Sikap Kei yang Mira Benci

608 Kata
“Bersiaplah, nanti malam adalah upacara pernikahan kita,” bisik Kei, tepat pada telinga kiri Mira. Setelah itu, Kei mengecup kilas leher Mira yang terlihat ada tanda berbentuk bulan sabit berwarna merah terukir di sana. Itu adalah bekas gigitan Kei semalam. “Nanti malam?” Mira tampak terkejut, ia baru ingat, semalam Kei sudah memberi tahunya tentang pernikahan mereka. Tapi karena kejadian semalam, Mira melupakannya. “Orangtuamu juga akan ada di acara pernikahan kita, mereka akan ikut serta dalam upacara pernikahan kita,” urai Kei. Mira menatap Kei dengan raut wajah yang tak dapat dijelaskan. Ia bingung sekaligus senang karena bisa bertemu ayah dan ibunya setelah beberapa hari ia dikurung di kamar ini. “Setelah upacara pernikahan selesai. Kau dan aku akan melakukan penyatuan,” imbuh Kei. “Pe ... penyatuan? Maksudmu apa?” tanya Mira, tak paham. Sesaat Kei berdehem, pria itu dengan sorot matanya yang tajam menatap Mira dengan penuh keseriusan, “Jika di duniamu penyatuan disebut hubungan intim antara suami yaitu aku dan ... kamu istrinya,” cakapnya. “Apa?!” kaget Mira, “kamu sudah tidak waras, ya? Siapa yang mau melakukan hubungan seperti itu dengan pria asing yang baru aku temui, dan lagi pria itu adalah kamu. Jangan pernah coba-coba berani menyentuhku, karena aku tidak akan pernah membiarkanmu melakukan itu!” tegas Mira. Gadis itu spontan menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Mira bertingkah seolah ia dapat menghalangi pandangan kotor Kei terhadapnya. Kei tersenyum miring, dia tak menghiraukan reaksi terkejut dari Mira. Pria itu semakin mendekatkan wajahnya ke arah Mira, hingga ... bibir sexy itu mendarat sempurna di bibir ranum Mira. Kei melahap habis bibir gadis itu, ia bahkan tak memberi izin Mira melepaskan pagutan itu walau hanya sekedar untuk bernapas. Mira yang hampir kehabisan oksigen pun memukul-mukul d**a bidang Kei, sesekali ia tampak mendorong tubuh itu agar menjauh darinya. Namun, tubuh Mira yang kecil tampak sia-sia melakukan itu semua. Tak lama kemudian, akhirnya Kei melepaskan tautan bibir mereka. Saat itulah Mira meraup oksigen sebanyak-banyaknya, dia benar-benar hampir mati kehabisan napas karena ulah pria gila di hadapannya itu. “Kau ...,” ucap Mira sembari mengatur napasnya yang masih memburu. “Apa kau sudah tidak waras? Kau berusaha membunuhku dengan cara menjijikkan seperti itu?!" tukas Mira, kesal. Mata gadis itu tampak berbinar, air bening terlihat berkumpul di kelopak matanya. Mira siap menangis, tetapi ia berusaha menahannya. Mira tak ingin terlihat lemah di hadapan pria itu. Kei terdiam, sepercik rasa bersalah menyerang hati kecilnya. Pria itu kemudian berangsur mundur, menjauhkan dirinya dari hadapan Mira, hingga ia pun turun dari ranjang itu. “Aku akan mengatur persiapan upacara pernikahan kita nanti malam,” ujar Kei, mengubah topik pembahasan mereka. Mira diam tak menjawab, ia masih kesal dengan apa yang Kei lakukan padanya. Kei menghela napasnya pelan, kemudian ia berkata, “Nanti ada beberapa pelayan yang akan datang ke kamar ini untuk membantumu membersihkan diri, berpakaian dan berhias. Ikuti dan turuti semua yang akan mereka lakukan padamu, karena apa yang akan mereka lakukan padamu adalah perintahmu. Jadi, jangan membantah apalagi memberontak, atau—kau akan menikah tanpa didampingi oleh kedua orangtuamu.” Mendengar penuturan itu, seketika Mira menatap Kei, tatapannya menusuk tajam tepat di manik mata legam milik Kei. Mira ingin sekali memprotes, tetapi melihat wajah Kei yang tampak serius. Gadis itu akhirnya menghela napasnya kasar, ia hanya bisa pasrah. ”Baik, aku mengerti. Aku akan menuruti semua perintahmu tanpa terkecuali. Apa kau puas? Kau senang karena aku kalah dalam permainanmu ini?” tukas Mira. Kei tersenyum, pria itu kemudian melangkah mendekati Mira dari sisi ranjang sebelah kiri. “Ya, aku senang mendengarnya. Teruslah seperti ini, se.la.ma.nya,” ujar Kei, penuh penekanan. Mira merasa bulu kuduknya berdiri, ia merinding mendengar kata itu. Perkataan itu seolah menjelaskan bahwa mulai saat ini dan selamanya ia akan menjadi boneka manekin untuk pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN