin wanita. "Pliese welcome, Amanda Sarasvati. Wanita yang akan menjadi ratu hari ini memasuki ruangan." Semua mata tertuju ke belakang, musik instrumen yang dipilih adalah lagu kesukaan kedua mempelai. Amanda sangat cantik, dia berjalan dengan anggun sambil menggandeng papanya. Semua teman kantor berdiri melemparkan kelopak bunga mawar merah pada wanita itu. Damian terpukau dan kehilangan kata-kata. Hingga langkah Amanda semakin mendekat dan papa Amanda menyerahkan putrinya kepadanya. "Jaga dia sepenuh hati, bahagiakan dia dan jangan menyakitinya." Damian mengangguk. "Iya, saya janji." Pandangan kedua mempelai bertemu. Mereka tersenyum malu. Damian membawanya menuju ke tempat dimana penghulu menunggu. "Saudara Damian, apa anda sudah siap?" tanya lelaki yang duduk di balik meja menggunakan microphone. "Siap, Pak." "Saudari Amanda?" Amanda mengangguk malu-malu. Rama selaku papa kandung Amanda di persilahkan duduk di samping putrinya. "Baiklah kalau begitu, akad akan segera di mulai." Penghulu menjabat tangan Damian setelah melantunkan doa-doa. "Saudara Damian, saya nikahkan engkau dengan Amanda Sarasvati binti Rama Nugroho dengan mas kawin seperangkat alat sholat perhiasan dan uang tunai sebesar seratus lima puluh juta di bayar tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Amanda Sarasvati dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Dengan sekali tarikan napas, Damian berhasil menyelesaikan akadnya. "Bagaimana saksi?" "Sah!!" "Yuhuuu! Sah!!" Sorak bahagian terdengar mengisi ruangan. "Alhamdulillah, alfatiha." Diantara semua orang yang bersuka cita, hanya Tomi yang termenung di tempatnya. Keluarga Damian sangat bahagia akad berjalan dengan lancar. "Dengan ini saya nyatakan saudara Damian dan Amanda resmi menjadi suami istri."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN