Bab 9 - Tidak Ada Kata Malu Di Dalam Kamusku

1547 Kata
“Dia asisten barumu, Helena?” Pria bernama Valdino Mulya, bertanya kepada Helena ketika ia melihat sosok yang baru dilihatnya di dalam ruang divisi operasional tersebut. Keningnya mengerut saat bertemu dengan sorot mata tajam yang dilayangkan Tristan padanya. Valdino Mulya adalah manajer keuangan perusahaan Bamantara Group. Seperti gosipnya, Valdino memiliki perasaan terhadap Helena dan telah mendekati wanita itu sejak lama. Sayangnya, perasaan Valdino tak kunjung berbalas. Siang ini Valdino merasa sangat senang. Ajakan makan siang yang sering ditolak Helena akhirnya mendapat sambutan yang hangat dari wanita itu. Malangnya, pria itu tidak tahu jika Helena hanya memanfaatkan dirinya untuk membuat Tristan menyerah saja. “Iya, dia hanya asisten sementara pengganti Agnes.” Kening Valdino mengerut. Ia cukup terkejut dengan jawaban Helena. “Sementara? Jadi dia karyawan magang?” tanya Valdino dengan wajah tak percaya. Pria itu tidak menyangka Helena yang biasanya memiliki kriteria yang cukup tinggi akan menggunakan seorang karyawan magang yang minim pengalaman untuk menjadi pengganti asistennya. Mendengar pembicaraan Helena dan pria asing yang datang untuk menjadi rival dadakannya tersebut, wajah Tristan langsung berubah kecut. Ia tidak menyangka mantan kekasihnya itu akan menggunakan penolakan secara terang-terangan untuk memukul mundur dirinya. Namun, Tristan tidak akan membiarkan Helena berhasil! Sebelum Helena sempat menjelaskan kepada Valdino, Tristan telah lebih dulu mengulurkan tangannya kepada pria itu. “Perkenalkan. Saya adalah man—” Helena terperangah. Ia tahu apa yang ingin disebutkan oleh Tristan sehingga menyela dengan sangat cepat, “Dia Jovan!” Netra Helena mendelik Tristan dengan tajam. ‘Apa yang kamu lakukan, Tristan? Kamu mau cari mati, hah!’ peringatnya dengan isyarat matanya tersebut. Tristan mengulum senyumnya. Mengangkat satu alisnya ke atas dengan angkuh, kemudian kembali menoleh kepada pria di hadapannya. Ia mengisyaratkan pria itu untuk menerima jabatan tangannya dengan lirikan tajamnya sehingga Valdino terpaksa menerimanya. Tentu saja Tristan tidak ingin mengekspos identitas aslinya kepada pria itu. Ia hanya menggertak Helena saja untuk melihat responnya dan sesuai dugaannya, Helena juga tidak ingin ada yang tahu jika dirinya adalah Tristan Rahardian. Selain itu, Tristan juga perlu memberikan tekanan kepada pria yang tidak pantas menjadi rivalnya tersebut, kalau ia memiliki hubungan yang spesial dengan Helena. Ternyata siasatnya cukup berhasil karena ia melihat Valdino cukup terkejut dengan ucapan spontan dari Helena tadi. “Perkenalkan saya Valdino Mulya, manajer keuangan di sini,” ucap Valdino. Ia masih belum memahami sepenuhnya situasi yang terjadi di antara Helena dan asisten barunya tersebut. Helena segera menghentikan jabatan tangan tersebut dan berkata, “Sudah cukup perkenalannya, Jovan. Apa kamu sudah menyelesaikan pekerjaanmu?” “Tentu saja saya tidak akan mengabaikan perintah Anda, Bu Helena. Tapi, sekarang adalah waktu istirahat, bukan? Apa Anda ingin mengeksploitasiku?” ledek Tristan yang juga memanfaatkan situasi tersebut. Satu alis Tristan terangkat ke atas. Ia tahu jika ia telah membuat Helena sangat kesal padanya. Namun, ia sangat senang melihat ketidakberdayaan wanita itu saat menghadapinya seperti ini. Helena mengatupkan bibirnya rapat-rapat, kemudian mengembuskan napasnya secara perlahan untuk meredakan emosinya terhadap mantan kekasihnya tersebut. ‘Berengsek!’ maki wanita itu dengan kesal di dalam hati. Sikap keduanya membuat kening Valdino semakin mengerut dalam. “Apa … sebelumnya kalian sangat dekat?” terkanya. “Mana mungkin. Saya tidak mengenalnya. Dia baru saja bekerja hari ini,” cetus Helena yang berusaha memasang ekspresi sewajar mungkin. Namun, kepanikan wanita itu terlihat jelas sehingga Valdino merasa aneh. Pria itu tertegun. Entah kenapa ia merasa tidak asing dengan asisten Helena yang bernama Jovan tersebut, tetapi ia tidak mengingat di mana pernah melihatnya. Namun, sebelum ia sempat mendapatkan jawabannya, Helena telah menarik lengannya dan membuat Valdino cukup gugup dengan sentuhannya. “Bukankah kamu mau mengajakku makan siang? Apa kamu punya rekomendasi restoran yang bagus?” tanya wanita itu. Dengan cepat Helena mengalihkan perhatian Valdino terhadap Tristan. Sebenarnya Helena bisa saja membiarkan identitas Tristan terungkap sehingga didepak dari perusahaan. Namun, ia tidak ingin terlibat dalam masalah yang lebih rumit lagi dengan Tristan. Ia juga tidak ingin Galaksi terlibat dalam masalah karena menerima Tristan di dalam perusahaan ini. Selama beberapa minggu terakhir ini telinga Helena sudah cukup risih mendengar gunjingan terhadap dirinya. Hubungannya dengan Tristan telah menjadi buah bibir di dalam perusahaan tersebut dan Helena tidak ingin memperumit kehidupan perkantorannya dengan gosip lagi. “Bagaimana kalau kita makan di restoran Padang yang baru buka di Sudirman?” tawar Valdino. “Restoran Padang?” gumam Helena yang terlihat tidak bersemangat seperti sebelumnya. Sebenarnya dua hari terakhir ini Helena meminta bawahannya untuk membelikannya nasi bungkus Padang sebagai menu makan siangnya. Padahal hari ini ia ingin mengganti menu, tetapi melihat antusias Valdino yang mengajaknya makan bersama membuat Helena tidak tega untuk menolak. Apalagi ia sedang memanfaatkan Valdino untuk memanas-manasi mantan kekasihnya dan ia merasa perlu menyenangkan hati rekannya itu sebagai balasannya. Valdino mengangguk kecil. Namun, ia melihat keengganan Helena atas tawarannya tersebut dan berkata, “Ka-Kalau kamu tidak suka, kita bisa pergi ke tempat yang lain kok, Helena.” “Tidak apa-apa. Aku juga sudah lapar nih. Pesan masakan Padang kan lebih cepat. Ayo kita ke sana sebelum makanannya pada habis,” ucap Helena seraya meraih lengan rekan kerjanya tersebut. Wajah Valdino langsung berseri-seri. Ia pun berjalan meninggalkan ruangan tersebut bersama Helena. Tidak ada kata pamit dari keduanya terhadap Tristan yang sejak tadi memandang keduanya dengan sorot mata yang berkobar. ‘Kamu pikir bisa menggunakan trik murahan seperti ini untuk membuatku menyerah? Helena, kamu benar-benar meremehkanku!’ geram Tristan di dalam hati. Tristan mengepalkan kedua tangannya, kemudian mengembuskan napasnya dengan kasar. Tiba-tiba seulas seringai tipis terbit di bibirnya saat ide brilian muncul di dalam kepalanya. Tristan segera menyambar jas yang tersampir di kursi kerjanya, kemudian bergegas menyusul Helena dan Valdino yang baru saja mau masuk ke dalam lift. Ia berlari dengan sangat cepat, lalu dengan satu tangannya ia menahan pintu lift tersebut agar tidak tertutup sempurna. “Bahaya sekali, Jov,” cetus Valdino yang kaget dengan kehadiran Tristan ketika pintu lift kembali terbuka. Dengan napas tersengal-sengal, Tristan masuk ke dalam lift. Ia mendapat tatapan tajam dari Helena yang juga kaget dengan tindakannya yang dinilai cukup riskan oleh wanita itu. “Maaf. Soalnya takut lama kalau nunggu lift lagi,” dalih Tristan dengan wajah tak bersalah. Valdino hanya menggeleng pelan dengan sikap asisten baru Helena tersebut, kemudian ia menekan tombol lift kembali hingga pintu tertutup dan membawa mereka menuju lantai dasar. Tristan berdiri di samping Helena. Melirik wajah wanita itu yang sengaja mengabaikan kehadirannya. Helena memilih untuk berbicara dengan Valdino daripada dirinya. Namun, Tristan sengaja menyela percakapan mereka, “Bu Helena dan Pak Valdino mau makan siang di restoran Padang ya? Apa saya boleh ikut?” Manik mata Helena langsung membulat besar. Ia tidak menyangka Tristan akan memasang wajah tebal untuk meminta mereka mengajaknya makan bersama! Valdino tampak enggan. Ia melirik Helena yang tidak memberikan respon terhadap permintaan karyawan baru tersebut. “Maaf, Pak. Soalnya saya tidak terbiasa makan sendirian. Maklum saya masih baru di sini,” dalih Tristan. Ia tidak menyerah meskipun dilirik seperti orang yang tidak tahu malu. “Jov, apa kamu tidak bisa mencoba bersosialisasi dengan karyawan lain agar bisa beradaptasi dengan pekerjaan nanti?” cetus Helena yang merasa risih dengan sikap Tristan yang terus menempel padanya. “Bukan saya tidak mau, Bu. Tapi, saya belum sempat meninggalkan meja saya sejak tadi. Lagian sekarang bukankah saya sedang bersosialisasi dengan Bu Helena dan Pak Valdino?” jawab Tristan dengan senyumannya yang polos. Kedua kepalan tangan Helena mengetat. Ia tahu jika Tristan sengaja menyindirnya karena telah memberikan setumpuk pekerjaan tanpa henti sejak tadi pagi. Melihat perdebatan di antara keduanya, Valdino pun mencoba menengahi. “Sudahlah, Helena. Saya rasa tidak masalah kalau dia ikut bersama kita,” timpalnya yang mencoba bersikap lapang d**a. Valdino merasa tidak tega menolak permintaan kecil dari karyawan baru tersebut. Ia berpikir jika tidak ada salahnya memberikan kesempatan bagi asisten Helena untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan mereka. Lagipula ia merasa sangat canggung jika hanya pergi makan siang berdua saja dengan Helena. Valdino berpikir jika ada Jovan, mungkin saja bisa lebih memeriahkan suasana nanti. Pria itu tidak tahu jika Tristan sedang merencanakan sesuatu untuk mengacaukan acara makan siang mereka. Helaan napas panjang bergulir di bibir Helena. “Kalau kamu sudah berkata seperti itu, aku ikut saja,” ucapnya pasrah. Seulas senyuman cemerlang terbit di wajah Tristan. Ia pun mengikuti keduanya keluar dari gedung kantor. Valdino pamit sejenak untuk mengambil mobil di parkirannya sehingga memberikan ruang dan waktu bagi Helena dan Tristan untuk saling beradu sengit. “Tristan, aku tidak tau kalau ternyata wajahmu setebal ini. Apa kamu tidak merasa malu?” cibir Helena dengan sinis. Ia mengatur volume suaranya sekecil mungkin agar hanya Tristan saja yang mendengar ucapannya itu. “Tidak ada kata malu di dalam kamusku kalau ingin mencapai tujuanku,” ucap Tristan dengan bangga. Sontak, Helena langsung menoleh. Ia sudah menduga jika Tristan merencanakan sesuatu terhadap Valdino. Namun, sebelum ia sempat menanyakannya, Valdino telah memberhentikan mobilnya di depan mereka. Helena pun berpikir untuk mengesampingkan kecurigaannya itu sejenak. Valdino turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Helena. Akan tetapi, Tristan telah lebih dulu masuk ke dalam mobil tersebut dan berkata, “Terima kasih, Pak. Padahal saya bisa membuka pintunya sendiri tadi.” Valdino melongo syok. Ia melihat Tristan yang telah memasang sabuk pengamannya tanpa berniat ingin turun dari kendaraannya. Sebelum ia sempat meminta Tristan untuk berpindah tempat, Helena telah masuk dan duduk di kursi penumpang belakang sehingga Valdino terpaksa mengurungkan niat awalnya tersebut. Entah kenapa ia merasa sedikit menyesal telah menyetujui permintaan asisten baru Helena tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN