Bab 4 - Asisten Baru

1525 Kata
“Aku pergi dulu, Ma. Telepon aku kalau perlu sesuatu.” Helena berpesan kepada ibunya sebelum berangkat ke kantor. Ia mengecup ringan kening Nayra sebelum meninggalkan kediamannya. “Nanti Mama pulang bawakan kue mochi kesukaan Nayra. Jadi baik-baiklah di rumah sama Oma. Mengerti, Sayang?” Nayra hanya mengangguk kecil tanpa menoleh. Ia sibuk menonton film kartun kesayangannya. Sikap acuh tak acuh putrinya membuat hati Helena merasa sedih, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Sudah dua hari Tristan meninggalkan apartemennya. Dua hari pula pria itu tidak memberikan kabar dan memperlihatkan batang hidungnya di depan Helena. Ia merasa sangat damai tanpa kehadiran pria itu, tetapi tidak bagi putrinya. Helena menghela napas panjang, lalu bergegas keluar dari apartemennya. Keningnya mengerut ketika melihat beberapa kotak besar yang diletakkan di depan unit kamar sebelahnya. ‘Hari ini ada penghuni baru?’ gumam Helena di dalam hati. Sebelumnya unit kamar di sebelahnya itu memang sudah lama kosong. Namun, Helena tidak memiliki waktu untuk berkenalan dengan penghuni baru tersebut. Ia harus segera berangkat ke kantor sebelum terlambat. Pagi ini ia juga harus bertemu dengan investor lama mereka untuk membahas proposal bisnis mereka yang baru dan penandatanganan kontrak yang baru mewakili direkturnya, Galaksi Bamantara, jika hal tersebut memungkinkan. Namun, sebelum bertemu dengan kliennya, Helena harus mengambil beberapa dokumen terkait dari bawahannya. Sesampainya di kantor, Helena melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan langkah terburu-buru. Ia meletakkan tasnya ke atas meja kerjanya dan mencari proposal bisnis tersebut. Akan tetapi, ternyata belum ada yang menyerahkan proposal yang diinginkannya pagi ini. Padahal kemarin ia sudah meminta Bima untuk menyelesaikannya sebelum ia pulang kemarin. Helena keluar dan berdiri di depan ruangan kerjanya, lalu mengedarkan pandangannya ke sekitar kubikel para bawahannya. “Bima!” panggilnya. Namun, sosok yang dipanggil tidak memperlihatkan dirinya dan membuat perhatian semua bawahannya tertuju padanya. Salah satu bawahannya yang bernama Mely segera beranjak dari tempat duduknya. Ia menghadap Helena dengan wajah tertunduk dan berkata, “Hari ini katanya tidak masuk, Bu. Ibunya masuk rumah sakit dini hari tadi. Dia bilang dia sudah menghubungi Bu Helena, tetapi telepon Ibu tidak aktif.” Helena cukup terkejut mendengar penjelasan bawahannya itu. Di saat kekurangan sumber daya manusia seperti ini, Bima malah tidak masuk. Namun, Helena tidak bisa menyalahkan bawahannya tersebut mengingat alasan yang diberikan memang mendesak. Ia menerka jika Bima pasti melupakan pekerjaan pentingnya terkait proposal tersebut sehingga tidak menyerahkannya sebelum pulang kemarin. Helena memijit pangkal hidungnya. Ia memang belum sempat mengisi daya baterai telepon genggamnya semalam sehingga wajar jika pria itu tidak bisa menghubunginya. “Mely, sekarang kamu hubungi Bima dan minta dia mengirimkan proposal yang sudah dikerjakannya sebagian kemarin, lalu kirimkan ke email-ku,” titah Helena kepada wanita berpenampilan norak di depannya itu. “Baik, Bu,” sahut Mely. Namun, baru saja ia berniat kembali ke kubikelnya, Helena memanggilnya lagi. “Ya, Bu?” Mely menatap Helena dengan bingung karena wanita itu malah memperhatikannya dari atas hingga ke bawah kaki. Bulu mata anti badai yang dipakai Mely pagi ini cukup membuatnya sakit kepala karena wanita itu memakainya hingga berlapis-lapis. Belum lagi gaun warna merah muda mencolok yang dikenakan bawahannya itu cukup menyilaukan matanya. Helaan napas Helena bergulir dari bibirnya, lalu ia berkata, “Apa pengganti Agnes masih belum masuk? Bukankah katanya hari ini dia akan masuk? Sekarang sudah jam berapa?” Mely melirik arlojinya sekilas, lalu ia menjawab, “Nanti saya akan coba tanyakan kepada bagian HRD mengenai masalah ini, Bu.” “Kalau sepuluh menit lagi dia tidak datang, katakan padanya untuk pulang saja. Di sini bukan taman bermain ataupun ajang coba-coba. Apalagi ajang seleksi model sampul majalah,” cetus Helena dengan sengit. Tanpa menyebutkan nama saja, Mely tahu jika kalimat terakhir yang diucapkan atasannya tersebut tertuju untuknya. Wajahnya langsung memerah seperti tomat ranum dan tertunduk masam. “Kalau anak baru itu sudah datang, suruh dia menghadap saya di dalam ruangan,” tukas Helena kepada para bawahannya yang tampak tegang karena kemarahan yang dilayangkannya. Sebenarnya Helena tidak ingin marah-marah kepada mereka, tetapi emosinya hari ini benar-benar di ujung tanduk. Selain karena masalah pribadinya, ia juga kesal karena jadwal pertemuannya dengan investor perusahaan harus tertunda karena masalah proposal. Ia terpaksa harus menghubungi investor tersebut secara langsung dan menerima sindiran pedas karena kelalaian bawahannya. Ia juga harus membujuk investor tersebut untuk menerima penundaan kerja sama mereka karena hal itu. “Lain kali sebelum berangkat kerja, kamu periksa dulu penampilanmu di depan kaca, Mel. Ini demi kebaikanmu sendiri,” bisik Helena seraya menepuk pelan pundak bawahannya tersebut. Setelah mengatakan hal tersebut, Helena kembali masuk ke dalam ruangannya dan menutup rapat pintu ruangannya sehingga ia tidak bisa mendengar makian yang mungkin tertuju untuknya saat ini. Helena sudah terbiasa dengan cemooh yang dilontarkan para bawahannya itu di belakangnya. “Mel, kamu sudah di-notice sama ibu ratu. Hati-hati lho kamu,” goda Nora terkikik geli. Dia adalah rekan kerja seangkatan Mely yang duduk bersebelahan dengannya. Mely mengerutkan bibirnya dengan masam dan kembali ke kubikelnya seraya menghempaskan tubuh gempalnya di atas kursi kerjanya. “Dasar nenek lampir. Pantas saja dia gak laku-laku walaupun cantik. Tidak seperti aku. Gini-gini aku juga masih ada yang lirik,” gerutunya. “Dia bukannya gak laku, Mel. Buktinya saja dia sudah punya anak daripada kamu,” timpal Dewi yang duduk berseberangan dengan Mely. Nora mengangguk setuju. “Gitu-gitu dia sudah pernah tidur dengan Tuan Muda Rahardian yang tampan dan kaya,” timpalnya. “Memangnya apa hebatnya pernah tidur dengan Tristan Rahardian? Buktinya aja dia tidak diakui tuh. Lihat saja setelah pengakuan itu, laki-laki itu malah tidak kelihatan batang hidungnya. Aku rasa laki-laki itu takut bakal mati muda karena takut dengan kegalakan dan sikap otoriternya,” cetus Mely dengan hidung yang bergerak kembang kempis. Ia dengan bangga menjelek-jelekkan atasannya tersebut karena kesal diledek oleh para rekannya tersebut. “Hei, jangan gitu. Walau bagaimanapun, ibu ratu itu banyak fansnya di sini. Aku dengar kalau Pak Valdino aja sampai rela membujang karena menunggu Bu Helena. Tapi, kemarin kayaknya dia patah hati setelah tau kalau Bu Helena sudah tidak virgin lagi.” Dewi ikut berceloteh ria dan terkikik geli saat teringat dengan wajah sedih Valdino Mulya, manajer dari divisi keuangan saat mereka berpaspasan di lift. Biasanya Valdino selalu menanyakan kabar Helena kepadanya kalau mereka bertemu, tetapi setelah gosip yang beredar mengenai hubungan masa lalu Helena dengan putra keluarga Rahardian, Valdino tidak lagi menanyakan apa pun padanya. “Ck, ck, Pak Valdino benar-benar kasihan. Tapi, setidaknya dengan begini dia bisa move on dari ibu ratu. Usianya sudah tidak muda lagi, seharusnya dia sudah berkeluarga sekarang,” ucap Nora yang memasang wajah simpati. “Benar-benar sangat disayangkan,” timpal Dewi ikut bersimpati. Nora melirik Mely yang masih merengut kesal. Ia mengulum senyumnya, lalu berkata, “Kalau boleh jujur nih ya. Hari ini style kamu memang terlalu berlebihan, Mel. Kayak mau pergi ke pemotretan gadis sampul zaman dulu.” Dewi kembali terkikik geli dengan kejujuran Nora. "Iya, Nora benar. Kalau kamu pergi ke pemotretan tahun 1990, mungkin kamu bakal menang," godanya. “Masa sih?” Kening Mely mengernyit. Ia bergegas mengambil cermin di dalam tasnya dan memeriksa wajahnya dengan seksama. Padahal sore ini ia ada janji temu dengan kekasih online-nya yang didapatnya dari sebuah aplikasi jodoh. Karena terlalu bersemangat, ia sampai tidak sadar jika riasannya sudah terlalu berlebihan. Nora kembali mengangguk membenarkan, lalu berkata, “Sorry to say nih, tapi ibu ratu benar. Dress kamu juga terlalu norak. Aku lebih suka kamu pakai baju yang seperti biasa, Mel.” “Ck, kenapa kalian tidak mengingatkanku tadi?” sungut Mely dengan kesal. “Habisnya tadi kamu happy banget. Aku jadi bingung gimana mau bilanginnya,” timpal Nora dengan wajah tak bersalah. Dewi juga ikut mengangguk antusias. “Yah, jadi gimana dong?” Mely mengacak rambutnya dengan frustasi. “Lagian kamu yakin pacar online-mu itu bakal mengenalimu kalau kamu pakai seperti ini? Kan kamu pakai foto editan,” ledek Nora lagi. “Ya, habis gimana dong. Kan aku gak pede kalau pakai foto asli,” sungut Mely yang telah memanyunkan bibirnya. “Makanya kamu jangan bisanya menjelekkan ibu ratu, tapi cobalah belajar darinya. Aku rasa dia cukup mempedulikan kita, tapi cara bicaranya aja yang ketus,” ujar Nora yang membuat Mely kembali kesal karena ia terus membela Helena. “Aku jadi heran, kamu ini temanku atau musuhku?” sungut Mely. “Dia temanmu, tapi pemuja ibu ratu. Jadi tidak heran deh,” timpal Dewi terkekeh geli. “Ehem!” Suara dehaman singkat seorang pria mengalihkan pandangan ketiga wanita itu. “Apa benar di sini ruangan kerja Bu Helena?” Kekesalan Mely seolah menguap ketika menemukan seorang malaikat tampan yang seolah baru saja dihadirkan di hadapannya. Begitu juga dengan Nora dan Dewi. Mereka juga terkesima dengan penampilan rapi seorang pria yang memiliki wajah yang menyegarkan dan terlihat cerdas dengan kacamata bening yang dikenakannya. Apalagi bibir maskulin pria itu terlihat sangat manis dengan adanya satu titik hitam di ujung bawah bibir kanannya. Sebelum Mely mengambil kesempatan lebih dulu, Dewi segera beranjak dari kursi kerjanya dan menghampiri pria tersebut. “Anda siapa?” tanyanya seraya memperlihatkan senyuman termanisnya kepada pria itu. “Saya Jovan, asisten Bu Helena yang baru,” ucap pria itu memperkenalkan dirinya dan membuat ketiga wanita itu terbelalak lebar. Sontak, Mely berteriak histeris dan membuat kedua rekannya serta asisten baru tersebut menoleh padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN