Bab 2. Abraham Gill

1149 Kata
Bab 2. Abraham Gill   Dering ponselku menyadarkanku dari pikiranku yang hanya di penuhi oleh Antonietta, istriku. Nama Esteban tertera di layar ponselku, segera kupejet tanda panggilan kuangkat. "Esvaldo," sahutku dingin. "Maaf bos, saya sudah menemukan keberadaan nyonya," kata Esteban langsung ke inti pembicaraan. "Tetap ikuti, dan sampaikan semua kegiatannya," kataku dengan nada tajam. "Baik, saya mengerti bos," sahutnya patuh. "Jangan sampai kau juga kecolongan," titahnya tanpa bisa di sanggah. Tanpa menunggu jawaban Esteban, aku langaung menutup sambungan ponsel kami. Aku akan menunggu niat baikmu sayang. Kau sendiri yang akan datang kepadaku sayang. Aku berjalan melintasi tempat tidur yang masih belum tersentuh oleh tangan pelayan. Karena aku melarang siapapun memasuki kamar pribadiku saat ini. Bekas percintaan kami semalam masih berserakan di samping tempat tidur. Aku menunduk mengambil beberapa lembar piyama yang tercecer. Bahkan celana dalam Antonietta teronggok tak berdaya di lantai.  Kuambil celana dalam Antonietta, kuhirup dengan rakus. Harum khas lendir kewanitaannya menjadi tanda betapa wanita itu juga b*******h. Kenapa hatimu tidak bisa menerimaku, seperti tubuhmu yang langsung merespon sentuhanku. Kenapa sayang? Apa cintaku tidak berharga bagimu? Segera kusimpan semua barang Antonietta dalam laci nakas dan menguncinya. Aku bergegas ke kamar mandi. Kulepas semua pakaian tidurku dan segera berendam dalam bathup yang sudah terlebih dahulu kuisi dengan air hangat sabun favoritku. Rasanya sangat menyegarkan. Semua ketegangan yang dari tadi kurasakan seolah menghilang begitu saja. Kupejamkan mataku perlahan. Sekarang apa yang kau lakukan sayang? Apa kau bahagia tanpaku? Tak adakah sedikit saja hatimu untukku? Tanpa kusadari akupun terlelap. ** Di negara lain tampak seorang wanita baru turun dari pesawat kelas bisnis dengan menggunakan identitas palsu. Untung dia punya kenalan untuk melarikan diri dari Mafia b******k itu. Wanita itu memasuki area bandara, setelah menemouh waktu berjam-jam, baru saja dirinya tiba di bandara Kota London. Wanita cantik dengan tubuh sexy berjalan dengan langkah gemulai menapaki lantai marmer bandara. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai marmer menimbulkan suara setiap dia melangkah. Hampir semua mata memandangnya takjub. "Aku kembali Abraham," desisnya dengan senyuman manis terukir dari bibirnya yang merah karena lipstik. Bibir merah penuhnya membuat yang melihat berharap bisa merasakan lembut dan kenyalnya bibir itu dalam kuluman. Sayang sekali karena wanita itu sudah menikah dengan seorang pebisnis yang kaya raya. Tak ada seorangpun yang berani menggodanya kalau tidak mau berakhir mengenaskan karena selain pebisnis suaminya juga merupakan seorang mafia yang disegani di Italia. Esvaldo Romanov. Dan wanita cantik itu bernama Antonietta. Mantan kekasih Abraham. Meninggalkan suaminya dengan amarah membara. Wanita itu melenggang tanpa beban seakan dia mendapatkan kebebasannya. Dia tidak berpikir kalau suaminya sudah menemukannya. Bahkan dia tidak akan menyangka apa yang akan dilakukan oleh suaminya untuk membawanya kembali. Atau apa yang akan dilakukan oleh lelakinya. Dia tidak tahu jika Abraham hanya menyisakan amarah dalam hati untuknya. Entah Abraham atau Esvaldo yang lebih dulu menyakitinya. Tapi yang pasti Sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang akan sangat disesalinya andai dia mengetahuinya sedari awal. ** Wanita itu berjalan dengan langkah pasti, tak ada keraguan sedikitpun dalam langkahnya. Dia memasuki kantor yang sudah biasa dipijaknya dulu. Saat dia masih menjadi kekasih dari pemilik kantor ini. Karyawan yang pernah mengenalnya hanya bisa membelalak tak percaya dengan kehadirannya. Wanita ini ternyata punya nyali besar sampai datang kembali ke kantor ini setelah perbuatannya yang sangat memalukan dulu. Dengan tak memperdulikan kesiap kaget dari beberapa karyawan akan kehadirannya, Antonietta memasuki lorong menuju kantor kekasih hatinya. Dia tidak peduli jika Abraham akan mengusirnya. Dia tidak akan menyerah. Tidak sekarang. Di depan meja sekretaris Abraham dia berhenti. Memindai penampilan sekretaris baru Abraham. "Bisa saya bertemu dengan Abraham?" katanya dengan nada angkuh andalannya. Wanita didepannya itu hanya menatap Antonietta tanpa minat. Helena sudah teramat sering menghadapi wanita yang merasa dirinya lebih dari orang lain seperti Antonietta. "Maaf bu, apa Anda sudah ada janji temu dengan tuan Abraham?" tanya Helena dengan sopan. "Aku tidak butuh janji temu dengannya karena kami memiliki hubungan, kau mengerti maksudku kan?" Antonietta tidak percaya dia akan menggunakan trik murahan ini untuk bertemu kekasihnya. Oh ingatkan kalau hanya Antonietta yang menganggap Abraham kekasihnya. Karena bagi Abraham, Antonietta hanya masa lalunya yang kelam. Helena menatap tajam ke arah Antonietta, berpikir sejenak apa yang harus dilakukannya. Tapi akhirnya Helena berjalan mendekati pintu ruangan Abraham dan mengetuknya pelan. Tok Tok "Masuk," suara maskulin terdengar dari dalam. Jantung Antonietta berdegup kencang. Membayangkan akan segera bertemu dengan sang pujaan hati. Helena membuka pintu dengan pelan. Antonietta melongok dari balik badan Helena. Dia melihat sosok yang dirindukannya itu sedang duduk dan membelai sebuah bingkai foto sambil tersenyum lembut. Apa itu fotonya? Apa Abraham masih mengingatnya? Jantung Anthonietta semakin berdebar dan tak sabar ingin segera menghambur dekapan pelukan sang kekasih. "Pak ada seorang yang ingin bertemu dengan Anda, saya melarangnya karena dia tidak ada janji dengan Anda tapi wanita itu bilang bahwa kalian memiliki hubungan," kata Helena. "Suruh dia masuk," kata Abraham dengan nada antusias yang kentara membuat Antonietta dan Helena tersenyum mendengarnya. Hati Antonietta menghangat. Dia juga merindukanku, batinnya dengan perasaan membuncah oleh bahagia. "Baik pak, saya permisi," kata Helena sopan dan kembali menutup ruangan Abraham. Kenapa Helena menutup pintunya? Harusnya dia langsung mempersilahkannya masuk. Dasar sialan! Dengan sikap sopan Helena mempersilahkannya mengikutinya. Ck, bukannya dari tadi dirinya sudah berada di belakang Helena. Helena kembali mengetuk pintu sekali. "Masuk," kata Abraham terdengar di telinga Antonietta. Antonietta sudah memasang senyuman mempesonanya. Antonietta masuk berdiri di belakang Helena, Helena segera memberi jalan padanya. Mata keduanya bertubrukan, Antonietta dapat melihat senyuman Abraham langsung hilang saat melihatnya. Rahangnya mengeras. Apa dia tidak menungguku? Tanya Antonietta dalam hatinya. "Siapa yang mengijinkan dia masuk, suruh dia angkat kaki dari sini dan larang sekuriti untuk membiarkan dia masuk meski di lobby kantor!" bentak Abraham kalap. Tubuh Antonietta seakan kaku mendengar kemarahan Abraham padanya. Tidak! Aku tidak boleh menyerah, tekad Antonietta dalam hati. ** "Sir, nyonya besar sudah menemui lelaki itu, tapi sepertinya lelaki itu langsung mengusirnya," lapor seseorang yang terhubung dengan ponsel Esteban. Raut wajah Esteban penuh senyum meremehkan. Esteban sangat mengenal jenis pria semacam Abraham, lelaki setia dan lurus. Lelaki yang tidak akan menerima sesuatu yang menjadi milik lelaki lain. Sangat gentleman. Dia dan Abraham sangat bertolak belakang. Apa karena itu Antonietta tidak pernah bisa mencintainya? Wanita itu hanya b*******h dengan sentuhannya tapi tidak dengan hatinya. "Biarkan saja, terus ikuti dia dan jangan membuatnya curiga," ujar Esteban datar. Tanpa menunggu sahutan orang yang barusan menghubunginya dia terlebih dulu mematikan sambungan telepon itu. Matanya menatap jauh ke depan dari balik jendela di kantornya yang berada di lantai 30. Lantai paling atas dari gedung miliknya ini. Aktifitas kota belum juga tertidur padahal waktu sudah menunjukkan satu dini hari. Dia menyalakan rokok dan mulai menghisapnya. Tak peduli ruangan yang bahkan ada larangan untuk merokok di sana. Hatinya begitu gelisah entah karena apa? Apa karena istrinya yang menghilang? Walau tidak benar-benar menghilang karena dia mengetahui keberadaan istrinya. Esteban berpikir bisa membuat Antonietta melupakan sosok Abraham Gill. Tapi tidak bisa. Apa sekarang saatnya menyerah dengan arogansinya. Tak selamanya ketampanan dan kedudukan tinggi membawa kebahagiaan baginya. >>Bersambung>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN