Part 13

1424 Kata
Astaga, ini semua gila! Jessica masih bersikukuh agar lepas dari pria yang membuatnya merasa ilfeel itu. Ranumnya yang akhir-akhir ini menjadi pucat karena jarang dipolesi gincu itu terkatup rapat. “Enggak mau ngomong lagi? Mau saya cium?” goda Chandra seraya memperlihatkan senyum mesumnya. Sepasang manik itu melebar dengan otomatis. Ingin sekali ia berkata kasar, namun bibirnya terasa kelu. “Lepasin saya atau saya bakal teriak!” ancam Jessica yang kian lama tampak menyedihkan. Lihat, sosok yang dulu penuh keangkuhan, yang bisa berbuat apa saja kini tersudut tak memiliki kekuatan. Devan meneriaki raga rapuh yang dia tempati saat ini. Lemah, yang memang begitulah kekuatan perempuan dibanding dengan laki-laki. Yang rasanya ingatannya dilempar jauh pada masa lampau. Kala gadisnya memohon saat dia kerahkan kekuatannya untuk memaksa. Apakah begini rasanya jadi lemah dan hanya bisa memohon dan memanjatkan harap? Chandra tertawa remeh. “Teriak aja! Lagian enggak ada yang bakal dengar.” Siapa pun tidak akan ada yang mendengar jiwa yang meraung-raung itu saat ini. Berharap semesta berbaik hati sedikit lagi padanya agar membiarkannya bebas dari pria di depannya beberapa senti itu. Dengan kelopak mata tertutup sempurna, Jessica gemetaran saat dirasakan bahwa yang Chandra katakan padanya beberapa detik lalu akan segera menjadi kenyataan. Napas beraroma mint itu sudah tercium indranya. Bunyi ponsel menyela. Apakah do’anya pada semesta tengah diijabah? Decakan keluar dari mulut Chandra. Dia menjauhkan wajahnya yang salah satu anggotanya nyaris menyentuh Jessica. Tangannya merogoh saku dalam jasnya. Ada panggilan yang cukup penting sepertinya. “Saya harus pergi. Tawaran saya yang tadi masih berlaku, pikirkan dengan baik ya, cantik.” Chandra bertutur lembut dan menyempatkan untuk mengusap pelan wajah Jessica yang tambah pucat, yang tak disambut dengan baik oleh Jessica. Gadis itu mengalihkan wajahnya dan itu membuat Chandra tertawa gemas. Selanjutnya pintu lift terbuka membawa Chandra hilang dari pandangannya. Sepeninggal dua tungkai besar milik sang Bos, Jessica masih terduduk beralaskan lantai lift. Bersandar menetralkan napasnya. Mengapa di saat jiwa perkasa yang menghuni tubuhnya sudah berteriak mencak-mencak ingin berikan perlawanan, namun lemah sudah terlanjur mendominasi? Devan berikan sumpah serapahnya pada Jessica. Harusnya raga kurus itu bergerak melawan bukan hanya pasrah. Sepertinya si penghuni raga yang tidak tahu diri itu lupa jika kuasanya yang dalam takaran seorang pria itu tak berlaku di sini. Bahwa sesuai sabda yang mengudara, si lelaki telah berganti peran menjadi seorang gadis. Yang mana artinya tenaganya akan terbatas tentu saja. "Kenapa gue enggak bisa ngelawan sih? Kenapa gue cuma bisa gemeteran pasrah diperlakuin kayak tadi?" batin Jessica. “Jes, kok duduk di sini? Lo kenapa?" Suara berat mengembalikan kesadaran si gadis yang tengah menatap kosong. Buru-buru Jessica anjak dari duduknya setelah melihat siapa yang tengah mengajaknya berbicara. Ternyata Deon. Laki-laki itu menatap heran ke arah Jessica. Karena tidak ingin jadi korban jambakan gadis bar-bar yang di mana adalah kekasih Deon, Jessica spontan bangun dan berlalu begitu saja tanpa merespon pertanyaan milik Deon beberapa detik yang lalu. Sedang si lelaki tan hanya mengerutkan keningnya bingung. Menatap tubuh kurus itu yang terus mencipta jarak hingga lenyap dalam pandangan. “Dia kenapa, sih?” gumam Deon. *** Lembayung terlukis apik pada langit sore ini. Sedang angin berhembus pelan menenangkan. Sekawanan burung mulai merajut perjalanan menuju tempat pulang. Pun beberapa manusia-manusia yang mulai turut menutup aktivitas rutinnya sekolah atau pun yang sudah bekerja. Di bawah sana sepanjang jalan terbentang telah dipenuhi barisan kereta serta kuda besi yang bergerak merayap. Macet di sore hari itu sudah biasa. Gambaran nyata senja kala itu telah disaksikan oleh Jessica yang sejak tadi lebih memilih bersembunyi di atap gedung. Terduduk seorang diri membuatnya tak sadar jika telah menghabiskan waktu dengan begitu singkat. Di kepalanya ada banyak sekali pikiran tentang semua hal yang telah dia lalui, ini teruntuk Devan lebih tepatnya, pria yang dihukum pemilik semesta karena telah membuat luka pada hamba-Nya. Mundur beberapa langkah guna membongkar ingatan, dengan gadis pemilik segudang rasa sabar yang cukup tahan dengan sikapnya selama satu warsa. Meski sampai detik ini, bagaimana cara Devan memperlakukan Neta rasa-rasanya belum pantas baginya untuk dibebaskan dari jerat hukuman. Harusnya hati yang sejatinya menjadi organ yang paling peka bisa sedikit tersentil manakala Tuhan sudah mentitahkan alam semesta untuk menciptakan dimensi baru untuknya agar belajar. Belajar untuk menghargai, belajar untuk mensyukuri, belajar untuk membalas kebaikan seseorang. Devan, manusia paling kurang bersyukur. Di mana semesta telah mempertemukan dirinya dengan seorang gadis cantik juga baik budinya dan masih begitu memberikan cinta dalam porsi utuh meski berulang kali disakiti. Bukan memberikan hal yang serupa dia malah dengan seenaknya sendiri membuat luka. Coba pikir, dimana ada cinta yang seperti itu? Neta memang naif tapi, Devan jauh lebih bodoh. Menyia-nyiakan hal baik dengan begitu gampangnya. Nabila Jes, lo di mana? 18.10 Benda pipih yang tampak mengeluarkan bunyi denting beberapa kali itu tak sedikitpun menyedot atensi Jessica. Ada sedikit rasa takut yang merambah hatinya. Kapan semua ini akan berakhir? Kapan dia bisa kembali ke dunia dimana dia berada? Tinggal di sini benar-benar pengalaman paling buruk yang pernah ia rasakan. Apa Devan telah menyesal? Rasa itu belum genap dia miliki. Namun, rasa takut sudah begitu rajin membayanginya. Takut-takut ini akan berlaku selamanya. Devan tidak akan bisa kembali pada tubuhnya. “Eh, kok udah gelap aja, sih?” Jessica menggerutu karena gedung kali ini menjadi gelap. Padahal ini baru jam enam petang. Tidak ada siapa pun di dalam gedung, gedung tampak sunyi senyap seperti tak berpenghuni. Aih, Jessica jadi merinding mendadak. Gedungnya tidak berhantu 'kan? Ponsel yang menganggur di dalam tas kini telah berfungsi sebagai alat penerangan. Dinyalakannya flashlight meminimalisir agar tidak terjadi tabrakan antara dirinya dengan benda yang ada di sana. Ranumnya mulai merutuki diri sendiri mengapa sejak tadi tak kunjung pergi. Salahkan suasana rooftop yang begitu damai hingga membuatnya lalai. “Moga-moga aja pintu depan nggak dikunci. Kalau dikunci mampus dah!” gerutunya terus mengayunkan tungkai dengan cepat. Gedung sedang terkena korsleting listrik maka dari itu padam. Seluruh karyawan diperbolehkan pulang lebih awal yang tidak Jessica ketahui. Sekilas Jessica melihat siluet manusia dari luar jendela. Beberapa orang seperti tengah berdiskusi. Bersyukur akhirnya masih ada kehidupan lain selain dirinya di area gedung. Ketika kaki ingin berlalu lebih cepat, dari arah belakang sebuah tangan besar tiba-tiba menarik tubuh gadis itu lantas dengan gerakan kilat membekap mulutnya. Panik dan takut, Jessica meronta namun dayanya tak seberapa. Tubuh kurusnya terus terseret mundur beberapa petak pualam. Meski dua tangan telah memukul lengan besar itu tapi, tetap saja tak merubah keadaan. Ponsel yang ada pada genggamannya jatuh dan terlempar entah ke mana. Cairan bening meleleh dengan sendirinya. Dalam keadaan gulita tubuhnya terus terseret entah kemana. Masih berusaha mengeluarkan suara meski mustahil untuk didengar orang-orang di luar sana. Sebuah pintu terbuka lantas menutup kembali. Sebuah ruangan yang kini telah dihuni kondisinya tidak segelap diluar. Ada pencahayaan dari lampu tanpa menggunakan listrik. Kontan Jessica memutar kepalanya kebelakang. Namun sebuah senyum paling memuakan yang dia dapat. “Kayaknya kita emang jodohnya?” Jessica telah terbebas lantas bergerak mundur beberapa langkah dengan napas bergerak naik turun tak tenang. “Saya dari tadi pagi nyariin kamu, kamu ke mana aja hmm? Sampe ketiduran di sini dan enggak tahu kalau lampu mati,” curhat Chandra menatap Jessica. Perasaan Jessica mengatakan ini bukanlah hal baik. Dia harus cepat-cepat keluar dari sana. Kejadian seperti di lift tadi jangan sampai terjadi lagi. “Sa-saya mau pulang, permisi,” ucap Jessica terbata dengan mencengkeram kuat tali sling bag yang dia kenakan. Alih-alih berhasil melangkah menuju pintu, langkahnya tertahan oleh Chandra. “Buru-buru banget, sih? Masih jam segini, mending main dulu aja sama saya,” balas Chandra yang mata besarnya mulai menelisik Jessica dari kepala hingga kaki. Ranum dengan rona sakura milik Jessica terkatup rapat. Kala kaki besar itu melangkah maju mengikis jarak, kaki kecilnya mundur perlahan. Niatnya untuk ambil langkah kabur memutari sofa, yang ada pergelangan tangannya sudah didapatkan oleh Chandra dengan begitu mudah dan dalam hitungan detik tubuh kurusnya telah dihempaskan ke sofa panjang yang ada di ruangan itu. “Kamu tambah cantik ya kalo dari dekat,” nilai Chandra menatap lekat-lekat figur cantik milik Jessica. Si gadis masih berusaha meronta ingin dilepaskan. Menggerakkan kepalanya kekanan kekiri kala obsidian si pria menatapnya lapar. Chandra bergerak mendekatkan wajahnya namun, terhenti karena isakan Jessica menginterupsi. “Tolong lepasin saya!" Pria bertelinga runcing itu terkekeh. “Kamu mau minta tolong sama siapa hmm? Tenang aja saya enggak akan lupa sama janji saya tadi. Abis ini karier kamu naik." Di dalam raga yang terkukung tak berdaya, Devan meraung-raung. Ini benar-benar sinting! Dia pria dan dia masih normal. Diperlakukan seperti ini seperti kejantanannya telah dikikis habis-habisan. Devan yang frustasi terjebak dalam tubuh gadis yang sama sekali tak dikenalinya terus merajut harap semoga mimpi buruk sialan ini segera berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN