7. Jinak dan menjinakkan

1263 Kata
Tante Mulan Aldo udh nyampe rmh? Jangan lupa ingetin Aca buat obatin lututnya Tadi dia jatoh pas mau ngejar kamu Maaf, tante bukan niat buat ikut campur Jangankan Felix, Aldo saja bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa ia sekhawatir ini? Apa dia merasa bersalah karena gadis itu jatuh akibat mengejarnya? Jalanan yang tidak begitu ramai membuat Felix lebih mudah memutar arah, dan tidak perlu waktu yang lama mereka sampai di sisi jalan, tempat dimana Aca tadi turun. Aldo mencoba menghubungi Aca, tapi gadis itu tak menjawab panggilannya. Felix pun menolong mencari di sekitar sana. Namun hasilnya tetap sama, nihil, Aca tak ada di sana. "Felix, parkirkan mobil di sekitar sini. Hubungi saya jika kau menemukan gadis itu, Felix." Aldo pergi dari sana, pergi ketempat-tempat yang mungkin di kunjungi gadis itu. Rasa khawatir yang sudah lama tak dirasakannya kembali memuncak saat ini. Aca, kemana gadis itu pergi?! ... Langit yang awalnya biru sekarang sudah berubah warna menjadi jingga. Kendaraan mulai ramai sekarang. Aca sendirian, duduk di kursi taman menatap anak kecil yang berlarian. Gadis itu tak tahu pasti dia berada di mana. Aca hanya melangkah mengikuti nalurinya setelah melepas semua hajatnya. Gadis itu melirik pada bungkusan roti yang beberapa menit yang lalu ia makan untuk sekedar mengganjal rasa lapar di perut. Namanya juga orang indonesia, tidak makan nasi ya tidak kenyang. Tentu saja sekarang gadis itu kembali merasa lapar. Menatap anak-anak yang berlarian di sepanjang taman, bercandaria dengan orang tuanya membuat Aca merasa sedikit iri. Ternyata hanya dia yang tidak pernah merasakan hal itu. Tidak pernah merasakan digendong di pundak papanya, tidak pernah berjalan bergandengan dengan mamanya. Hal sesederhana itu, tidak pernah mewarnai masa kecil Aca. Jika mengingat bagaimana buruknya hari ini, ditambah rasa rindu pada orang yang telah pergi, membuat Aca ingin melapas topeng di wajahnya. Gadis itu ingin melepaskan topeng tertawa yang selalu dikenakannya, ingin menangis dan mengadu pada alam semesta atas ketidak adilan dalam hidupnya. "Aca!" Mendengar namanya dipanggil sontak membuat Aca berdiri dan menoleh kesamping kiri. Gadis itu memicingkan matanya, memastikan bahwa ia tidak salah liat. "Ngapain, om?" Tanya Aca pada pria yang menghampirinya dengan nafas yang memburu. Ada banyak keringat yang bercucuran pada tubuh pria itu, apa dia habis lomba lari maraton? Entahlah, toh Aca juga tidak peduli. Dia Aldo, pria yang kelabakan mencari Aca selama lebih dari tiga puluh menit, berlarian di sepanjang jalan, bertanya pada orang yang tidak ia kenal, yang awalnya dihantui rasa panik kembali merasa lega saat tubuh gadis itu kembali terlihat oleh matanya. Dia Duduk sendirian di taman menatap banyak orang yang tengah bersenang-senang. Aldo berlari kecil menghampiri Aca, memperhatikan dari ujung rambut hingga kaki. Pandangan pria itu tertuju pada lutut kanan Aca yang tertutupi dress hitamnya. "Heh! c***l!" Mata Aca membulat sempurna kala Aldo menyibak bagian bawah dress nya. Apa dia gila? Berbuat c***l ditengah taman yang ramai pengunjung. "c***l? Jangan bercanda." Aldo meletakkan kedua tangannya di bahu Aca, menuntun gadis itu untuk kembali duduk di kursi taman itu. Dia berjongkok, tangannya kembali terulur pada lutut gadis itu, ingin memeriksa luka yang disebutkan oleh Mulan. "Ngapain sih, berlutut gitu?! Bangun ih, om!" Aca menarik kakinya, tak membiarkan Aldo melakukan maksudnya. Pria itu hanya berdecak kesal dan kembali menarik lembut kaki Aca, kembali sedikit menyibak sisi bawah dress itu yang menutupi lutut Aca. "Dasar bodoh, bisa-bisanya berlari dengan keadaan lutut seperti ini." Ucap Aldo sedikit mendongak, menatap mata Aca yang masih terheran melihat sikapnya. Aca kembali mengelus dadanya, berusaha sabar. Kenapa pria ini sangat menyebalkan? Apa Aldo pikir Aca dengan senang hati berlari keluar dari mobil dan menahan rasa nyeri di lutut itu? Tentu saja tidak, salahkan kentut sialan itu yang keluar tanpa permisi. "Udah, kagak usah sok khawatir gitu. Mending duduk om." Aca menyingkirkan bungkusan roti di sampingnya, menarik jas Aldo pelan, membawa pria itu duduk di sebelahnya. "Udah diobatin?" Aca menggeleng sebagai respon, lalu kembali menutupi kembali lututnya. Entahlah, rasanya aneh saja diperhatikan oleh orang menyebalkan seperti Aldo. Pria itu lagi-lagi berdecak kesal tidak suka, dia mengeluarkan benda pipih itu dari saku jasnya, mengetik beberapa pesan dan mengirimkannya pada Felix. Aldo kembali memperhatikan Aca, mengikuti arah pandangan gadis itu yang tertuju pada satu keluarga yang tengah piknik di salah satu sudut taman. Ada sedikit senyuman getir yang terpampang di wajah Aca. "Om, bapak-bapak janggut putih tadi siapa sih?! Bokap om?" Ujar Aca memulai percakapan. Entahlah, Aca masih sangat kesal dengan hawa permusuhan yang dikeluarkan oleh pria itu. "Kenapa? Kamu suka?" "Suka? Gila aja om! Boro-boro suka, yang ada tuh kesel liat tuh pak tua." Aldo mati-matian buat menahan tawanya. Meskipun sudah menebak bahwa pria tua itu adalah papanya, Aca masih saja berani memakinya. "Hmm, dia Doni, papa saya." "Ck! Pantesan." "Pantas apa?" "Pentes mirip, sama-sama ngeselin." Aca menikmati angin sore yang menerpa wajahnya. Gadis itu menoleh ke samping menatap wajah pria itu yang juga menatap ke arahnya. "Anu, hubungan om sama bokap kurang baik ya?" Mungkin pertanyaan Aca sedikit sensitif dan privasi. Namun, aura permusuhan yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak itu juga mengusiknya. Aca mengangguk paham saat pria disampingnya itu hanya diam. Jawabannya cuma ada dua kemungkinan, hubungan mereka memang rumit atau Aldo yang memang tak ingin membicarakannya. Aca kembali memusatkan pandangannya pada sekelompok manusia yang berada di taman yang sama. Aca suka suasana ramai seperti ini, suana yang menyadarkan Aca bahwa dirinya hanya sendiri di semesta yang luas ini. Suana yang seolah mengatakan kamu sendiri Aca, tak ada orang lain di sisi mu, jadi jangan lupa diri. "Kurang lebih seperti hubungan kamu dengan Kasandra." Suara berat Aldo kembali terdengar. Kalimat itu keluar dari mulutnya setelah sedikit berdebat dengan diri nya sendiri. "Beda dong. Lagian om juga nggak tau kan, serumit dan seberantakan apa hubungan Aca dengan mama." Aldo tersenyum remeh mendengar ucapan Aca. Tidak tahu katanya? "Sedikit informasi, saya selalu mencari tahu informasi mengenai siapa saja yang berhubungan dengan saya. Jadi, sebagai orang yang seperti itu, apa kamu pikir saya tidak akan mencari tahu siapa dan bagaimana kehidupan seseorang yang akan saya nikahi? Tolong pergunakan otak kamu sedikit lebih cerdas lagi." Aca tersenyum, menyembunyikan gejolak amarah yang semakin membara. Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Aldo sangat mengesalkan pikirnya. "Sedikit info juga om, tadi Aca nafsu banget loh pengen ngepangin jenggot putih nya bokap om sangking jengkelnya. And now, Aca nafsu banget pengen jambak rambut om. Boleh?" Ujar Aca dengan senyuman yang terus mengembang disetiap kalimat yang keluar dari bibir ranumnya. Jika saat ini Aca mengikuti casting untuk pemeran film joker, seratus persen ia akan diterima. "Dahlah! Mau balik. Ngobrol sama om bisa bikin cepet tua." Aldo dengan cekatan menahan Aca dengan memegang tangannya. Aca yang awalnya sudah berdiri kembali dibuat duduk karena perbuatan Aldo. "Siapa yang mengizinkan kamu pulang, hmm?" Aca tersenyum remeh, persis seperti yang Aldo lakukan sebelumnya. Perempuan tak mau kalah dan tak mau mengalah itu tentusaja merasa tertantang saat menemukan pribadi seperti Aldo. "Siapa yang butuh izin pulang, hmm?" Lihat, Aca bahkan dengan leluasa meniru gaya Aldo berbicara padanya. Berhasil membuat Aldo sedikit jengkel. Namun, ada perasaan lain dilubuk hati Aldo. Senang? Entahlah, pria itu tak tahu pasti. Yang jelas, sepertinya ia juga suka dan menikmati momen perdebatan nya dengan Aca. Pria itu kembali tersenyum, mengubur dalam rasa jengkelnya. Sikap Aca juga sedikit terkesan menantang bagi Aldo. Dirinya seolah tertantang untuk membuat gadis liar dihadapannya ini menjadi jinak di waktu yang tepat. "Entahlah, siapa yang butuh izin?" Tanya Aldo sedikit membingungkan bagi Aca. Apa maksudnya? Sepersekian detik berikutnya tanpa babibu Aldo langsung mengangkat tubuh Aca. Pria itu menggendong Aca ala bridal style, tak peduli pada banyak mata yang memandang meraka tepat saat Aldo menggendong Aca, membawanya keluar area taman. Kita lihat. Siapa yang akan menjinakkan siapa? ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN