“Kamu merasa lebih baik?” tanya Kei saat mereka sampai di paviliun utama. “Aku?” “Hm.” Kei menganggukkan kepalanya sembari membuka pintu kamar Mira. Mira mengulas senyumnya. “Sangat baik,” ucapnya. “Oh, iya. Sejak aku bangun dari masa kritisku, aku tidak melihat Hima. Kamu tidak mengusirnya dari istana, ‘kan?” tuding Mira. “Apa menuduhku adalah hobimu? Kenapa aku terlihat selalu salah di matamu, huh?” kesal Kei. Ia kemudian menyentuh bahu Mira, lalu memutar tubuh perempuan itu enam puluh derajat, di sana terlihat sosok Hima berdiri dengan senyum harunya. “Kamu lihat siapa yang berdiri di sana? Masih mau berpikir yang negatif tentangku?” tukas Kei. “Hima?” “Ya, Queen. Ini saya,” balas Hima, suara yang rasanya sudah sangat lama dirindukan. “Kau ke mana saja? Kenapa saat aku bangun kau