Part 27

1412 Kata
Sesuai dengan perkataan sang adik tadi siang, memang benar malam ini keluarga Jana akan bertamu ke rumanya. Tadi mama Rika menemuinya di kamar dan memberitahu akan kedatangan keluarga Jana padanya. Pada awalnya ia menolak hadir lantaran beralasan sedang memiliki schedule flight malam nanti, namun ternyata kebohongannya cepat terbongkar oleh mama Rika karena sebelumnya beliau sempat mengecek terlebih dahulu jadwal terbang sang putri. "Eh, iya aku lupa. Maaf, Ma. Kemarin aku tukeran jadwal flight sama temen." Jessica mencoba berakting senatural mungkin agar tidak dicurigai oleh sang mama, karena baik di dunia Devan atau dunia Jessica, mamanya sama-sama tipe orang cerewet. "Pokoknya malam ini kamu harus dandan yang cantik. Tuh dressnya Mama simpan di atas sofa, Mama yakin ukurannya bakal pas sama kamu, tapi kalau kekecilan bilang aja biar nanti Mama tuker lagi ke butiknya Tante Vina," ujar mama Rika. "Iya, Ma." "Kalau kamu enggak sibuk, bantuin Mama nyiapin buat nanti malam," ucap mama Rika kembali. "Iya, Ma." Mama Rika berdecak mendengar jawaban putrinya. "Dari tadi iya-iya mulu, enggak ada kata lain apa?!" "Terus lagi itu muka kelihatan enggak semangat banget. Emangnya kamu enggak rindu sama si Jana? Katanya kalian udah lama enggak ketemu," tanya mama Rika. Mama Rika memang tahu putrinya mengalami trauma terhadap laki-laki dan menjadi korban pelecehan. Namun beliau atau pun suaminya tidak mengetahui siapa pelakunya karena sampai saat ini Jessica memilih bungkam. Jika ditanya siapa pelakunya pasti Jessica akan langsung histeris. Psikolog yang mendampingi Jessica juga memilih mereka untuk diam tidak menanyakannya lagi lantaran Jessica sepertinya tidak ingin mengingat sosok itu. Jadinya mama Rika dan papa Winata tidak tahu jika pelaku yang membuat putri mereka trauma adalah Jana. Dalam hati Jessica mencibir perkataan ibunya. Jangankan rindu yang ada ia sangat sebal dengan Jana. Melihat wajahnya juga enggan. "Bukan gitu, Ma. Jessi lagi enggak enak badan. Makannya malam ini Jessi mau istirahat soalnya besok pagi-pagi banget Jessi harus flight ke Sidney," elak Jessica. Raut kesal mama Rika berubah digantikan dengan raut khawatir. Ia jelas khawatir setelah mendengar penuturan Jessica. Ia sama sekali tidak tahu jika putrinya itu sedang sakit. "Ya ampun, kok kamu enggak bilang sih, sama Mama kalau lagi sakit. Udah minum obat belum?" tanya mama Rika seraya menempelkan punggung tangannya di kening Jessica dan ia merasa kening putrinya terasa hangat. Sepertinya putrinya mengalami demam. "Udah, Ma. Tadi Karina udah kasih Jessi obat pas Mama pergi ke butiknya tante Vina," jawab Jessica. "Pengennya malam ini Jessi istirahat, Ma. Jadi enggak apa-apa 'kan kalau Jessi nanti malam enggak ikut ketemu sama keluarganya Jana?" tanya Jessica. Jessica berharap kali ini mamanya pengertian. Ia sudah menyusun rencana agar acara makan malam kali ini menjadi kacau. Ia sudah menyusunnya serapi mungkin agar tidak ada yang curiga jika semua yang terjadi adalah disengaja. Namun harapannya pupus saat mama Rika mengatakan sesuatu yang seketika membuat moodnya tambah kacau. "Aduh, gimana ya, Jes. Enggak enak kalau misalkan kamu enggak nampakin diri di hadapannya keluarga Jana. Sebentar aja ya, Sayang. Asal kamu setor wajah aja sama mereka, setelah itu kamu naik lagi ke kamar." Okay, Jessica sangat yakin jika pertemuan kali ini memang untuk membahas perjodohan antara dirinya dan juga Jana. Untuk apa mamanya sampai seperti itu padanya padahal jelas-jelas mamanya tahu ia sedang sakit. "Ya udah, tapi janji ya, cuman sebentar? Soalnya Jessi besok harus benar-benar fresh lagi. Waktu cuti Jessi 'kan udah habis kepakai pas kemarin yang dua minggu. Jadi mau enggak mau besok Jessi harus flight ke Sidney," alibi Jessica. "Iya, cuman sebentar kok. Mama juga enggak mungkin biarin kamu kecapean. Ya udah sana, istirahat lagi. Mama mau ke bawah dulu nyiapin buat nanti malam," balas mama Rika seraya mengusap lembut rambutnya. Jessica menganggukkan kepalanya. Ia pun kembali merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara itu mama Rika keluar dari kamar anak perempuannya itu. Sepeninggal mama Rika, Jessica pun mulai menyusun rencana baru karena rencana yang pertama tidak bisa ia gunakan. Kali ini rencananya harus benar-benar matang dan berjalan sukses. Ia tidak ingin pemilik asli tubuh ini akan merasakan penderitaan. Tugas Devan di sini adalah membantu Jessica keluar dari orang-orang toxic yang berkeliaran di sekitar wanita itu. "Jana, lo enggak bisa berlaku seenaknya lagi sama si Jessi. Gue pasti bakal bikin pelajaran berharga buat lo biar lo enggak kurang ajar lagi sama cewek," batin Devan. *** Di sisi lain, dua orang laki-laki tampak saling berhadapan di sebuah meja kafe. Mereka saling menatap tajam dan memancarkan aura permusuhan. Padahal mereka berdua adalah sepasang sahabat yang sudah lama tak bertemu. "Ada apa?" Jana akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka. "Gimana kabar lo?" Walaupun Reyhan sebal dengan laki-laki di hadapannya ini, namun ia tahu diri untuk menanyakan kabar sang sahabat yang sudah lama tak bertemu. "Baik. Lo sendiri?" "Baik." "Kapan lo balik ke Indonesia?" tanya Reyhan kembali. "Bulan lalu," jawab Jana. Setelah itu kembali terjadi keheningan di antara mereka, karena tiba-tiba pelayan datang membawa pesanan mereka. Baru setelah pelayan itu pergi, Jana dan Reyhan kembali melanjutkan obrolan mereka yang terasa cukup panas. Padahal obrolan mereka masih dirasa ringan, karena belum pada pembicaraan inti. "Jadi ada apa lo suruh gue ke sini? Kangen lo sama gue?" tanya Jana diselingi candaan karena ia mengira Reyhan sudah memaafkannya. Laki-laki itu saat ini hanya sedang gengsi saja. "Maksud lo apa kembali muncul di hadapan Neta?! Lo sendiri tahu 'kan gara-gara kejadian itu dia mengalami trauma. Dan itu semua gara-gara lo! Lo harusnya tahu diri untuk enggak muncul di hadapan Neta kalau lo masih anggap dia sahabat!" tanya Reyhan dengan penuh penekanan. Menurut Reyhan, Jana tidak ada kapok-kapoknya. Padahal dia tahu Neta itu mengalami trauma dan dia takut dengan Jana. "Gue cuman nyapa dia aja. Si Neta-nya aja lebay, pakai nangis-nangis bombay segala sambil teriak-teriak," jawab Jana acuh yang seketika membuat emosi dalam diri Reyhan meledak. "Lo sadar sama ucapan lo?" "Ya sadar 'lah, Rey. Lo lihat pakai mata kepala lo sendiri gue enggak lagi mabuk atau pun ngingau!" sewot Jana. Astaga, walaupun sekarang Jana dikenal sebagai seorang arsitek muda yang mapan dan cukup terkenal di Asia, namun tingkahnya masih belum berubah. Namun entah untuk orang lain, tetapi bagi Reyhan sahabatnya itu tidak ada bedanya dengan dulu. Padahal Reyhan kira Jana sudah mengubah sikap buruknya. "Lo tahu Neta trauma?!" tanya Reyhan penuh dengan penekanan. "Ya tahu 'lah!" "Terus kalau lo tahu kenapa lo deketin Neta lagi?! Situ waras?! Atau jangan-jangan lo mau bikin Neta kayak dulu lagi?!" Reyhan menatap Jana dengan penuh berapi-api. Namun walaupun kesal ia berbicara tidak meninggikan suaranya karena ia sadar diri masih berada di tempat umum. Lain cerita jika mereka ada di rumah atau apartemen mereka. "Sumpah ya, Jan, kalau lo ada niatan kayak dulu lagi, lo benar-benar b******k! Neta itu sahabat kita! Bahkan kita sepakat anggap Neta kayak adek kita sendiri!" sambung Reyhan. Bukannya sadar dengan ucapan Reyhan, Jana malah tertawa seolah apa yang barusan dikatakan oleh Reyhan adalah sebuah lelucon. "Oke, gue ingat sama kesepakatan kita dulu, tapi gue mau tanya nih, sama lo, emangnya siapa sih, yang duluan ngekhianatin janji kita dulu? Coba lo ingat-ingat lagi," balas Jana. Reyhan menatap tajam ke arah Jana. Laki-laki di hadapannya ini memang benar-benar menguji kesabarannya. "Jangan berbelit-belit, Jan! Dan yang mulai ngekhianatin janji kita dulu itu lo! Jadi jangan ngelimpahin kesalahan lo sama orang lain!" Jana tersenyum miring mendengar jawaban Reyhan. "Ternyata lo lupa. Okay, gue ingatin lagi kata-kata lo sama si Farhan waktu di villanya keluarga Farhan." Beberapa tahun yang lalu, Di tengah acara BBQ yang diselenggarakan di villa milik keluarga Farhan, Reyhan menarik si tuan rumah ke dalam villa karena ada yang ingin ia ceritakan kepada laki-laki itu. Dibandingkan bercerita pada Jana yang notabenenya adalah sahabatnya yang juga ikut dalam acara ini, Reyhan lebih nyaman bercerita kepada Farhan yang merupakan teman sekelasnya. "Jadi apa yang mau lo ceritain? Mumpung anak-anak masih asyik di taman belakang," tanya Farhan setelah mereka duduk di atas ranjang Farhan. Ya, Reyhan sengaja mengajak Farhan ke kamar laki-laki itu karena ia takut pembicaraannya ini akan terdengar oleh orang lain, terutama Jana. Reyhan menghela napasnya, lalu mulai mengeluarkan isi hatinya yang selama ini ia pendam sendirian pada Farhan. "Gue udah ngelanggar janji gue sama Jana dan Jessica," ucap Reyhan. Farhan mengerutkan keningnya. "Janji?" Reyhan menganggukkan kepalanya. "Iya, janji. Gue udah ngelanggar perjanjian persahabatan, bahwa enggak boleh ada salah satu di antara kita yang jatuh cinta satu sama lain." Jana yang akan mengetuk pintu kamar Farhan tidak jadi setelah sayup-sayup ia mendengar suara Reyhan di dalam sana. Ia jelas mendengar semua perkataan sahabatnya itu dan ia benar-benar terkejut. "A-apa? Jangan-jangan lo--" "Iya, gue cinta sama Jessica," potong Reyhan yang tahu apa yang akan dikatakan oleh Farhan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN