Hari Pernikahan

680 Kata
Mira terperangah mendengar nama aslinya itu. Pasalnya selama ini dia selalu penasaran dengan huruf K yang terselip dinamanya, tapi orangtuanya tidak pernah mau memberitahu Mira tentang arti huruf K itu. Kedua orangtuanya juga tidak pernah berniat mengganti nama tersebut. Dan kini, saat dirinya tahu apa maksud kata K di dalam namanya, Mira harus menelan pil pahit bahwa semua ini benar-benar sudah direncanakan, ini bagai takdir nyata yang sulit untuk Mira terima. “Kitsune Hanayome yang berarti seorang pengantin kitsune,” ujar tetua Yasmin. “Itu ... benarkah?” tanya Mira yang masih tak percaya dengan semua kenyataan ini. “Ya, semua ini sudah ditakdirkan padamu sejak kau lahir, Mira,” jelas tetua Yasmin. “Baiklah, mari kita mulai upacaranya, senja sepertinya sudah hampir tenggelam,” timpalnya. Tetua Yasmin pun menuntun Mira untuk berdiri di sebuah pola yang tergambar di lantai bangunan itu. “Berdirilah di sana, portal itu akan membawamu menuju Kuil Kisu, di sana kau akan memulai upacaranya, kau akan di bawa oleh para penduduk kerajaan dan juga orang tuamu menuju istana untuk bertemu dengan pasanganmu, Lord Kei,” papar tetua Yasmin. “Bukankah sekarang aku sudah berada di istana? Kenapa aku harus pergi jauh hanya untuk di bawa kembali kesini lagi?” tanya Mira yang tidak mengerti dengan upacara pernikahan ini, menurutnya itu sangat konyol sekali. Tetua Yasmin tersenyum simpul mendengarnya, wanita itu kemudian menjawab, “Karena ini adalah salah satu bagian dari upacara pernikahan kalian.” Mira menghela napasnya panjang, semua ini sangat merepotkan, pikirnya. Tapi, mengingat dirinya akan bertemu dengan kedua orangtuanya, ia merasa sedikit senang. Setidaknya, dia bisa melepas rindu bertemu ayah dan ibunya. “Aku akan membuka portalnya,"” ujar tetua Yasmin. Wanita berambut perak panjang itu terlihat tengah menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti mantra aneh di telinga Mira. Setelah gumaman mantra dari mulut tetua Yasmin selesai, pola itu tiba-tiba bersinar terang, Mira pun menyipitkan matanya melihat cahaya terang itu. Lalu, dalam kedipan mata Mira berpindah tempat. Ketika kelopak matanya terbuka. Mira mendapati dirinya sudah berada di sebuah kuil yang tampak tua tapi terawat dengan baik. Derapan langkah kaki pun terdengar. Mira menoleh, menatap ke arah dua orang yang tengah melangkah mendekatinya, itu ayah dan ibunya. “Ayah, Ibu.” Kaki Mira berlari cepat mendekati kedua orangtuanya itu, tubuh mungilnya merengkuh ayah dan ibunya penuh kerinduan. “Kau baik-baik saja 'kan, Sayang?” tanya sang ibu sembari memeriksa seluruh tubuh Mira. “Mira baik-baik saja,” jawab Mira dengan senyum harunya. “Ayah senang melihatmu baik-baik saja, Mira. Maafkan ayah karena tidak bisa melindungimu dengan baik,” cakap Kitaro—sang ayah—dengan raut menyesalnya. “Tak apa, Ayah. Ayah tidak perlu khawatirkan aku, Ayah juga tidak perlu menyesali apapun. Karena aku akan selalu baik-baik saja," jelas Mira, ia berusaha menampilkan senyum terbaiknya, agar kedua orangtuanya itu tidak mengkhawatirkan dirinya. “Mari kita mulai upacaranya, bulan telah menampakkan diri,” kata seorang lelaki tua yang datang menghampiri mereka. Ayah Mira mengangguk, ia menatap Mira dengan senyum sedihnya. Sesungguhnya pria paruh baya itu tidak rela melihat anaknya akan menjadi seorang pengantin Kitsune. Sebagai ayah dia takut jika hal buruk akan menimpa Mira, apalagi Mira hanyalah manusia biasa. “Ayo, Ayah,” ucap Mira, memberikan semangat pada sang ayah. Upacara pernikahan pun dimulai, pengantin wanita dibawa menggunakan kereta seperti tandu yang ditarik oleh para pengawal istana. Mereka melakukan iring-iringan dari Kuil Kisu sampai ke istana yang berjarak cukup jauh. Setiap orang yang mengikuti upacara itu membawa lampion merah di tangan mereka masing-masing. Sehingga tampak seperti cahaya yang bersinar indah dari kejauhan mata. Sekitar satu jam lebih perjalanan, akhirnya kereta yang mengangkut Mira pun berhenti di depan pintu istana utama. Kitaro—sang ayah—menghampiri Mira, pria paruh baya itu kemudian mengulurkan tangannya pada sang putri tercinta. Dengan senyum berpura-pura bahagia, Mira meraih uluran tangan ayahnya, lalu berjalan berdampingan menuju ke arah Kei yang telah berdiri di depan kursi singgasananya. Sesampainya di depan pria itu, ayah Mira menatap putrinya sejenak, ia menghela napasnya berat sebelum akhirnya dengan terpaksa menyerahkan Mira pada Lord Kitsune itu, Kei. Kei tersenyum meraih tangan Mira dan membawa gadis itu untuk duduk bersampingan dengannya di kursi Lord dan Queen. Semua yang ada di dalam istana utama itu pun berlutut, memberi hormat pada Lord dan Queen mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN