“Kamu serius mau ke Harleem?” Keraguan Iva tercetus saat mobil yang dikendarai Fabian tiba di area parkir gedung apartemen Iva. Fabian menoleh ke arah Iva lalu mengernyitkan dahi. “Kenapa kamu nanya begitu? Kamu meragukanku?” “Kita bisa menghubungi Papa dan Mama melalui video call. Tidak perlu ke sana.” “Itu namanya tidak sopan,” tepis Fabian, “aku kan mau meminta anaknya untuk menjadi istri, masa memintanya melalui telepon. Ingat, Daiva Bratadhikara, kita tidak hidup di belahan dunia barat. Sopan santun masih kental di sini.” Iva mengerucutkan bibirnya. “Sopan? Kamu saja enggak pernah sopan sama aku. Mengumbar sikap seduktif, kamu pikir sopan?” “Bukannya itu yang kamu cari? Toh, kamu juga tidak pernah menolak? Itu tandanya kamu suka,” jelas Fabian dengan nada menyindir sekaligus bang