"Om... Kenapa kamu diam... Aku mohon bantu aku.. Tubuhku panas.."
"Hmmm…. Panas… " Linda mencoba mengusap sekujur tubuhnya yang terasa semakin panas. hasratnya mulai memuncak.
Sialan! Mereka memasukan obat pada minumannya.
Vian hanya diam, dia tidak mau menyentuhnya sama sekali. Bahkan, dia memalingkan pandangan matanya. Meski dia terkabul laki-laki yang suka bermalam dengan wanita. Tetapi kali ini ada kesempatan bagus untuknya bisa mendapatkan sosok wanita yang dicintainya. Tetapi, dia sama selesai tidak mau menyentuhnya. Vian hanya bisa diam.
"Jika aku tidak menolongnya. Dia bisa bahaya." ucap Vian lirih. "Tapi... Aku juga tidak mau menyentuhnya lebih dulu. Rasanya pasti terasa hambar jika tidak saling menikmati. Jika seperti ini namanya aku memaksa dia." Vian menghela napasnya. Dia mencoba untuk pergi.
"Bantu Aku!" ucap Linda, menarik dari yang menggantung di depannya. Membuat tubuh Vian terdorong jatuh tepat di atasnya. Sebuah kecupan mendarat di bibir Vian. Seketika laki-laki itu menarik kembali tubuhnya.
"Lebih baik kamu jangan melakukannya." ucap Vian. Dia mengangkat lagi tubuh Linda. Membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Laki-laki itu menyeburkan tubuh Linda Di dalam bathup yang sudah berisikan air penuh. Dia menenggelamkan kepala Linda. Seolah hampir saja membunuhnyà. Tetapi dia mencoba membersihkan alkohol yang berada di ujung kepala sampai kakinya.
Setelah beberapa detik. Dia membiarkan kepala wanita itu naik lagi.
"Lebih baik kamu disini. Daripada aku harus memuaskan kamu." ucap laki-laki itu.
Linda yang sudah setengah sadar. Dia menatap aneh pada laki-laki di depannya itu. Baru pertama kali baginya dia melihat laki-laki yang begitu menjaga wanita.
"Bermasalah dulu. Sampai kamu benar-benar sadar. Dan pengaruh obat di tubuh kamu hilang." ucap Vian. Dia melangkahkan kakinya pergi.
"Aku ambilkan kamu handuk!" lanjutnya. Dia mengambil handuk, dan kembali masuk ke dalam kamar mandi. Meletakkan tanduknya tepat di samping bathtub. Ambil sendiri. Aku tunggu kamu di luar." ucap Vian. Tanpa melirik sama sekali ke arah Linda.
Buka semua bajumù. Sekalian nantilah. Hilangkan bau alkohol di tubuh kamu. Kau tidak akan mengintipnya." Vian melangkahkan kakinya kembali lagi meninggalkan Linda.
Sementara wanita itu hanya diam terbungkam dengan sifat baik Vian. Padahal dia hanya tahu dari luar saja sifatnya. Meski sofa aslinya lebih parah. Awalnya Linda mengira jika laki-laki itu adalah laki-laki mesùm yang mencoba menggoda wanita. Tetapi dia salah, dia malah menjaganya. Kali ini, wanita itu bahkan menghargai soal wanita.
"Laki-laki itu baik banget! Tapi, sepertinya dia Lebih tua dariku." gumam Linda. Tersenyum tipis. Perlahan dia yang semula membencinya. Mulai mengaguminya diam-diam. Meski hanya sebatas rasa kagum. Bukan cinta yang tulus dari hati yang dia rasakan.
Selama hampir setengah jam Linda berendam. Dia segera beranjak keluar. Dengan tubuh yang hanya berbalut handuk putih menutupi d**a hingga kedua pahànya. Dia berjalan penuh ragu mendekati Vian.
"Om... Makasih!" ucap Linda lirih. Dia mencoba menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.
"Ada apakah di ranjang. Tapi, itu pakaianku. Kamu bisa pakai lebih dulu. Nanti setelah asistenku kembali dia akan bawa baju wanita untuk kamu." ucap Vian, kedua matanya Terlihat fokus dengan tablet di tangannya. Wajahnya kini terlihat semakin serius. Dengan kaki kiri dilipat di atas pahà kaki kanannya.
"Baiklah!" Linda melangkahkan kakinya ragu. Sesekali dia melirik ke arah Vian. Dia sama sekali tidak melirik ke arahnya.
"Om... Jangan mengintip. Aku mau pakai baju." ucap Linda.
"Tidak akan!" ucap Vian. Tanpa melirik ke arah Linda. Linda, melihat kemeja putih di atas ranjang berwarna putih itu. Linda meraihnya. Mengangkat kemeja itu, melihatnya sekilas.
"Ini terlihat terlalu besar untukku."
"Aku hanya punya itu disini. Dari pada kamu apakah handuk. Lebih baik kamu pakai kemeja itu." ucap Vian. Melirik sekilas ke arah Linda.
Linda menghela napasnya. Dengan terpaksa dia juga harus memakai kemeja itu. "Om.. Jangan mengintip!" teriak Linda.
"Tidak akan!" ucap Vian. Kembali fokus pada tablet di tangannya. Sementara Linda dengan segera memakai kemeja itu. Mengancingkan beberapa kencing kemeja itu. Hingga menyisakan satu kancing kerah yang di buatnya sengaja terbuka.
Linda berjalan ke arah Vian. Dan segera duduk di sampingnya. "Om.. Sudah!" ucap Linda.
"Ya, sudah. Kalau begitu. Kamu tidurlah. Nanti jika asistenku datang. Aku akan membangunkan kamu."
"Tidak! Aku disini saja." ucap Linda. Tersenyum tipis ke arah Vian.
"Kenapa? Bukankah ini sudah malam. Lebih baik tidurlah. Soal tadi. Aku sudah memberi mereka pelajaran. Dan, lain kali. Jangan bekerja sebagai wanita club."
Linda tertunduk, kedua matanya menatap ujung kakinya.
"Memangnya aku harus kerja apa? Lagian itu kekerasan aku saat ini. Aku tidak ada pekerjaan lain lagi sekarang."
"Temani aku!" Vian menatap ke arah Linda. Menyentuh dagunya, menariknya sedikit ke atas.
"Gimana kalau kamu bekerja di tempatku. hanya hanya perlu Jadi pelayanku."
"Pelayan?" tanya Linda memastikan.
"Iya. Memangnya kenapa? Kamu bisa buatkan aku makan. Menyiapkan semua pakaian saat aku kerja."
Linda menepis tangan Vian. " Om... Aku tidak bisa masak!" ucap Linda lirih.
"Tidak bisa masak?" tanya Bian terkejut.
"Iya...Tapi, gimana. Aku tidak memang tidak bisa marah. Kalau menyiapkan pakaian kamu buat kerja. Aku masih bisa, lah. Hanya memilih pakaian saja. Kalau mengerjakan pekerjaan rumah aku tidak bisa?"
"Sebenarnya siapa kamu?" tanya Bian mulai curiga.
Jika dia dari kalangan orang tidak punya. Pasti dia bisa melakukan itu semuanya. Tetapi, kenapa dia sama sekali tidak bisa melakukannya. Apa jangan-jangan dia... Mem... Sepertinya aku harus cari tahu tentang dia.
"Kenapa om diam?" tanya Linda.
"Jangan panggil aku om. Lagian aku bukan om kamu..." ucap Vian.
"Hehe.. Kalau om mau jadi om aku sekarang juga tidak masalah."
"Memangnya aku menikah dengan tante kamu.."
"Iya.. Kalau om mau... Kalau mau bisa ajari saudara kita om..." canda Linda. Dia seakan melupakan pertanyaan Vian awal.
Vian berdengus kesal. "Sudah aku bilang jangan panggil om. Panggil aku, mas! Atau, kakak. Atau panggil nama aku saja."
"Kalau aku panggil kakak. Sejak kapan juga kita jadi saudara kandung."
"Ya, sudah panggil nama saja." geram Vian.
"Baiklah!" ucal Linda. Tersenyum tipis.
"Om... Boleh pinjam ponselnya?" tanya Linda.
Vian menyembunyikan ponselnya ke belakang punggungnya. "Pinjam sebentar hanya untuk menghubungi temanku." jawab Linda.
"Tidak bisa!!"
"Sebentar saja, om." ucap Linda. Mencoba meraih sendiri ponselnya. Vian yang tidak mau ketahuan jika banyak wanita yang menghubunginya. Dia menyembunyikan ponselnya di belakang punggung. Linda mencoba untuk meraih ponselnya paksa.
"Kamu jangan kemana aku.!"
"Lagian aku pinjam sebentar saja tidak boleh!" gerutu Linda. "Pinjam sebentar, om.." ucap Linda. Linda terus mencoba menerima ponselnya. Hingga kakinya terpeleset dan jatuh tepat di atas Vian. Spontan kedua tangan Vian tak sengaja memegang dua buah segar milik linda.
Sialan? Aku menyentuhnya... Apa ini berkah atau musibah. Aku tak sengaja menyentuhnya. Tapi, ternyata menguntungkan juga. ternyata besar juga miliknya. Linda menundukkan wajahnya, dia melihat tangan Vian bergerak leluasa seakan menikmatinya.
"Mesùm!"
"Aaaaaa..... Apa yang kamu lakukan?"teriak Linda. Dia seketika bangkit dari atas tubuh Vian. Memalingkan tubuhnya. Kedua tangannya menutupi dadanya.
"Dasar mesùm. Aku kira kamu beda dengan laki-laki lain. Ternyata kamu sama saja. Laki-laki mesùm."
"Maaf! Maaf! Aku tadi tidak sengaja. Lagian kamu sudah aku bilang. Jangan mencoba meminjam ponselnya. Tapi kamu maksa."
"Jangan dekat-dekat denganku."
Vian bangkit dari duduknya. Mendekatkan wajahnya. Meski Linda menarik tubuhnya Menatap was-was ke arahnya.
"Siapa juga yang mau dekat dengan kamu. Sudah tidur saja. Lagian aku tidak hati mau menyentuhmu. Jika aku mau. Sudah dari tadi aku dapat kesempatan bagi buat nikmati sekalian tubuh kamu." ucap Vian tepat di telinga linda.
Linda terdiam, menelan lidahnya susah payah. Dia memutar matanya. Memang ada benarnya apa yang dikatakannya. Tapi, dia tadi hampir saja menghabiskan malam panjang dengannya. Tetapi dia sama sekali tidak mau menyentuhku.
"Maaf!" Linda berjalan mengikuti langkah Vian.
"Maaf untuk apa?" tanya Lian. Dia melangkah mengambil satu botol minuman di meja. Membuka, lalu meneguknya perlahan sembari menunggu jawaban dari Linda.
"Soal tadi!" ucal Linda.
"Ya, sudah.." Vian tak sebagai melihat jelas tubuh Linda. Dia menatap dari ujung kepala sampai ujung kakinya.
"Kamu cocok juga pakai baju itu?"
"Kamu lihat apa?" linda memalingkan tubuhnya lagi.
"Tenang saja. Aku sudah membantu kamu dari laki-laki brèngsèk seperti mereka. Jadi apa salahnya jika aku lihat dikit. Hanya lihat."
"Lihat ini?" Linda mengangkat kepala tangannya. Mengarahkan tepat di wajahnya.
"Terlalu sadis!!" gerutu Vian.
"Biarin. Lagian dalam sirih cari gara-gara padaku." Linda meraih botol minuman di tangan Vian. Linda meneguknya sampai tak tersisa.
"Itu bekas aku! Kamu minum?" tanya Vian mengerutkan keningnya heran.
"Memangnya kenapa? Lagian aku juga harus. Tapi kamu tidak menawarkan aku minum?"
"Ya, sudah!" ucap Vian.
"Eh.. Kamu marah?" Linda memegang ujung belakang kemeja Vian.
"Jangan menegang kerjaku. Kalau sobek apa kamu aku tanggung jawab?"
"Tidak peduli!"
Vian membalikkan badannya. Menarik Tangan Linda. masuk dalam delapan tubuhnya. tangan kiri Vian memegang pinggang Linda. menariknya semakin dalam. Dengan tangan kanan menarik dari Linda agar sedikit singkat menatap ke arahnya.
"Jangan pikir aku tidak bisa ganas. Aku bisa saja menikmati tubuh mungil dan seksi kamu ini. Tapi, hari ini aku tidak nafsu. Jadi.. Lain kali jika aku melihat kamu berpakaian seksi seperti ini Aku tidak akan tinggal diam lagi." Jemari tangan Vian mulai menyentuh leher Linda. Berjalan perlahan ke belakang tengkuk lehernya. Membuat Linda menekankan matanya sebentar. Merasakan sekujur tubuhnya terbius dengan sentuhannya.
"Gimana? Apa yang kamu lakukan?" tanya Vian. Mendekatkan bibirnya. Ibu jarinya menyentuh setiap lekuk bibir seksi Linda. Seolah dirinya tak sanggup lagi menahan ingin sekali mengecil bibirnya.
Linda terima, baru kali ini dia tidak melawan saat ada laki-laki kurang ajar baginya. Tatapan mata Vian memintanya untuk tetap pasrah dengan keadaan. Dia terus menatap wajahnya. Tubuhnya terlihat kaku tak berdaya.
"Tapi... Maaf! lebih baik aku hanya menyentuhnya tadi meski sedikit." ucap Vian terkekeh kecil. Melihat wajah Linda hanya diam, seolah serius dengan apa yang dikatakan Vian.
"Jangan pikir kamu bisa lari dariku. Sekarang!" Vian menarik salah satu alisnya. "Aku akan, melepaskan kamu." ucap Vian. Melepaskan tubuh Linda perlahan dari dekapannya.
Linda masih terdiam, menatap wjaha Vian yang terlihat aneh. Baginya, dia mikir jika laki-aki itu tidak suka wanita.
"Sekarang, Tidurlah!" ucap Vian lagi. Dia mengusap lembut ujung kepala Linda. Wanita itu tertipu malu. Wajahnya memerah. Batu pertama kaki dalam hidupnya selama 20 tahun ini ada laki-laki yang menyentuhnya dengan tulus selain ayahnya dulu waktu kecil.