5. Duh, ketemu camer!

1221 Kata
Seorang gadis yang duduk di belakang pengemudi itu meremas ujung bajunya cemas. Sesekali memejamkan mata, mengingat kalimat-kalimat yang harus ia hapalkan. Aldo, pria dengan setelan jas berwarna navy kebanggaannya itu menatap Aca yang duduk di sebelahnya. Apa gadis itu kurang enak badan? "Nona, apa anda baik-baik saja?" Tanya Felix yang sedari tadi juga memperhatikan raut wajah Aca yang terlihat pucat karena cemas dari kaca depan sambil mengemudi. "Duhhhh! Kenapa gugup gini sih! Padahal bukan camer beneran juga! g****k lo Ca!" Rutuk Aca pelan, namun masih bisa didengar oleh Aldo yang duduk di sebelahnya. Pria yang sedari tadi membaca berkas itu melirik Aca sekilas lalu memutar bola matanya malas. "Tidak perlu gugup," ucap Aldo seadanya. Jujur, pria itu tak tahu bagaimana cara membuat orang lain agar lebih rileks. "Kagak perlu gugup gimana om?! Ntar kalau saya disirem pake air, atau dikasih uang segepok terus disuruh ninggalin om gimana?! Eh, bagus juga sih di kasih uang segepok, toh kita kagak saling suka. Loh?! Kok malah bahas uang sih! Aaarrrgghhh! babilah!" Aldo dan Felix lagi-lagi dibuat melongo oleh tingkah dan ucapan Aca. Apa gadis ini waras? Apa keputusannya memilih Aca sebagai wanita yang akan dinikahinya secara kontrak sudah benar? Gadis ini tidak akan menambah masalah di dalam hidupnyakan? Aca yang kesal pada dirinya sendiri memilih untuk menatap gedung-genung sepanjang jalan. Sesekali ia membenturkan pelan kepalanya kesisi kaca mobil, kebiasaannya saat panik. Aca paham, sepertinya gadis itu perlu memperbaiki tontonannya. Agar, pikiran liar dan tidak masuk akal seperti tadi tidak pernah muncul lagi. "Saya tidak pernah berniat membawa calon istri dengan kepala benjol." Ujar Aldo menarik Aca menjahui sisi kaca mobil. Aca yang masih terkurung di dalam lamunannya tak sadar kalau jaraknya dan Aldo sekarang sangatlah dekat. "Om, kalau Aca bikin kesalahan gimana?" Aldo menarik nafas dalam. Apa gadis itu sedari tadi mencemaskan hal tidak berguna seperti itu? "Tidak masalah." Jawab pria itu singkat dan kembali fokus pada berkas-berkasnya. "Apa sih yang kagak masalah?! Ntar kalau kita kagak dapet restu gimana?! Aca udah kasih tahu ya kalau Aca kagak punya duit buat ganti rugi. Om udah liat jugakan kalau duit Aca cuman tujuh ratus ribu, itu pun kemaren udah kepake buat jajan bulanan. Kalau nggak nikah sama om, Aca ganti ruginya giamana dong?! huaaaa kagak mau masuk penjara om, sumpah deh! Aca kan ma-" "Berisik!" Gadis itu terdiam. Suara Aldo yang meninggi membuat Api dalam perutnya sedikit berkobar. Aca tahu dia salah karena mengeluarkan bakat rap-nya disaat yang tidak tepat. Namun, Aca juga bingung bagaimana ia akan membayar hutang itu jika tidak melalui pernikahan ini. Tujuh ratus juta rupiah bukanlah uang yang sedikit. "Iya! Tahu kok kalau berisik! Santai dong! Namanya juga panik! Tai!" Balas Aca melirik Aldo tidak suka. Lagi-lagi suara nafas berat terdengar dari Aldo. Sekarang pria itu sadar, jika keputusannya salah karena sudah memilih Aca. Pria itu tak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya yang tenang berubah ricuh jika tinggal satu atap dengan Aca. Ingin mencari gadis lain untuk pernikahan kontrak inipun tidak bisa. Rumor itu semakin menyebar, dan Aldo tak punya wanita lain yang bisa ia ajak bekerja sama. Wajar saja dikira gay, karena orang terdekatnya laki-laki semua. "Felix! Lo, Bawa mobil kencengin dikit dong! Lama banget nyampenya! Dikira kagak pegel apa nih p****t duduk mulu!" Ujar Aca yang malah menyemprot Felix. Pria yang tengah mengemudi itu mendorong kaca mata nya naik karena melorot. Dia mengangguk dan menambah sedikit kecepatannya. Entah kenapa, melihat sikap Aca membuat Felix memutuskan untuk tidak menikah. Dia melihat sisi rumit lain wanita. Padahal, dari tadi dia hanya diam sambil mengemudi tapi gadis itu malah menghardiknya. Tapi setidaknya Felix sedikit bersukur karena tidak mendapatkan umpatan dari gadis yang mengenakan dress hitam sepanjang lutut itu. ... Mereka berhenti di depan sebuah mansion mewah dengan perpaduan cat putih dan gold. "Selamat datang, tuan muda." Aca memperhatikan wanita paruh baya itu dari atas sampai bawah. Sepertinya dia seolang ART yang bekerja di sana. "Tante sama papa dimana?" Tanya Aldo pada wanita itu. "Tuan besar dan nyonya sudah menunggu di ruang makan, tuan muda." Aldo mengangguk. Aca yang masih memperhatikan sekitar terlonjak kaget saat pria itu menggem tangannya sambil melangkah maju mengikuti wanita tadi. Gadis itu berusaha melepaskannya karena merasa tidak nyaman, namun Aldo semakin mengeratkan genggamannya. "Tujuh ratus juta itu akan dianggap lunas jika acting kamu bagus." Ujar Aldo dengan suara rendahnya yang hanya bisa didengar oleh Aca dan dirinya. Entah kenapa, jantung Aca berdegup kencang saat mendengar suara rendah itu. Apa dia masih gugup? "Bukankah kamu tidak sudi menginjakkan kaki di rumah ini lagi, Aldo?" Apa-apaan ini?! Baru saja mereka memasuki ruang makan pak tua dengan janggut putihnya itu sudah mengeluarkan hawa permusuhan. Aca menatap pak tua itu tak suka, lalu beralih menatap Aldo yang memasang raut datar seolah tak peduli dengan ucapan pak tua barusan. "Mas, kalau anak pulang itu ngomongnya jangan gitu ih!" Hardik seorang wanita sambil membawa beberapa potong buah. Wanita itu tidak bisa dibilang muda juga, karena sudah lumayan banyak terdapat keriput di wajahnya. "Nggak masalah, udah biasa." Aca dibuat melotot mendengar respon Aldo. "Gila nih om-om! Ke sini bukannya mintak restu malah ngajak gelut!" Batinnya dengan tangan mencubit pinggang Aldo. Pria itu mempelototinya dan dipelototin balik oleh Aca. "Apa?! Emang lo doang om yang bisa melotot gitu?! Mata gue juga bisa kali!" Batinnya lagi sambil mempelototi Aldo. "Eh, anak gadis cantik ini siapa? Kok nggak dikenalin sih Al?" Tanya wanita itu lagi sambil menata piring. Aca tidak tahu pasti dia siapa, apa wanita itu mama nya Aldo? "Aca, tante." Ucap gadis itu memperkenalkan diri tak lupa mencium punggung tangan wanita itu saat menghampiri Aca. "Saya Mulan, mamanya Aldo." " Tiri." "Hah?" Refleks Aca saat mendengar satu kata tak jelas itu keluar dari mulut Aldo. "Mama tiri." Jelas pria itu lagi. Gadis itu benar-benar bingung sekarang. Apa yang harus ia lakukan disituasi rumit ini. Ingin rasanya gadis itu menghilang dari sana. Tapi, apakah Aldo tidak keterlaluan? Sikap pria itu terkesan terlalu kurang ajar dan merusak suasana sekarang. Aca memperhatikan Mulan yang hanya bisa tersenyum canggung. Agak kasian, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. "k-kok berdiri aja sih? duduk dong, kita makan aja yuk!" Ujar mulan lagi mencoba menghidupkan suasana. Agak sakit hati sebenarnya mendengar ucapan Aldo, tapi dia juga tidak bisa membantahnya. Tentang dirinya yang hanya seorang mama tiri bagi pria itu. Aca dan Aldo duduk berdampingan di meja makan panjang itu. Saat makan semua orang benar-benar diam tanpa berkata sepatah katapun. Apa begini cara orang kaya makan? Suasananya terlalu tegang, sampai-sampai membuat perut Aca sakit. Gadis itu tidak bisa menikmati makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Dari pada makanan mewah di depannya saat ini, Aca lebih menginginkan mie instan buatan Nurul dan menikmatinya sambil tertawa ria. "b*****t! Bisa-bisanya gue mules di saat begini!" Batin gadis itu memegangi perutnya. Aldo yang sudah selesai makan melirik sekilas ke arah Aca yang duduk di sampingnya. Beberapa lipatan muncul di dahi pria itu saat melihat Aca hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa minat, jangan lupakan satu tangannya yang masih memegangi perut. Mulan kembali memperhatikan anak tiri dan suaminya itu. Wanita itu paham bahwa kedua pria itu butuh wantu untuk bicara. "Aca, mau ikut tante ke taman belakang nggak? Kita petik bunga buat Aca bawa pulang." Ujar Mulan pada gadis yang masih mengaduk-aduk makanannya itu. Aca menghentikan kegiatannya, melirik pada Aldo sekilas. Setelah mendapat anggukan dari Aldo, barulah gadis itu ikut pergi bersama Mulan. Meninggalkan kedua pria itu di ruang makan. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN