Malam ini aku memakan gorengan jualanku yang tidak laku dengan hati kecewa. Ibu ibu itu menyalahkan karena status janda ku. Aku juga tak ingin menjadi janda, aku juga tak ingin suami ku meninggal. Jahat sekali mereka. Aku duduk diteras sendiri melihat bintang yang terang. Aku ingin jadi bintang meskipun keluar hanya du malam hari namun sangat indah hingga orang orang menunggunya muncul.
"Ngapain Maria?" Suara pak Dirman mampu membuyarkan lamunan.
"Lagi santai saja pak, mau berangkat tanggapan pak?"
"Iya Mar!"
"Ayo kalau mau besok siang kami ada latihan di markas, besok datang aja cari saya disana ya.!" Pak Dirman kemudian pergi karena jemputan sudah datang.
"Besok siang! Apa aku bisa, kenapa pak Dirman berniat sekali mengajak ku. Suara ku juga gak bagus!" Pemikiran demi pemikiran datang bersliweran di otak.
"Apa salahnya dicoba, toh aku cuman di ajak bukan menawarkan diri."
Jual gorengan juga tak laku karena mereka takut suaminya aku curi. Aku memang janda tapi aku tidak murahan.
Malam semakin larut, tak baik berlama lama diteras sendirian nanti dikira caper sama orang yang lewat. Astaqfirullahaladim, jadi janda sangat tak mudah.
Besok paginya aku datang lagi ke warung bu Salamah yang masih sepi pelanggan. Sengaja pagi sekali aku menaruhnya agar tak banyak omongan yang keluar dari ibu ibu tetangga.
"Pagi sekali Maria datangnya? Bu Salamah masih menata sayur sayurnya.
"Iya bu Gak apa apa!" jawabku sambil memilah milah sayur untuk ku masak, tinggal sendiri aku tetap masak sekedarnya karena lidahku tak cocok saja masakan beli.
Sebenarnya uang simpanan almarhum mas Prabowo masih belum aku utak atik yang di ATM maupun yang di berikan rekan kerjanya waktu malam malam datang kerumah. serta juga ada pencairan dari BPJS yang langsung masuk ATM, berapa nominalnya aku pun tak tau sama sekali. hanya sebagian kecil saja yang aku gunakan untuk syukuran kematian mas Prabowo. Buat makan sampai hari ini aku cuman pakai uang belanja yang terakhir mas Prabowo kasih waktu itu, ku putar untuk modal berjualan gorengan dan kerupuk dan alhamdulillah untungnya buat makan saja karena hanya tinggal sendiri jadi lebih hemat. untuk listrik dan pulsa juga tidak banyak jadi aku mengambil dari keuntungan kerupuk yang aku sisipkan sedikit demi sedikit. Tapi jika ibu ibu tidak mau membeli gorengan ku begini, aku makan dari mana? Jika memakai uang itu terus menerus tanpa ada perputaran uang nanti lama lama pasti habis.
"Semangat trus ya Maria, biasa janda seperti kita ini sering dipandang sebelah mata, Gak usah khawatir insyaallah Allah tolong." Ucapan bu Salamah mampu menyentil hatiku yang sudah mulai rapuh.
"Terimakasih Bu Salamah!" Setelah memilih sayur dan lauk aku segera membayar lalu pulang karena biasanya habis gini mereka akan berkumpul untuk bergosil.
"Waah ini gorengannya Maria ya Bu Salamah? Tumben sudah ada. mana masih anget anget lagi." mbk Ani langsung melahap gorengan yang ada di depannya.
Kemudian gak lama mbk Ara dan ibu ibu yang lain datang untuk berbelanja sekalian bergosip seperti biasanha.
"Tumben ini gorengan si Maria sudah nangkring disini, gak usah dibeli saja biar dia kapok!" Mbk Ara memang suka sekali mengompori orang, mulutnya pedas. Padahal setiap dia pulang duluan ibu ibu yang lain juga menggosipkan suaminya yang hanya kuli bangunan suka usil dengan perempuan perempuan muda yang lewat.
"Kalian ini jangan begitu sama janda, Maria juga tidak genit jadi memang suami kalian kalian itu yang perlu dijaga matanya."
"Jangan begitu dong bu Salamah, belain si Maria terus!"
"Saya gak belain Maria! saya itu cuman gak suka sama orang yang suka julit."
"Eeeh, bu Salamah ih! Oh ya bu saya hari ini ngutang lagi ya bu," ucap mbk Ara kemudian.
"Nah satu lagi ini yang saya suka dari Maria, dia tidak pernah hutang macam kau ini! Mari kita catat apa yang kau ambil hari ini Ara."
Mbk Ara dan yang lainnya langsung kehilangan kalimatnya begitu disindir tentang utang.
Ara sebenarnya mengakui jika Maria itu tidak pernah genit cuman rasa iri saja yang buat Ara suka provokasi ibu ibu yang lain.
Maria adalah orang asli kampungnya lalu meninggalkan kampungnya untuk bekerja di kota, orang orang kampung menganggap dia sudah sukses jadi Ara sebagai teman akrabnya dulu sangat iri selalu dibanding bandingkan orang orang terutama ibunya sendiri. Apalagi tiga tahun kemudian Maria pulang dan menikah dengan Prabowo yang Tampan dan pekerjaannya cemerlang sebagai bos proyek, dan sekali lagi itu membuat Ara sangat iri dengan nasib Maria yang bagus. Namun setelah kabar suami Maria meninggal karena kecelakaan, kali ini Ara senang bahwa nasib Maria tak sebagus biasanya. Ara selalu mengamati setiap yang Maria perbuat dan selalu menggosipkan ke tetangga tetangga, apalagi waktu terang terangan suaminya memuji Maria yang mampu merawat diri dibanding dia yang dekil katanya. Ara sangat sakit hati dan berusaha menghasud orang orang untuk menjauhi Maria.
"He Ara kamu melamun ya! ini total belanjaanmu aku sudah catat! Ayo yang lain mau belanja apa lagi!" Bu Salamah membuyarkan lamunan Ara dan memberikan buku nota kecil ke Ara.
Siang ini Maria mencoba ke tempat latihan yang di beritahukan pak Dirman. Sebenarnya dia malu namun apa salahnya mencoba.
Dikemudikannya motor matik yang dibelinya dulu dari hasil bekerja di kota selama tiga tahun menuju markas latihan pak Dirman. Ini pertama kalinya dia keluar kampung sendirian. "Ternyata dunia luar itu indah! Kenapa dia selama ini hanya mendekam di rumah saja." Batinnya.
Sampai di lokasi pak Dirman sudah menyambutnya. Dia diperkenalkan dengan yang punya orkes dan seluruh teman teman orkes yang lain, tak luput juga sang biduannya.
"Cantik cantik!" Gumam Maria.
"Ayo kita dengarkan suara Maria sekarang!" ucap salah satu pemain.
"Waduuh..aku belum siap ini!" Gugup langsung datang soalnya aku yang biasanya nyanyi di dapur disuruh nyanyi di depan orang banyak.
"Ayo maria!" Ucap Mbk Meike salah satu biduan yang wajahnya cantik dan kalem.