Bab 15 - Tetangga Baru?

2096 Kata
Rintik hujan masih tersisa ketika mobil yang dikendarai Tristan tiba di depan gedung apartemen kediaman Helena. Pria itu langsung memarkirkan mobil Helena di lahan parkir gedung agar tidak menyulitkan wanita itu. “Terima kasih telah mengantarkanku pulang, Tris," ujar Helena. Meskipun sejak awal ia tidak ingin pria itu melakukannya, tetapi tidak dapat dipungkiri jika ia memang cukup terbantu olehnya. Jika saja Helena terus memaksakan diri berkendara di tengah kemacetan kota, mungkin saja kondisi kakinya akan menjadi lebih parah. Apalagi tadi ia masih sempat menikmati semangkuk bakso yang lezat bersama pria itu untuk menghangatkan diri di tengah rintik hujan yang berlangsung semakin lama. Bukan Helena merasa senang karena dapat melaluinya bersama Tristan. Sama sekali tidak! Begitulah yang terus dicantumkan di dalam pikirannya sejak tadi. Helena tidak ingin mengakui jika dirinya benar-benar larut dalam kebersamaannya dengan Tristan selama menyantap bakso langganan mereka dulu. "Lama tidak kelihatan, Neng. Kirain sudah tidak sama-sama lagi," ucap Mang Ucok ketika melihat kedua langganan lamanya datang bersama-sama. Saat itu baik Helena maupun Tristan hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan sang penjual bakso yang terlihat semakin bertambah tua dibandingkan tujuh tahun yang lalu. Ternyata pria paruh baya itu ternyata masih ingat dengan mereka. Padahal Helena maupun Tristan hanya pernah datang beberapa kali ke tenda penjual bakso tersebut setiap kali mereka kembali ke Indonesia bersama. Ya, sebelumnya baik Helena dan Tristan sama-sama menjalani kuliah di luar Indonesia, tepatnya di Australia. Helena mendapatkan beasiswa atas kegigihannya dan bertemu dengan Tristan ketika mengambil jurusan di kampus yang sama dengan pria itu. Kecerdasan dan kecantikan Helena menjadi buah bibir para mahasiswa yang berasal dari Indonesia, termasuk Tristan. Karena mendapatkan tantangan dari salah seorang teman kampusnya, Tristan pun menyatakan perasaannya dan meminta Helena untuk menjadi kekasihnya. Tanpa disangka, pernyataan cinta Tristan diterima oleh Helena. Saat itu Helena yang masih awam juga jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Tristan. Namun, kepolosan Helena kala itu membuatnya menjadi buta akan cinta dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tristan tanpa tahu jika pria itu hanya mempermainkan hatinya. Namun, seiring waktu hubungan mereka semakin dalam dan Tristan pun benar-benar jatuh hati kepada Helena. Sayangnya, keangkuhan Tristan membuatnya berpikir untuk tidak menyerahkan masa mudanya hanya untuk satu wanita saja dan berakhir melukai wanita yang paling mencintai dan dicintainya. Sekarang Tristan ingin menebus kesalahannya di masa lalu, tetapi merekatkan kembali serpihan hati yang sudah hancur bukanlah pekerjaan yang mudah. Walaupun berhasil melakukannya, Helena berpikir jika perasaannya tidak akan pernah sama lagi seperti tujuh tahun yang lalu. “Tidak perlu sungkan, Helena." Suara Tristan membuyarkan seluruh lamunan Helena. Wanita itu tersentak dan memandang senyuman tulus yang diberikan Tristan untuknya. Sonak, Helena memalingkan wajahnya dan diam-diam mengulum senyumnya. Ia masih tidak terbiasa dengan penyamaran mantan kekasihnya itu yang terlihat sangat aneh di matanya. “Ada apa?” Tristan mengerutkan keningnya, tetapi Helena menggeleng dengan cepat. “Kamu punya ide dari mana menyamar seperti itu?” ledek Helena. Ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan agar Tristan tidak menyadari jika dirinya baru saja mengenang masa lalunya. Salah satu sudut bibir Tristan kembali terangkat. Ia menyentuh ujung poni depannya yang sengaja dikeriting kecil untuk memberikan kesan yang berbeda. Tristan pun melepaskan kacamata yang sudah cukup membuatnya terlihat seperti kutu buku hari ini. “Bagaimana kalau begini? Apa aku lebih terlihat semakin tampan, hm? Padahal aku berniat membuat diriku sejelek mungkin, tapi sepertinya mau dipermak seperti apa pun, ketampananku susah dihilangkan,” ucap Tristan dengan bangga. Helena memutar bola matanya dengan malas. “Sudah kuduga kamu akan berbicara senarsis itu,” timpalnya seraya membuka pintu mobilnya. Akan tetapi, Tristan buru-buru menghentikannya. “Tunggu sebentar,” ujarnya. Tristan memasukkan kacamatanya ke dalam saku kemejanya, kemudian bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu tersebut untuk wanita itu. “Tidak perlu terlalu berlebihan, Tristan. Aku bisa melakukannya sendiri kok,” tukas Helena. Karena merasa sungkan terus mendapatkan bantuan dari pria itu, Helena pun buru-buru turun dari mobil tersebut. Akan tetapi, pijakan kakinya tidak tepat sehingga tubuhnya limbung dan hampir saja wajahnya membentur d**a Tristan. Untung saja pria itu berhasil menahan kedua pundaknya lebih dulu. Refleks, Helena memejamkan netranya dengan erat, merasa malu karena dirinya malah membuat keadaan menjadi lebih canggung daripada sebelumnya. “Kamu yang tidak perlu terlalu berkeras hati, Helena. Apa salahnya menerima bantuanku? Apa kamu takut aku melakukan hal yang tidak senonoh padamu atau kamu takut kamu akan tergoda padaku lagi?” sindir Tristan yang membuat wajah Helena semakin memerah. “Jangan asal mengambil kesimpulan. Aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu,” tukas Helena dengan cepat, kemudian memastikan kakinya berpijak dengan tepat kali ini. Tristan hanya mengulum senyumnya. Ia tidak berniat menggoda wanita itu ataupun memancing kemarahannya lagi. Akan tetapi, Helena tiba-tiba saja menyodorkan beberapa lembar uang yang dikeluarkannya dari tas tangannya dan meletakkannya di atas telapak tangan Tristan. “Apa maksudmu berbuat seperti ini?” selidik Tristan yang tampak tidak senang dengan perlakuan Helena padanya. “Ini sebagai balasan atas bantuanmu hari ini dan juga traktiranmu tadi. Kamu bisa menggunakan uang itu untuk ongkos naik taksi. Di luar lagi hujan deras juga,” ucap Helena yang tidak bermaksud merendahkan pria itu. Sebelumnya memang Tristan yang membayar bakso yang mereka makan tadi. Ia juga membungkus dua porsi bakso untuk Nayra dan Belinda, ibunya Helena. Walaupun Helena meminta agar membayar masing-masing, tetapi Tristan tetap saja menolak dan sekarang wanita itu malah memperlakukannya seperti ini. Padahal Helena hanya tidak ingin berhutang budi dengan mantan kekasihnya itu. Sayangnya, tidak demikian dengan pikiran Tristan. Seulas senyuman getir melengkung di bibir pria itu. Tristan mengembalikan lembaran uang itu ke tangan Helena. Harga dirinya cukup terluka dengan perlakuan Helena sekarang. Meskipun sebelum-sebelumnya Tristan juga telah merendahkan harga dirinya dengan menumpang hidup bersama Helena selama satu minggu penuh, tetapi sekarang ia ingin memberikan hal yang bisa dilakukannya untuk Helena dan putrinya dengan caranya sendiri. “Tidak perlu berterimakasih ataupun membalas apa pun, Helena. Aku melakukan semuanya dengan tulus,” ucap Tristan dengan nada yang terdengar sendu. “Tris, aku—” “Lagipula aku juga tidak perlu ongkos taksi, Helena,” sela Tristan yang tidak ingin mendengarkan alasan apa pun dari wanita itu. Kedua alis Helena mengerut. “Apa kamu berniat bermalam di apartemenku lagi?” terkanya dengan penuh curiga. Sudut bibir Tristan terangkat getir. “Apa salahnya kamu menampungku lagi? Aku tidak masalah menjadi seekor anjing yang dibuang tuannya demi bisa bersamamu,” timpalnya. Helena mengesah panjang. “Jadi kamu belum kembali ke rumah orang tuamu?” selidiknya. Tristan tidak menanggapi. Ia menuntun Helena melangkah ke arah lift. Wanita itu tidak lagi menolak. “Cukup antar sampai di sini saja, Tristan. Sebaiknya kamu pulang saja ke rumahmu. Sepertinya hujannya juga sudah mulai reda,” ucap Helena yang tidak ingin Tristan terus mengikutinya. “Tidak perlu khawatirkan aku,” timpal pria itu yang membuat Helena melotot. “Siapa juga yang mengkhawatirkanmu! Jangan ke-geeran,” cetus Helena dengan malas. Tristan hanya mengulum senyumnya dan membantu wanita itu menekan tombol lift. Tiba-tiba Helena mengulurkan telapak tangannya ke arahnya dan lanjut berkata, “Kembalikan kunci mobilku.” “Aku yang akan memegang kuncinya. Besok aku akan menjemputmu dan kita berangkat bersama ke kantor,” ujar Tristan yang telah memutuskan secara sepihak. “Tristan, kamu—” “Ayo masuk,” Tristan kembali menyela dan masuk ke dalam lift yang sudah terbuka lebar lebih dulu sebelum Helena kembali mengusirnya. Embusan napas kasar bergulir dari bibir Helena. Ia pun masuk ke dalam lift tersebut dengan enggan dan benar-benar kehilangan akal menghadapi Tristan yang menempel padanya seperti permen karet yang menyebalkan! “Kembalikan kunci mobilku, Tristan. Aku tidak mau merepotkanmu harus datang pagi-pagi untuk menjemputku,” ujar Helena lagi. Kali ini ia mencoba menggunakan cara lembut untuk membuat pria itu memahami dirinya. Sayangnya, Tristan tetap saja bersikukuh dan berkata, “Sama sekali tidak merepotkan. Lagipula aku tidak perlu sengaja bangun pagi-pagi juga.” Kedua alis Helena bertaut. “Kamu benaran tidak pulang ke rumah orang tuamu?” selidiknya dengan ragu. Tristan hanya mengangguk kecil. Netranya menatap angka pada panel lift yang terus berjalan naik. “Memangnya sekarang kamu tinggal di mana kalau tidak kembali ke rumah orang tuamu? Aku tidak suka kalau kamu terus-terusan menggunakan Nayra sebagai dalih agar tidak pulang ke rumah. Walau bagaimanapun, mereka adalah orang tuamu, Tris. Tidak baik terus perang dingin dengan mereka,” ucap Helena kembali memberikan pengertian kepada pria itu. “Aku tahu,” gumam Tristan. Tristan sangat ingin kembali ke kediaman mewahnya yang megah. Akan tetapi, ibunya meminta agar Tristan membawa Nayra ke dalam keluarga mereka jika memang masih ingin menikmati kemewahan milik keluarga Rahardian. Tentu saja Tristan tidak berniat menuruti keinginan ibunya tersebut. Ia juga tidak memiliki cara lain selain mendiamkan orang tuanya untuk sementara waktu. Karena sikapnya tersebut, ayahnya dengan sengaja membekukan seluruh keuangan Tristan dengan harapan Tristan akan kembali dan mengakui kesalahannya serta mengikuti keinginan mereka untuk membawa Nayra bersamanya. Namun, cara tersebut tidaklah berlaku bagi Tristan. Ia tetap tidak akan menggunakan cara licik memisahkan Helena dengan putrinya. Ia ingin menebus semua kesalahannya di masa lalu dan menjalin kembali tali kasihnya bersama Helena agar putri mereka mendapatkan kebahagiaan keluarga yang utuh. Selama ini dirinya telah banyak meninggalkan kewajibannya sebagai ayah dan lelaki bagi Helena dan Nayra. Sekarang ia ingin memberikan segala hal yang dapat dilakukannya demi melindungi kedua orang terkasihnya. Sayangnya, sampai saat ini niat tulus Tristan tidak sedikit pun menyentuh hati Helena. Wanita itu masih saja mengira dirinya ingin mengambil Nayra darinya sehingga berpura-pura mendekatinya. Kepercayaan Helena kepadanya memang sangat tipis seperti berdiri di atas es yang suatu saat akan retak dan menjatuhkannya. Helena menatap Tristan yang tertegun dengan bingung. Ia tidak lagi banyak bertanya hingga akhirnya pintu lift terbuka lebar dan sampai di lantai tempat tinggalnya. Tristan keluar dari lift tersebut, disusul oleh Helena dengan langkah tertatih-tatih. “Aku rasa cukup kamu antar sampai di sini, Tris. Sekarang kamu pulanglah,” ucap Helena yang mulai merasa lelah secara emosional dan fisik. Menghadapi Tristan yang terus menyerangnya tanpa henti. Namun, Tristan masih bergeming di depan lift. “Jadi besok kamu mengizinkanku untuk menjemputmu?” tanyanya dengan bingung. Helena berdeham pelan. “Kalau kamu memang ingin menjemputku besok pagi. Datanglah sebelum pukul setengah tujuh atau aku tidak akan memaafkanmu,” jawabnya dengan canggung. Seulas senyuman pun melengkung di bibir Tristan. “Baik, Ratuku. Ajudanmu ini akan datang tepat waktu dan mengantarkanmu dengan selamat,” timpalnya seraya memberikan hormat ala-ala bangsawan jaman dulu, Helena menghela napas lelah. Ia tidak mampu berkata-kata lagi dalam menghadapi sikap Tristan yang dinilainya terlalu sulit untuk diterka. “Kenapa kamu masih berdiri di sana? Pulanglah,” ucap Helena seraya mengibaskan tangannya kepada pria itu. Namun, Tristan malah menanggapinya dengan senyuman. “Sekarang sudah terlalu malam untuk menemui Nayra,” ujar Helena yang mengira Tristan masih ingin bertamu di apartemennya. “Terima kasih baksonya,” lanjut Helena seraya mengangkat kantong plastik yang berisi bungkusan bakso yang dibelikan Tristan tadi. “Baksonya akan aku hangatkan besok untuk Ibu dan Nayra. Sekarang mereka pasti sudah siap-siap tidur.” Tristan hanya mengangguk kecil. Satu alis Helena kembali terangkat karena Tristan masih belum beranjak dari tempatnya. “Ada apa? Apa ada yang tertinggal?” tanyanya dengan bingung. “Tidak ada.” Tristan menggeleng pelan, kemudian tersenyum tipis. “Kalau begitu, sampai jumpa besok,” ucap Helena, kemudian ia berbalik badan dan berjalan menuju unit tempat tinggalnya sendiri. Namun, ketika ia mendengar suara derap langkah di belakangnya, Helena kembali memutar tubuhnya dan melihat Tristan yang malah berjalan ke arahnya, bukannya masuk ke dalam lift. “Ada apa lagi, Tris? Ini benar-benar sudah larut malam. Pulanglah,” tukas Helena yang mengira pria itu masih berniat mengusiknya lagi. “Iya, aku tahu. Ini aku memang ingin pulang,” sahut Tristan yang membuat wanita itu memutar bola matanya dengan malas. Helena memijit pelipisnya yang berdenyut dan berkata, “Lalu, kenapa kamu mengikutiku?” Tristan tersenyum smirk. “Bukankah tadi aku sudah bilang kalau tujuan kita searah?” “Apa maksudmu?” Helena kembali mengerutkan keningnya, kemudian netranya mengikuti langkah Tristan yang telah berjalan melewatinya dan menuju ke salah satu unit apartemen yang berada tepat di samping tempat tinggalnya! “T-Tristan, kamu … jangan bercanda. Jangan bilang kalau kamu tinggal di sana?” tanya Helena seraya menujuk ke arah pintu apartemen yang sebelumnya memang tidak dihuni siapa pun. Kilasan ingatan tadi pagi kembali merebak di dalam benaknya dan membuat Helena tercengang syok. “Ja-Jadi … tetangga yang baru pindah tadi pagi itu … ka-kamu?” tanya Helena dengan tergagap-gagap. Anggukan mantap yang diberikan Tristan membuat Helena benar-benar kehilangan akal pikirannya selama beberapa detik ke depan. Helena sungguh tidak menyangka jika Tristan bukan hanya menjadi asisten barunya di kantor, tetapi juga tetangga barunya! Tanpa Helena ketahui sebelumnya, mantan kekasihnya itu telah merencanakan segala hal dengan penuh perhitungan. Pria itu tidak akan menyerah sampai tujuannya tercapai!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN