Part 6 : Kesedihan Devan

1052 Kata
Orang itu tiba-tiba saja tertawa mendengar penuturan Jessica barusan. Dia menganggap perkataan Jessica barusan adalah sebuah lelucon, karena dia belum mengetahui kondisi Jessica yang sebenarnya. “Bercandanya bisa aja si cantik,” ucap orang itu. Namun Jessica hanya menatap datar laki-laki itu. Dalam hati ia merasa jijik dengan laki-laki di hadapannya itu dan menganggap dia sedang modus kepadanya. Karena tak mendapat jawaban dari laki-laki tampan itu, Jessica pun berlalu menghampiri Karina yang tengah asyik memilih novel-novel keluaran terbaru. “Rin, tuh cowok siapa, sih? Sok akrab banget sama gue,” tanya Jessica. Mendengar perkataan sang kakak, sontak Karina pun menghentikan kegiatannya sejenak dan mencari sosok yang tengah dibicarakan oleh Jessica. Hingga tatapannya terpusat pada seorang lelaki jangkung yang tengah menatapnya atau lebih tepatnya menatap sang kakak dengan raut kebingungan. “Oh, itu kak Ezra. Kakak juga lupa sama dia?” tanya Karina. Sebenarnya gadis itu agak sedikit khawatir melihat sang kakak yang melupakan sebagian ingatannya dan menurutnya ini lebih parah dari apa yang dijelaskan oleh dokter psikiater yang menangani Jessica. Jika memang benar kakaknya mengalami amnesia disosiatif, mengapa Jessica sampai melupakan hal-hal di sekitarnya dan juga hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kejadian memilukan itu? Jessica menggelengkan kepalanya. Tentu saja ia lupa karena yang ada dalam tubuh Jessica adalah Devan, orang asing yang tak tahu apa pun tentang kehidupan Jessica sebelumnya. Meskipun ada beberapa memori yang terekam dalam ingatannya, namun masih samar. Karina menghela napasnya berat, lalu menatap lekat wajah kakaknya. Ia ingin mengutarakan sesuatu kepada Jessica, namun ia kembali mengurungkan niatnya lantaran ia tak mau mengambil risiko yang dapat memperparah ingatan Jessica. “Dia teman kerja Kakak di maskapai. Dia pilot Tiger Air. Selama ini dia selalu deketin Kakak, karena punya perasaan lebih sama Kakak,” jelas Karina seraya menatap Ezra yang masih kebingungan melihat perubahan sikap Jessica. “Oh, pantesan,” ucap Jessica sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Jes,” panggil Ezra. Sontak Jessica pun menoleh dan terkejut begitu mendapati Ezra yang sudah berdiri di belakangnya. Refleks Jessica memundurkan tubuhnya karena posisi Ezra yang benar-benar dekat sekali dengannya. “Eh, iya?” balas Jessica dengan gugup. “Kamu enggak kenapa-kenapa 'kan?” tanya Ezra. Dari raut wajahnya tampak laki-laki itu sangat mengkhawatirkan Jessica, wanita pujaan hatinya. Apalagi ia mendengar desas-desus bahwa Jessica mengambil cuti cukup lama karena kondisi kesehatannya menurun. “Aku enggak apa-apa,” jawab Jessica. Entah kenapa Devan merasakan jika Jessica tidak nyaman dengan sosok Ezra, lantaran sejak tadi reaksi tubuhnya menunjukkan ia harus pergi dari hadapan Ezra sekarang juga. Sepertinya pemilik asli tubuh yang tengah ia pakai sekarang tidak menyukai Ezra. “Untuk yang barusan, aku minta maaf, ya. Aku cuman bercanda,” ucap Jessica saat ia melihat Ezra membuka mulutnya, seperti akan mengatakan sesuatu kepadanya. “Emm, iya enggak apa-apa. Kalau gitu—“ Belum sempat Ezra menyelesaikan perkataannya, Jessica sudah lebih dahulu menyela. Jessica langsung berpamitan kepada laki-laki itu, lalu menyeret adiknya untuk segera pergi dari toko buku itu sebelum Ezra bertanya-tanya tentang hal lainnya. “Kak, ini aku belum beres pilih bukunya,” protes Karina yang tak suka ditarik paksa oleh Jessica ke depan kasir. “Udah jangan banyak protes, buku ini biar gue yang bayar. Kita harus cepat-cepat keluar dari sini,” bisik Jessica. Sesuai perkataannya barusan Jessica 'lah yang membayar buku yang Karina beli sebagai sogokan agar mereka segera pergi dari dalam toko buku ini. Ia malas sekali harus bertemu dengan orang-orang di sekitar pemilik asli tubuh ini lantaran Devan belum mengenal siapa saja orang-orang yang berada di lingkungan Jessica dan seperti apa karakter mereka. “Ih, Kakak kenapa, sih?!” tegur Karina karena lama-lama ia merasa kurang nyaman dengan perubahan sikap sang Kakak. Bukannya menjawab Jessica malah berjalan lebih dahulu, meninggalkan Karina yang tengah misuh-misuh di belakang sana karena menghadapi sikap barunya. “Cari tempat makan gih, gue mau ke toilet dulu sebentar,” titah Jessica. Tanpa perlu repot-repot mendengar jawaban Karina, Jessica langsung ngeluyur begitu saja meninggalkan Karina yang tengah menahan kesal akibat perbuatan kakak nomor duanya itu. Jessica pergi ke toilet sendirian dengan perasaan campur aduk. Setelah bertemu dengan Ezra barusan sekelebat bayangan tentang Jessica dan Ezra muncul begitu saja dalam ingatannya. “Aduh, kepala gue sakit banget,” keluh Jessica sembari memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. “Akhh!” pekik Jessica yang sudah tak tahan dengan rasa sakit di kepalanya. Bahkan kini ia duduk bersimpuh di bawah lantai sembari meremas kuat rambutnya. Kepalanya rasanya ingin pecah dan meledak. Di tengah rasa sakit yang menggerogoti Jessica, seorang cleaning servis yang bertugas membersihkan toilet terkejut melihat Jessica yang tengah kesakitan. “Mbak! Ya ampun, Mbak!” pekik cleaning servis itu. Samar-samar Jessica mendengar cleaning servis itu berjalan mendekat ke arahnya hingga akhirnya semuanya menjadi gelap. Tubuh Jessica terkulai lemas di lantai kamar mandi. *** Devan menyipitkan matanya saat merasakan sebuah cahaya menusuk indra penglihatannya. Perlahan ia membuka kedua kelopak matanya. Ia sangat berharap saat ia membuka matanya, ia kembali pada tubuh aslinya. Namun harapan hanya sebuah harapan, Devan benar-benar tidak bisa membendung rasa kecewanya. Karena nyatanya ia masih ada dalam wujud Jessica. Devan menghembuskan napasnya dengan kasar, lalu mengacak-acak rambutnya frustrasi. Kapan dirinya akan kembali ke tubuh aslinya sebagai Devano Putra Anderson, bukan sebagai Jessica Diana Lestari? “Sebenarnya apa tujuan-Mu? Kenapa Engkau memberikan sebuah cobaan yang sulit kepada hamba?” gumam Devan. Tanpa terasa bulir-bulir air mata berjatuhan di pipi Jessica. Devan tak kuasa menahan kesedihannya. Ia sangat merindukan kehidupannya sebagai Devan. Walaupun ia tak mendapat limpahan kasih sayang dari orang tuanya seperti apa yang dilakukan orang tuanya kepada Jessica, tetapi ia sangat merindukan orang tuanya yang asli. Selain itu ia sangat merindukan sang kakek yang selalu memperhatikannya selama ini. Ah, dan jangan lupakan ia juga merindukan teman-temannya dan juga Neta. Bicara-bicara soal Neta, Devan merasa sangat bersalah kepada gadis itu. Ia sadar betul apa yang terjadi pada dirinya saat ini adalah gara-gara kutukan gadis itu. Ia berjanji jika ia sudah kembali ke dalam tubuh aslinya, Devan pasti akan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Neta yang telah ia lukai hatinya berulang kali. “Pasti di sana kamu bakal senang banget ngelihat aku kayak gini, Net,” batin Devan. Di tengah rasa galau yang tengah dirasakan oleh Devan yang sekarang ini berada dalam tubuh Jessica, tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan tak berselang lama munculah sosok yang menurutnya paling menyebalkan, baik di dunia ini atau pun di dunia Devan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN