Chapter 6 Malam pertama Skip adegan dewasa.

1003 Kata
Selesai acara pernikahan keduanya memilih menginap di hotel, lagi Amanda meyakinkan Damian jika fasilitas itu adalah hadiah dari teman-teman kerjanya. Kedua orangtua mereka pamit pulang lebih dulu. "Mama, Papa. Manda sama Damian nggak pulang ke rumah mama." Nyonya Soya menatap keduanya. "Kalian akan menginap di rumah Damian? Secepat itu?" Amanda menggeleng, dan tersenyum malu. "Kami akan menginap di hotel, Ma. Temen-temen udah booking tempat." Rama tersenyum mendengarnya. "Biarkanlah, Ma. Namanya juga anak muda." Nyonya Soya menatap Besannya. "Mama nggak masalah, cuman apa kalian udah izin dengan kedua mertuamu? Memang kalian akan menginap di Hotel apa?" "Udah kok, Ma. Tenang aja. Kami menginap di Hotel Golden Crush." Nyonya Soya lagi-lagi terpanah. Hotel itu baru di buka dan katanya sangat sulit untuk memesan tempat karena ramainya pengunjung yang datang. "Oh, baiklah. Mama akan menunggu kalian di rumah, jangan lupa telepon ya." "Baik, Ma." "Hati-hati." Mereka pun berpamitan dengan keluarga. Mobil Ferarri sudah stay dan menunggu di lobby. Damian telah bicara pada kedua orangtuanya soal menginap di hotel dan mereka mengizinkan. Damian dan Amanda memasuki mobil, mereka bernapas lega setelah bersandar di jok mobil. "Akhirnya, Dam bukankah kau tidak bisa menyetir? Kita bisa bertukaran tempat." "Aku bisa, tenang saja. Dua Minggu kemarin, Tomi mengajariku." Amanda terkesan mendengarnya. "Tomi sangat baik." Mereka langsung meluncur ke Hotel yang dituju. Sepanjang jalan mereka terus bergandengan. Jantung berdebar tidak karuan, Amanda meremas tangan Damian sedikit lebih kuat. Tiba di hotel, mereka langsung cek in dan masuk ke kamar. Kedatangan Amanda di tempat itu menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak. Wanita itu masih memakai gaun pengantinnya. Wanita itu bergerak lebih dulu melingkarkan tangannya di leher sang suami. Damian tersenyum melihat aksinya. "Ehm, kau sangat cantik. Tapi aku sedang lelah," Wajah Amanda berubah murung. Dia melepaskan pelukannya dan berbalik. Reaksinya membuat Damian tidak tahan untuk memulai kewajibannya. Resleting di bagian punggung wanita itu di bukan perlahan. "Apa yang kau lakukan? Aku tidak membawa baju ganti." Damian masih tersenyum nakal. Lelaki itu mematikan lampu saat tubuh istrinya kini sudah tidak menggunakan sehelai kain pun. Hanya cahaya tamaran yang menerangi kamar, hingga keduanya masih bisa melihat dengan jelas. Damian membuka pakaiannya satu per satu, di hadapan Wanita itu, Manda tidak bisa mengalihkan pandangan dari tubuh kekasihnya. Damian rajin berolahraga, tubuhnya kekar tapi tidak terlalu berotot. Damian mengagetkannya saat lelaki itu menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi. "Loh, kok di sini?" Pertanyaan Amanda di bungkam dengan ciuman yang lembut, seharian berdiri membuat keduanya gerah. Damian menyalahkan sower dan mengisi bak mandi dengan air dan busa. Pangutannya tidak terlepas, Damian membuat Amanda tidak menyadari apa yang baru dia lakukan. Amanda melepaskan diri, pangutan kekasihnya membuatnya ketagihan. "Dam, aku mencintaimu." Damian mengecup keningnya. "Ya aku tahu." Damian mengankat tubuh istrinya memasuki bak lalu berendam di sana dengan posisi Amanda berada di atas tubuh lelaki itu. Tangan Damian bergerilya kemana-mana, menciptakan sensasi yang luar biasa bagi sang istri. Mereka menikmati waktu seolah dunia hanya milik berdua. "Dam, aku, aku ..." Damian kembali menciumnya, kali ini lelaki itu lebih berani dan membawa tangan Amanda untuk meraba tubuhnya. Keduanya berada di puncak hasrat yang meminta untuk segera tersalurkan. "Kau menyiksaku," rintih Amanda. Lelaki itu membawanya untuk membilas diri di bawah sower, Damian masih menikmati tubuh istrinya. Dan membalutnya dengan handuk. Mereka berpindah ke ranjang, tempat pertempuran yang sebenarnya. Damian menyingkap selimut dan menindih tubuh wanita itu. Erangan berhasil lolos dari bibir Istrinya, Damian berusaha menembus keperawanan dengan lembut dan menikmati irama dengan puas. Keduanya menegang, sesaat lalu kembali tertawa. "Teryata beginilah rasanya." Amanda tersenyum malu, dia terus mendapatkan serangan hingga keduanya puas dan jatuh terkulai. "Apa kau tidak marah lagi?" Manda sangat malu dan menyembunyikan wajahnya di d**a bidang milik suaminya. "Tidak, akuy senang pernikahan kita telah selesai. Aku senang karena aku menghabiskan malam denganmu." Mereka pun tidur sambil berpelukan. ** Jam menunjukkan Pukul 07: 05 pagi. Ponsel Amanda terus berdering dan panggilan datang dari Mamanya. Wanita itu tak kuasa menahan kantuk. Dia masih terpejam dan begitu nyaman di bawah dekapan suaminya. "Sayang, jangan sampai telepon penting." Manda tidak ingin beranjak. "Itu Mama, dia pasti meminta kita pulang ke rumah." "Ya udah, kita pulang saja." Damian bangun dan melihat pakaian mereka berserakan. "Aku nggak bawa pakaian ganti," ucap Amanda. Tak lama, pintu mereka di ketuk. Manda memperbaiki selimutnya dan menatap sang suami. "Aku akan buka pintunya, kau angkatlah teleponmu." Dengan cepat Damian melangkah memakai pakaiannya, Amanda terkesiap melihat pemandangan di depan sana. Lelaki itu tidak sungkan atau berusaha menutupi tubuhnya. Ehm, Dam. Ka- mu." "Ya, kenapa?" Amanda menggeleng, pipinya bersemu merah menahan malu. "Itu." "Semua ini milikmu, kan? Untuk apa aku sembunyikan," ucap Damian enteng. Amanda kehilangan kata-kata. "Nggak gitu juga," ucap Manda protes. "Ya, emangnya kamu mau aku ambil selimutnya buat nutupin tubuh aku. Mereka kini berjarak, dan Damian telah selesai dengan celananya. Tawa usil tercetak di wajahnya, dengan santai Damian membuka pintu. "Ya, ada apa?" tanya lelaki itu. "Dengan Amanda Sarasvati, ini ada kiriman dari supir. Katanya untuk Nona Amanda." Damian membuka dan melihat isinya. Ada baju dan make up di sana. "Baiklah, terimakasih." Damian menutup kembali pintu dan berjalan mendekati istrinya. "Untukmu," Manda bersyukur karena Mamanya memikirkan hal ini. Damian bergerak dan menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi. "Apa yang kau lakukan?" tanya Manda. "Memuaskanmu sebelum kita kembali ke rumah. Aku akan kembali bekerja besok." Amanda tersipu mendengarnya. Kali ini mereka melakukannya di kamar mandi, terdengar suara desahan dan lenguhan bersama suara air yang jatuh ke lantai. Beruntung ruangan itu kedap suara. Jika tidak, semua orang akan mendengar rintihan kepuasan dari bibir Amanda. Mereka selesai saat waktu beranjak untuk makan siang. Jalan Amanda sedikit sempoyongan. Rambut keduanya basah, dan Amanda begitu kelelahan. "Dam,"ucapnya dan jatuh ke pelukan suaminya. "Ada apa? Apa aku melakukannya terlalu keras?" "Bukan, aku menikmatinya. Aku hanya butuh istrahat." Rasa sakit di miss v membuat Amanda tak ingin keluar dari kamar. "Aku rasa kita tidak bisa pulang hari ini, kita pulangnya besok saja." "Terserah padamu, tapi kau harus membicarakannya pada ibumu." Amanda mengangguk kuat. Wanita itu memakai pakaiannya dan berbaring di atas kasur. Damian memesan makanan lewat telepon, baru kali ini di menikmati mass liburannya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN