Bab 12 : Pertengkaran saudara

1079 Kata
Ihsan mendekati perempuan itu ia duduk di sebelahnya. Perempuan itu menoleh, seketika Ihsan terpesona dengan perempuan itu wajahnya sangat teduh, bulu matanya lentik saat perempuan itu tersenyum terlihat kempot di pipinya yang membuat ia terlihat sangat cantik. "Kak?," ucapnya, menyadarkan lamunan Ihsan. "Eh iya maaf," jawabnya nya canggung, Ihsan mengusap wajahnya pelan. Dina tersenyum lembut. "kenalin saya Ihsan Al-Ghifari." sambil menjulurkan tangan. Dina menolak bersalaman, ia menyatukan tangan di depan d**a "Nama Kamu bagus." pujinya "Nama saya Dina Huda Sara." Ihsan menatap kagum "Nama Kamu juga cantik kaya orangnya." Dina menatap Ihsan lalu tersenyum manis. Di markas Azam sedang pusing memikirkan bagaimana jika Farrel nekat membuang obat-obatan itu, ziyad juga takut jika Farrel nekat untuk berhenti maka dirinya dan yang lainnya juga harus berhenti ia belum siap merasakan sakau yang menyakitkan. Hani sedang asik mengkonsumsi barang itu, ia berpikir bahwa Farrel itu lemah, dia sangat kesepian dan penuh tekanan mana bisa dia berhenti waktu itu mungkin ia hanya menggertak saja karena emosi. Ayidan menatap Farrel dan Fatih dengan tatapan tajam, kekecewaan terpancar di matanya. "Apa yang kalian lakukan?!" ucapnya dengan suara yang penuh emosi. "Berkelahi seperti orang bodoh!" Fatih dan Farrel tak menjawab mereka hanya menunduk. " Dan kamu Farrel, Sebagai kakak, seharusnya bisa lebih bijaksana dan mampu menahan emosi! Apa yang kamu lakukan sekarang, berkelahi seperti tidak punya otak," ujarnya. Fatih melirik Farrel ia merasa bersalah, Ayidan terkesan menyudutkan Farrel padahal ia juga salah "Aku yang salah yah karena membuat bang Farrel emosi dengan menantangnya," ucap fatih. Ayidan menatap nya tegas wajannya mengeras "Itu membuktikan bahwa dia" menunjuk Farrel "Tidak bisa menahan emosi dan tidak berpikir, sehingga terjadi pertengkaran bodoh ini. Farrel menatap Ayidan lalu tersenyum kecut "Masalah apapun pasti gue yang salah," ujarnya "Lo tenang aja, dan gak usah bela gue gak guna!" ucapnya penuh penekanan lalu pergi meninggalkan Ayidan dan Fatih. Fatih menatap Ayidan kecewa. "Pergi sekarang, saya tidak ingin melihat ini terjadi lagi! ," ucapnya tegas. Fatih segera keluar dan masuk ke dalam kamarnya. Farrel duduk di dalam mobilnya, tangan gemetar saat ia memegang kemudi. Jalanan yang biasanya ramai kini terasa sunyi dan sepi baginya. Meskipun langit cerah, namun pikirannya dipenuhi oleh awan gelap kemarahan. Pandangan nya kosong, Farrel mengemudi tanpa arah yang jelas, hanya mengikuti jalanan yang terbentang di depannya. Akhirnya ia berhenti di markas tempat dirinya berkumpul bersama temannya Semua yang ada di sana melihat Farrel dengan tatapan penuh tanda tanya, wajah Farrel yang menakutkan ditambah dengan penampilan dirinya yang acak-acakan. Mereka tidak ada yang berani berbicara karena takut memancing kemarahan Farrel yang sepertinya sedang bermasalah dengan keluarganya. Farrel berjalan menuju kamar tempat obat ilegal. Farrel Menatap obat terlarang di tangannya. Tanpa ragu, dia menelannya satu per satu, merasakan efek menenangkan yang lambat laun mulai merayap ke seluruh tubuhnya. Dengan pikiran yang terhanyut oleh efek obat, Farrel merasa dirinya tenggelam dalam lautan ketenangan semu. Di balik kedamaian yang tercipta oleh obat, kekesalan dan keputusasaan masih tetap menghantuinya. Kemudian ia terbaring tak sadarkan diri. "Kayaknya dia lagi ribut sama ayahnya," ucap Djaki plan. Azam melirik Farrel ada rasa khawatir di wajahnya melihat Farrel seperti itu. Ziyad melihat sekitar "Gue baru sadar, si Ihsan mana?" Mata Hanif berkeliling "Dia mungkin lagi ibadah." Sinar matahari pagi menyapa dengan hangatnya. Langit biru cerah dipenuhi oleh awan-awan putih yang berarak perlahan. Udara segar di pagi hari mengisi setiap sudut kampung di Garut. "Bu ga kerasa Harsya udah 2 Minggu di sini," ujarnya. Si Ibu yang sedang memetik strawberry menoleh "Sisa berapa Minggu lagi?" Harsya berpikir sejenak "Mungkin 2 Minggu an lagi," ucapnya. "Masih lama," kata Lina. Harsya masuk ke dalam kamarnya. mengapa ia sangat merindukan saat mengobrol dan bercanda dengan si datar Farrel, sepertinya hanya karena efek sudah lama tak bertemu. Setelah sadar dari pengaruh obat, Farrel pergi begitu saja tanpa berkata sepatah kata pun pada temannya, untuk saja mereka sudah memaklumi sifat nya Farrel. Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi Farrel berniat untuk tidak masuk kantor hari ini ia masih marah dan kesal terhadap ayahnya. mobilnya berhenti di pinggir jalan lalu berjalan memasuki gang sempit. Saat melihat kosan yang sepi dan lantai yang dipenuhi debu akibat sudah lama tak dibersihkan menandakan bahwa pengisi kosan belum kembali. Farrel mengambil sapu yang tergeletak lalu membersihkan lantai yang akan ia duduki. Farrel merindukan Harsya bagaimana caranya bertemu dia? bagaimana caranya menghubungi dia? Biasanya setiap ia terlibat konflik atau sedang banyak pikiran semesta selalu mempertemukan dirinya dengan gadis berhijab dan ceroboh itu, namun saat ini dia pergi di saat Farrel sangat membutuhkan teman untuk bersandar dan bercerita. Farrel beranjak dari duduknya ia melangkah perlahan meninggalkan tempat itu wajahnya menunduk memandang kakinya melangkah. Saat ia mengangkat kepalanya, matanya terbuka lebar melihat di hadapannya, berdiri seseorang yang selama ini selalu mengisi setiap pikirannya. Hatinya berdetak kencang, seolah-olah ingin meloncat keluar dari dadanya. Dia hampir tak percaya dengan apa yang dia lihat. Segala kerinduan yang telah menggebu-gebu selama ini tiba-tiba terwujud di depan matanya, seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Farrel mendekati Harsya dengan hati yang berdebar. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan. Dengan suara agak gemetar Farrel berbicara "Lo kemana aja?" Harsya menatap Farrel "Maaf Farrel, aku gak pamit," lirihnya. Farrel menghela nafas panjang mengeluarkan rasa emosional yang menyelimutinya. Mereka duduk di lantai kosan, Farrel tak lepas memandang Harsya dari sisi sedangkan harus menatap lurus ke depan. "Farrel," ucapnya. Menoleh ke arah Farrel. Farrel menaikan alisnya. "Lo rindu gue ya?" ujarnya sambil cengengesan. "Biasa aja," ucapnya datar lalu memalingkan wajah menatap ke depan. Harsya cemberut "Ko tadi pas awal ketemu lo kaya seneng banget massa iya gak rindu." Farrel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yaudah lumayan," ujarnya. "Lumayan apa?" goda Harsya pura-pura tidak mengerti. Farrel melirik sekilas "Rindu." Harsya tersenyum penuh kemenangan, seru sekali rasanya menggoda Farrel. Di tempat lain tepatnya di Garut, Yara sedang sibuk memandikan anaknya, Lina mendekat ke arahnya. "Yara, kamu udah tau Harsya ke Bandung?" ucap Lina. Yara mengerutkan dahi "Ngapain Bu? liburnya kan masih lama." "Ibu juga gak tau, mungkin bosan di sini hanya keluar masuk rumah jauh kemana -mana tidak seperti di Bandung." Yara mengangguk paham "Kayaknya gitu, atau bisa jadi dia punya pacar baru bu terus rindu hehe," ujarnya. "Syukurlah biar cepet muveon dari Devan, dan kalo bener ibu akan sering nasehatin dia biar jaga diri ," ucap Lina. Saat ini Bunga bunga berada di depan gerbang rumah mewah nan besar, sudah sekitar 15 menit ia berdiri di sana ia masih ragu untuk menekan bel, Bunga takut sesuatu yang buruk terjadi. Tiba-tiba gerbang itu terbuka menampakkan seseorang yang membuat jantung Bunga berdetak begitu kencang keringat dingin mulai bercucuran dari tubuhnya.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN