Part 18

1028 Kata
Jessica membulatkan matanya setelah membaca pesan singkat dari Chandra. Laki-laki itu mengatakan akan menjemputnya untuk menemaninya ke sebuah acara. Tentu saja Jessica terkejut sekaligus panik karena ia tidak mau berangkat bersama Chandra. Bisa jadi itu hanya akal-akalan Chandra saja untuk membawanya dan melakukan hal yang sempat tidak jadi dia lakakan lantaran mendapat gangguan. "Gila! Ini si borokokok Chandra kagak ada nyerah-nyerahnya. Perasaan cewek cantik dan bohay bukan cuman Jessica aja, deh, anak-anak maskapai juga banyak yang lebih dari si Jessica," ucap Devan. Namun jika mengingat kembali dari sisi kelaki-lakiannya, Devan sedikit paham dengan tingkah Chandra. Bisa jadi Chandra ingin bermain-main dengannya dan sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan, ia tidak akan menyerah begitu saja. Brengsek bukan? Ya, tetapi jika dibandingkan dengan sikap dan tingkahnya dulu, ia tidak ada bedanya dengan Chandra. Ia juga sering memainkan perempuan dan sebelum ia mendapatkan sesuatu hal yang diinginkannya ia tidak menyerah begitu saja. Jessica menghela napasnya berat, lalu mengusap kasar wajahnya. Lagi-lagi semesta menyadarkannya bahwa tingkah lakunya dulu memang sangat-sangat salah dan merugikan para kaum hawa. Dan kini ia merasakannya langsung dan begitu tidak enaknya dijadikan mainan oleh seorang pria. "Duh, berdosa banget gue dulu. Andai aja bisa ngulang waktu, gue enggak bakal mainin para cewek. Ternyata risi dan enggak enak," batin Devan. Suara ketukan pintu kembali menyadarkan Jessica atas lamunannya tentang sikap Devan dulu. Ia pun berjalan menuju pintu dan membukakan pintu, melihat siapa yang baru saja mengetuk pintu kamarnya. "Apa?!" ketus Jessica. Karina mendengus melihat respons tak bersahabat dari sang kakak. Saat ini mereka sedang musuhan gara-gara kejadian tadi pagi. Biasalah, pertengkaran adik-kakak. Dan tidak ada yang mau mengalah di antara mereka. Mereka sama-sama mengedepankan egonya. "Di bawah ada tamu nyariin Kakak!" jawab Karina yang tak kalah ketusnya dari sang kakak. Gadis itu masih kesal kepada Jessica, lantaran kakaknya itu tidak mau mengalah dan menurunkan egonya. Padahal tadi pagi yang salah adalah Jessica bukan dirinya. Seketika mata Jessica membulat mendengar penuturan Karina. Ia lupa dengan pesan Chandra barusan. Astaga, jadi benar si borokokok Chandra menjemputnya? Ia kira hanya wancana saja. "Yeuh, malah bengong! Udah sana samperin tamunya!" ujar Karina. "Iya-iya, bawel banget sih, lo!" cibir Jessica. Karina mendelik, lalu tanpa kata ia berjalan menuju kamarnya yang tepat berada di samping kamar Jessica. Dibandingkan melayani kakaknya yang dalam mode singa, lebih baik ia menonton Drakor saja. Sudah jelas dapat menaikkan moodnya karena melihat yang tampan-tampan dan kece-kece. Sedangkan Jessica berjalan menuju lantai satu di mana katanya Chandra sudah menunggunya. *** "Pergi kamu dari sini!" "Maafin saya Tante, saya enggak sengaja. Saya benar-benar merasa bersalah. Bahkan jika Tante mau melaporkan saya ke pihak berwajib, saya siap Tante. Tapi saya mohon, tolong izinkan saya menemui kak Devan," ucap Neta diiringi isak tangis yang dapat mengundang rasa iba orang-orang di sekitarnya, kecuali Ariska. Hati wanita paruh baya itu sudah beku setelah mendengar cerita tentang kejadian sebenarnya alasan dibalik komanya Devan. Perasaan Ariska saat ini benar-benar tidak menentu. Beliau di antara marah, kecewa, dan juga sedih setelah mengetahui sebuah fakta yang tak pernah ia duga sebelumnya. Satu jam yang lalu Kenzo datang padanya dan memberikan sebuah rekaman cctv saat kejadian naas itu. Ariska tentu saja syok mendapati kenyataan bahwa putranya hampir saja melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada Neta. Semuanya terekam jelas dalam rekaman cctv itu termasuk adegan di mana Neta membela diri dengan cara memukul kepala Devan menggunakan sebuah vas bunga dan berakhir Devan jatuh dengan keras ke lantai. Hati ibu mana yang tak kecewa di mana putra yang selama ini dibangga-banggakan olehnya ternyata sudah melakukan tindakan hal yang tak terpuji dan dibenci oleh para kaum hawa. Ia jelas tidak membenarkan perbuatan putranya. Namun melihat putranya sampai saat ini terbaring tak berdaya dan tidak sadarkan diri hampir satu Minggu lamanya, hatinya begitu hancur. Ia juga tidak terima dengan perbuatan Neta yang menyebabkan kondisi putranya seperti ini. "Tante--" "Saya bilang pergi Neta!" usir Ariska. Karina yang sejak tadi menjadi penonton perdebatan antara mamanya dan juga pacar kakaknya hanya bisa menghela napasnya berat. Ia juga sama syoknya dengan sang mama. Ia tidak pernah mengira ternyata ada cerita besar dibalik komanya sang kakak. Ia bingung harus berpihak kepada kakaknya atau Neta. Keduanya sama-sama bersalah dan perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan. "Kak, please," ucap Karina. Lewat netranya ia mengisyaratkan Neta untuk menuruti permintaan mamanya. Ia tidak ingin keributan ini semakin menjadi dan membuat gaduh dan berakhir diusir dari area rumah sakit. Neta menghela napasnya berat, lalu ia mengangguk lemah. "Baik Tante, Neta pergi dulu." Neta bergerak mencium tangan ibu kekasihnya, lalu menatap Karina yang juga tengah menatap teduh ke arahnya. Sebelum ia beranjak pergi, Neta sempat melirik ke arah pintu ruang perawatan Devan. Ada rasa sesak yang dirasakan olehnya. Walaupun Devan telah menyakitinya, ia tidak dapat memungkiri jika hatinya masih terpatri nama Devan. "Aku pergi dulu, Kak. Aku janji bakal ke sini lagi," batin Neta. *** Sementara itu langkah Jessica mendadak terhenti begitu ia melihat eksitensi Chandra yang tengah duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Jessica sempat tertegun melihat penampilan Chandra. Jika boleh jujur Chandra itu termasuk tipe ideal dan idaman para kaum hawa. Wajahnya yang tampan dan memiliki ciri khas Chinese, kulit putih bersih, dan jangan lupakan proposi tubuhnya yang tegap dan gagah membuat para kaum hawa menjerit-jerit dan meminta dihalalkan olehnya. Namun sayang ada satu kelemahan yang dimiliki Chandra, yaitu pemain wanita. "Ganteng juga si Chandra," batin Devan. Ia tak sadar berkata seperti itu. Namun sedetik kemudian begitu ia menyadari apa yang diucapkannya dalam hati. Ia langsung bergidik ngeri. Astaga, kenapa ia malah memuji Chandra. Apa ada yang salah dengan otaknya? Bisa-bisanya ia memuji laki-laki lain dan itu adalah musuhnya sendiri. Ya, Chandra sudah dianggap musuh oleh Jessica aka Devan. "Nih otak gimana sih, masih gantengan juga gue daripada si borokokok Chandra," batin Devan dengan pedenya. Jessica menggelengkan kepalanya, lalu kembali melanjutkan langkahnya menghampiri Chandra yang masih sibuk dengan ponsel pintarnya. Begitu sampai di hadapan laki-laki itu, Jessica pun berdeham dengan keras hingga menyadarkan Chandra. "Eh, kok belum ganti baju?" tanya Chandra begitu melihat Jessica masih menggunakan kaos putih lengan pendek dan juga hotpants hitam. "Saya baru bangun tidur pas Bapak chat saya," jawab Jessica. "Oh gitu. Ini." Chandra menyerahkan sebuah paper bag kepada Jessica. Jessica mengerutkan keningnya, lalu menerima paper bag itu dengan penuh tanda tanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN