Part 10 : Ribut

1501 Kata
“Gimana perut lo? Mendingan?” tanya Nabila. Yang ditanya hanya mengangguk sekilas. Perutnya sudah bisa diajak berkompromi, tidak seperti kemarin yang bawaannya ingin rebahan terus. Maklum 'lah, ini pertama kalinya dia merasakan apa yang namanya datang bulan. “Bil,” panggil Jessica. Si gadis bersurai panjang kecokelatan yang tengah duduk di sampingnya pun menoleh. "Ya?" “Pas lagi mens perut lo juga suka sakit?” tanya Jessica. Masih belum terlalu paham apa nyeri sebelum datang bulan akan semua perempuan rasakan atau hanya sebagian. “Ya iyalah! Hari pertama tuh pol-polannya tapi ya, enggak bener-bener parah sampai enggak bisa bangun gitu. Lagian tiap cewek juga ngerasain keluhan kayak gitu. Cuman ada yang parah, ada juga yang biasa aja," jelas Nabila ketika keduanya telah sampai di belokan dan berpapasan dengan beberapa karyawan Tiger Air. “Lo apaan dah nanya gituan? Kayak baru pertama kali mens aja,” ucap Nabila diakhiri dengan lelehan kecil. Menurutnya akhir-akhir ini sikap Jessica sangat aneh sekali. Menanyakan hal-hal dasar tentang perempuan. Jessica tak menanggapi perkataan Nabila yang terakhir. Lagian jika dijelaskan sepupunya itu mana percaya. Yang ada nantinya sepupunya malah menertawakannya. Netra Jessica tak sengaja menangkap satu sosok yang sejak kehadirannya menyita perhatiannya penuh. Siapa lagi jika bukan si mbak-mbak cantik yang memiliki paras yang sama persis seperti Neta. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah lengkungan senyum. Fokusnya masih tertahan di sana sampai punggung kecil itu perlahan menghilang ditelan jarak. Ya, masih seperti mimpi melihat Natasha di tempat yang juga dia berada saat ini. “Jes, ngapain bengong astaga! Sini, malah diem aja di sana!” Tidak taunya Nabila sudah mengoceh panjang lebar, namun Jessica masih tertinggal beberapa langkah karena sibuk menaruh atensi terhadap Natasha yang tak sengaja lewat. Jessica segera mempercepat laju tungkainya menyusul sang sepupu yang menatapnya dengan dahi berkerut serta bibir mengerucut. *** Membasuh tangannya di wastafel toilet, seorang gadis terlihat masuk dengan menempelkan ponsel di telinga, sedang melakukan konversasi dengan seseorang di ujung sana. Jessica tidak mengenalnya, namun ketika dua pasang manik milik mereka bersirobok lewat cermin yang terpasang di depan Jessica, gadis itu terlihat setengah melengos. Satu alis Jessica terangkat heran, memangnya ia ada salah apa dengan gadis itu? "Apaan, sih, jutek bener," batin Jessica. “Aku lagi di toilet. Kita ketemu di lobby aja, ya. Kamu udah selesai 'kan?" Konversasi itu masih terdengar bahkan ketika si gadis jutek itu sudah masuk ke salah satu bilik toilet. Jessica menggeleng pelan seraya mematikan kran air lantas menyodorkan tangannya pada mesin pengering tangan. Setelah selesai ia melangkah keluar dari toilet. Namun sebelum Jessica mencapai pintu keluar toilet, tiba-tiba saja suara seseorang menginterupsi langkahnya. “Ck, lo enggak ada cowok lain apa, cowok gue lo deketin! Mau jadi pelakor lo!" Vokal Fika yang mengudara membuat satu persatu manusia yang ada di sana tertarik untuk melihatnya. Tangan kurus itu masih tidak mau lepas dari pergelangan tangan Jessica hingga gadis itu meringis kesakitan. "Apaan, sih?! Lepasin tangan gue!" bentak Jessica. Ia sama sekali tidak takut dengan sosok jelita di hadapannya itu. Namun di tengah gejolak emosi yang terjadi di ruang toilet khusus perempuan itu, tiba-tiba datang seorang laki-laki berparas tampan yang menatap khawatir ke arah Jessica dan Fika. “Yang, lepasin Jessica. Kamu cuman salah paham," ucap Deon. Laki-laki langsung sigap saat ia mendengar Fika akan memberikan perhitungan kepada Jessica. Bahkan ia sampai mengesampingkan rasa malunya, masuk ke dalam toilet khusus perempuan. Fika melotot lantas bersuara, “kamu nggak usah belain dia! Aku tuh tau dia emang gatel! Dia yang godain kamu duluan 'kan!” “Sakit! Lepasin!” seru Jessica yang berusaha melepas cengkeraman Fika pada tangannya. “Semua cowok aja lo godain, dasar murahan!” hardik Fika yang memang dari dulu tak menyukai Jessica, bahkan menganggap gadis itu adalah saingannya. Deon mulai panik ketika orang-orang semakin ramai berkerumun, tetapi tak ada satu pun yang berniat membantu melerai. Dasar manusia tak punya empati! Begitulah manusia enam puluh dua plus. “Fika cukup! Ini masih di perusahaan, aku enggak mau kamu kena masalah abis ini! Lepasin Jessica!” Deon bertitah, namun masih dianggap angin kosong oleh Fika. “Astaga!" Arina yang sedang berjalan bersisian dengan Natasha memekik segera menghambur ke arah keduanya. “Bantuin misahin!” Deon memohon pada dua gadis itu. Tadi ia sempat menghubungi Arina untuk membantunya jaga-jaga jika kekasihnya dan juga Jessica ribut. Arina berdiri di sisi Fika, sedangkan Natasha berada di samping Jessica. “Fika, lepasin! Ini kalo CEO baru kita lihat, kamu bakal kena masalah!” ujar Natasha berusaha menenangkan emosi Fika. “Cewek gatel ini godain Deon, Rin!" seru Fika. Netranya tak pernah lepas memandang tajam Natasha. Arina pusing sendiri. “Fik, gue mohon lepasin, ya! Ini kita udah jadi tontonan. Gue enggak mau lo kena marah atasan abis ini, please." Cengkeraman itu akhirnya terlepas setelah Arina dan Deon berhasil mengambil alih tubuh Fika dan membawanya menjauh dari sana, sementara bibir tipis gadis itu masih mengudarakan kalimat-kalimat kasar pada Jessica yang sedang dirangkul tubuhnya oleh Natasha. “Cewek sinting!” umpat Jessica mengelus-elus pergelangan tangannya yang memerah akibat ulah bar-bar Fika. “Kamu enggak apa-apa?” suara Natasha menginterupsi, memaksa atensi Jessica beralih. “Enggak, tapi pergelangan tangan aku sedikit sakit," balas Jessica. Atas inisiatif sendiri, Natasha mengangkat tangannya dan turut mengusak pelan pergelangan tangan Jessica yang memerah. Kontan Jessica terdiam atas perlakuan manis Natasha terhadapnya. Ia jadi teringat kembali hal-hal manis yang sering dilakukan oleh Neta untuknya. Perasaan aneh berdesir. Devan yang menghuni tubuh gadis itu menatap Natasha lekat-lekat. Seperti terlempar pada masa lalu kala keduanya saling membagi kasih. “Maafin Fika, ya. Dia emang enggak bisa ngatur emosinya. Tadi gimana ceritanya bisa berantem kayak gitu?” tanya Natasha. “Cuman salah paham aja, Nat. Tadi aku enggak sengaja nyenggol kopi Deon sampai tumpah, terus aku bantu bersihin, eh tuh Mak lampir malah nuduh aku kecentilan dan berniat ngegoda pacarnya. Dasar cewek aneh!" jawab Jessica yang masih merasa dongkol dengan Fika. Natasha menganggukkan kepalanya paham. “Ehm, kalau gitu aku permisi dulu, ya." Jessica menganggukkan kepalanya. Setelah itu ia melihat punggung Natasha yang hilang dibalik bilik toilet. Sepertinya gadis itu memang berniat pergi ke toilet, namun niatnya harus tertunda selama beberapa saat karena melihat keributan yang ditimbulkan oleh Fika padanya. *** Masih dengan gemuruh yang menggelegar di hatinya, Jessica mengayunkan tungkainya dengan tidak sabaran ke arah lobby. Perihal gadis bar-bar yang tadi melakukan tindak kekerasan terhadapnya akan dia pikirkan nanti. Pokoknya Jessica harus membalas nanti, harus! Mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan besar yang kini banyak dihuni para manusia, Jessica mencari-cari di mana keberadaan Nabila. Masih dengan sedikit-sedikit membenarkan surai yang agaknya berantakan karena insiden tadi, dia mengambil langkah perlahan menyisir tiap-tiap manusia di sana. “Ini anak satu ke mana lagi, sih? Bikin tambah kesel aja!” gerutunya seorang diri. Dari arah kanan seseorang mendaratkan colekan di bahu kecilnya, Jessica menolehkan kepala dan mendapati seorang lelaki yang nampaknya usianya beberapa tahun di bawahnya menyunggingkan senyum tidak jelas ke arahnya. “Kakak cantik lagi nyari siapa?” tanya laki-laki itu yang Jessica taksir masih duduk di bangku SMA. Jessica mengangkat sebelah alisnya, tak paham dengan makhluk asing di sampingnya ini. Kenal juga tidak, pakai tanya-tanya! Eh, tapi tunggu, mungkin Jessica asli mengenal laki-laki itu. “Kak Jes, diem aja!” Jessica terperanjat kaget saat menyadari wajah laki-laki itu begitu dekat dengan wajahnya. Refleks Jessica mundur sebanyak dua langkah. Melihat raut terkejut yang tampak jelas terkejut itu, laki-laki itu malah cengengesan tak jelas. “Kamu siapa?” tanya Jessica menatap remaja laki-laki di hadapannya itu sedikit tak suka. Raut wajah laki-laki itu sedikit berubah. Obsidiannya mengerjap berulang kali serta mulut yang sedikit menganga. Tunggu! Pasti ada yang salah dengan sosok cantik di hadapannya ini! Jessica masih menilik remaja laki-laki di hadapannya ini dari ujung kepala hingga ujung kaki. Melihat bagaimana cara laki-laki itu tersenyum dan berucap mengapa dia jadi teringat akan sosok seseorang? Tak lama cengiran milik laki-laki itu kembali keluar yang semakin membuat Jessica mengernyit bingung. “Kak Jes, lucu deh, aku jadi gemes!” Dua manik sewarna tanah liat milik Jessica melebar kala tangan laki-laki itu dengan lancangnya bergerilya menjamah kedua pipinya. Kontan Jessica melepaskan tangan itu sebagai bentuk protes. Semakin dibuat kesal saja gadis itu. “Lo tuh siapa?! Gue nggak kenal! Jangan kurang ajar, ya!” Jessica mengusap-usap pipinya yang telah menjadi korban. Mulai mengganti sebutan aku-kamu menjadi gue-lo. “Dih galak, tapi enggak apa-apa aku makin suka!” Ini bocah sehat? Memilih acuh, Jessica mengambil langkah untuk berbalik, namun laki-laki itu sepertinya belum menyerah. Dia turut berbalik dan menghadang lajunya. “Jalan yuk, Kak? Udah mamam siang belum?” tanya laki-laki itu masih dengan dua sabit pada matanya. Bocah itu tinggi, bahkan Jessica kalah beberapa senti. Namun wajah tak bisa membohongi jika yang dihadapi Jessica ini masih jauh lebih muda ketimbang dirinya. “Belum, ya? Makan yuk sama aku, entar Kakak mau apa aku bayarin." “Kak Jes, jangan diem aja ntar kesambet wkwkwk!” Laki-laki itu tertawa atas ucapannya sendiri. Baru akan melangkah maju tiba-tiba seseorang menarik kupluk jaket yang tengah dikenakan oleh laki-laki itu. “Mau ke mana lo, hah?!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN