Amanda selesai berkemas, wanita itu mengambil barang-barang penting yang masih dia butuhkan. Dia tak tahu kemana orangtuanya akan membawanya. Sayup-sayup terdengar pertengkaran yang tak berujung perdamaian.
“Haa,” Amanda menghembuskan napas lelah.
Rumah itu telah di tempatinya sejak kecil, banyak kenangan yang tersimpan di sana. Titah untuk meninggalkan tempat itu merupakan sesuatu yang sulit baginya.
Dua puluh menit kemudian, Amanda menarik koper miliknya menuruni tangga dengan hati-hati.
Bug.
Bug.
Rama dan istrinya yang masih bersih tegang mendongak melihat kedatangan putri mereka.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Rama.
Amanda tiba di hadapan sang papa dan meletakkan koper di sampingnya.
“Bukan kah, mama bilang kita harus pergi. Mari kita pergi, Pa. Kita akan mencari kontrakan yang sederhana sambil menunggu Manda kembali bekerja.”
Soya berdecih mendengarnya.
“Kau mau bekerja dimana? Perutmu akan membesar dari hari ke hari. Siapa yang akan menerima wanita hamil sepertimu.”
Amanda tak berkecil hati mendengarnya.
“Kontrak kerja Manda di perusahaan Tomi masih lama, Ma. Manda bisa cari kontrakan setelah gajian di sana,”
Rama lega mendengar rencana Amanda.
“Tidak! Kau tidak boleh bekerja di sana. Kau tidak boleh kemana-mana.”
Rama dan Amanda menatap heran pada Soya.
“Mama akan meminta bantuan pada Daniel untuk melunasi semuanya. Mama nggak mau hidup jadi gembel.”
Penolakan Soya membuat Rama menatapnya curiga.
“Usul Amanda tidaklah buruk, jika kau berhutang lagi demi melunasi hutang yang lain kapan selesainya? Kita juga tidak tahu, hutang-hutang itu mau dibayar pakai apa?”
“Aku nggak mau menderita, Daniel akan menolong kita. Sebagai gantinya. Mama akan menjodohkan mereka.”
“Ma!” bentak Rama.
Amanda terdiam mematung dengan netra melebar.
“Jangan mengorbankan orang lain demi kepentinganmu, jika kau ngotot. Kenapa bukan kau saja yang menikah dengannya!”
Amanda terkejut mendengar pembelaan papanya.
“Dia bukan orang lain. Dia putriku, mau tidak mau dia harus mendengarkan aku. Kalian pikir dengan menyerahkan rumah ini dan mengontrak di luar sana, para penagih itu akan berhenti mendatangi kita. Tidak!”
Rama semakin kesal dengan pola pikir istrinya.
“Terserah, urus saja hutang-hutangmu. Amanda ikut denganku.”
Rama menggapai tangan putrinya dan menarik kopernya keluar.
“Ayo, Nak. Kau tidak perlu mengambil tanggung jawab ini sendirian.”
Soya panik, wanita itu berlari ke dapur mengambil pisau dan mengejar suaminya ke halaman. Rama dan Amanda akan memasuki mobil.
“Berhenti kalian!” teriaknya histeris.
Amanda dan Rama terkejut melihat apa yang dilakukan wanita itu.
“Kalian ingin meninggalkan aku, setelah apa yang aku korbankan untuk kalian. Pa, kau ingat. Jika bukan karenaku kau masih menjadi seorang pelukis di pinggir jalan. Tabunganku ku kuras demi mendirikan usaha bersamamu. Sekarang saat aku terlilit hutang kalian mau pergi! Baik.”
Amanda melepas koper yang ada di tangannya dan berlari mendekat.
“Ma, apa yang mama lakukan.”
“Diam kamu, sejauh ini kamu selalu membangkang sama mama, mama juga capek Manda. Lebih baik mama mati sekarang, agar kalian puas!”
Soya melayangkan pisau ke udara dan siap menusuk pangkal lehernya. Rama bergegas memblokade tusukkan itu. Menahannya sekuat tenaga agar istrinya tak terluka.
“Berpikirlan jernih, Ma. Apa yang kau lakukan?”
Soya menangis, dia sudah sangat putus asa.
“Kalian ingin meninggalkan aku, iya kan, pergi sana.”
Amanda menangis, dia berusaha membantu papanya tetapi kekuatan nyonya Soya begitu kuat.
“Ma, kita bisa bicarakan semua ini,” bujuk Rama.
Sebuah mobil berhenti di depan pagar, empat orang lelaki berjas keluar dari sana dan menghampiri mereka.
“Kalian masih disini, apa uangnya sudah ada?”
Nyonya Soya melemah, tangannya tergores pisau hingga menitikan darah.
“Kami talk memiliki uang itu, bawa aku saja. Bosmu bisa mencari pembeli organ dalam untuk melunasi hutang-hutangku.”
“Ma!” Amanda tak kuasa mendengarnya.
“Mobil itu, kami akan membawa mobil itu.”
Lelaki tadi mendekati mobil milik Rama yang terparkir di samping Amanda.
“Tidak, jangan.” Rama langsung mencegatnya.
“Jangan menghalangi tugas kami atau kau akan merasakan akibatnya.”
Nyali Rama menciut, lelaki-lelaki itu tampak kekar dan berwibawa.
“Apa-apaan ini. Ini adalah mobil saya, hasil keringat saya sendiri!” protesnya.
“Kau akan mendapatkan mobilmu kembali saat Nyonya Soya melunasi hutang-hutangnya.”
Amanda menggigil di tempatnya.
“Kalian semua harus melunasi hutang ini dalam tempo waktu dua minggu, kalau tidak. Kami akan mencari keberadaan kalian dan memaksa membayar dengan ginjal kalian.”
Rama dan Amanda terkesiap di buatnya.
“Nyonya Soya akan ikut dengan kami.”
Amanda menggeleng tidak setuju.
“Tidak, jangan lakukan itu. Ku mohon.”
Tanpa belas kasih, dua di antaranya menyeret nyonya Soya menuju gerbang tempat dimana mobil mereka diparkirkan.
“Papa, tolong hentikan mereka!” teriak Amanda.
Nyonya Soya pasrah di bawah pergi, Rama berusaha menyelamatkan mobilnya, tapi lelaki tadi lebih cepat dan menendang perut Rama hingga dia terjungkang.
“Hentikan jangan bawa mobil kami,” teriak Rama histeris.
Amanda tak memperdulikan papanya dan berlari mengejar Soya.
“Ku mohon, jangan bawa mama saya. Tolong!”
Lelaki tadi mendorong Amanda kasar. Mereka seorang yang professional.
“Diam di sana atau kau akan menyesal.”
Amanda meringis, Soya di lempar begitu saja memasuki mobil. Amanda tak menyerah, dengan sisa kekuatannya dia memohon dan memegang lengan lelaki itu.
“Tolong, jangan seperti ini. Kami akan berusaha membayarnya. Aku janji.”
Tidak ada yang mendengarkan Amanda sampai mereka bersiap untuk menyetir, sebuah mobil datang entah dari mana dan menutup jalan hingga tak ada cela untuk mereka pergi.
Amanda terpaku, lelaki itu kembali membuka pintu untuk memberi pelajaran pada mobil yang menghalangi jalannya.
“Sial! Ada apa lagi sekarang!”
“Mama, buka pintunya.” Amanda memukul kaca mobil sambil menangis.
“Mama, keluarlah.”
Keributan di depan sana mencuri perhatian Rama dan Amanda.
“Hey! Apa kau tidak bisa lihat. Kami akan keluar, kenapa kau malah parkir di sini!” gertaknya.
Rama menyusul Amanda dan melihat siapa yang berani menghalangi mobil mereka.
“Oh, maaf. Aku tidak melihat mobil kalian.” Daniel keluar dari sana membuat Amanda dan Rama saling bertukar pandangan.
“Singkirkan mobil itu, kami sedang terburu-buru.”
Bukannya menuruti keinginan lelaki itu, Daniel malah berjalan masuk dan menghampiri Amanda.
Langit mendadak gelap, hujan sebentar loagi membasahi bumi.
“Mau kemana kau! Aku bilang singkirkan mobilmu.”
Daniel menatap tajam kearah lelaki itu.
“Tenanglah, Bung. Aku hanya ingin tahu apa yang sedang terjadi.”
Rama melindungi Amanda. Dia tak ingin putrinya menjadi alat pertukaran demi melunasi hutang.
“Dimana tante Soya?” tanya Daniel pada Rama.
Semuanya terdiam, tidak ada yang berani menjawab.
“Amanda, kenapa kau gemetar. Ada apa? Apa mereka menakutimu?”
Amanda tertunduk kikuk.
Suara gedoran dari dalam mobil mencuri pandangan Daniel dan langsung membukanya.
“Hey, jangan lancang kau!”
Peringatan dari lelaki itu tak di hiraukannya.
Daniel terkejut melihat Soya babak belur.
“Tante, apa yang terjadi padamu? Tanganmu terluka.” Dengan sigap lelaki itu mengeluarkan sapu tangan dan membalut lukanya.
Soya menangis tak berdaya.
“Daniel, tante nggak bisa bayar hutang. Mereka datang untuk membawa tante dan menyita semua aset milik tante.”
Daniel menoleh pada Rama. Meminta penjelasan. Namun, orang yang di tatapnya malah tertunduk lemah, tak mampu membalas tatapan Daniel.
“Menyingkirlah, Bung. Kami hanya melaksanakan tugas.”
Daniel bediri mematung, keadaan nyonya Soya membuatnya terenyuh.
“Berapa hutangnya, kalian tidak perlu melakukan kekerasan seperti ini.”
Soya menggeleng, di saksikan oleh anak dan suaminya. Wanita itu menolak bantuan Daniel.
“Tidak, tante nggak punya apa-apa untuk membayarmu.”
Daniel merasa kasihan, selain Soya adalah teman mamanya. Wanita itu terlihat sangat menyedihkan membuat hatinya tergerak.
“Aku yakin, Amanda akan menjadi wanita sukses, dia dapat membayarku nanti. Kapan saja saat uang kalian terkumpul.”
Amanda tertegun mendengarnya. Berbeda dengan informasi yang di sampaikan oleh mamanya. Daniel justru terlihat masuk akal.
“Kau yakin? Mama memiliki hutang milyaran. Aku dan papa sendiri nggak tahu uang itu buat apa.”
Daniel mengangguk mantap.
“Ya, bukankah kita teman? Aku akan membantumu.”
Amanda dan Rama saling menatap.
“Kau tidak akan memaksa putriku untuk menikah denganmu, kan?” Pertanyaan Rama membuat Daniel terdiam.
Lelaki itu terkejut.
Sesaat hening, baik Amanda maupun Daniel hanya saling menatap.
“Apa kau mau menikah denganku Amanda?” pertanyaan itu meluncur dari mulut Daniel.
Situasinya menjadi rumit, Daniel terus menatap ke arah Amanda membuat wanita itu membisu.
“Kalian membuang waktuku saja! Minggir, dan singkirkan mobil sialan itu. Dia bisa membayar hutangnya dengan menjual kedua ginjalnya.”
Amanda mengepalkan tangan. Di sisi lain, dia tak dapat berpaling dari perasaannya terhadap Damian. Tapi, di sisi lainnya lagi. Mamanya membutuhkan bantuan.
Di tengah kebingungan Amanda untuk mengambil keputusan, Daniel maju dan bersuara.
“Aku akan membayar semua hutangnya, kembalikan apa yang telah kalian rampas,” ucap lelaki itu tegas.
“Wah, apa kau yakin? Ini bukanlah uang yang sedikit.”
Daniel mengangguk dan tersenyum.
“Ya, aku dan tante Soya akan mengikutimu dari belakang. Kami tidak akan lari jika itu yang kau takutkan.”
Soya keluar dari mobil itu, Amanda akan mendekatinya. Namun, Soya menolak.
“Baiklah, singkirkan mobil itu terlebih dahulu.”
Daniel menuntun wanita itu untuk masuk ke mobilnya.
Rama dan Amanda termenung.
“Pa, apa maksudnya ini?” tanya Amanda khawatir.
Rama menggeleng, perlahan mobil-mobil itu pergi meninggalkan kediamannya.
“Papa berharap, Daniel lelaki baik yang tidak akan memaksakan kehendaknya. Tapi, kau harus bekerja sekarang. Papa juga. Kita tak bisa membiarkan mamamu untuk keluar bersama teman-temannya lagi. Dan jika bisa, jual saja barang-barang koleksinya. Tidak apa-apa kita kehilangan mobil dan seisi rumah asal bisa membayar DP pada Daniel.”
Amanda setuju.
“Papa benar, kita harus menyicilnya apapun yang terjadi. Aku tidak siap untuk menikah, Pa.”
Rama mengangguk dan mengusap kepala putrinya.
“Semuanya akan baik-baik saja, percayalah.”