HARUSNYA AKU YANG MARAH

1012 Kata
"Aku tau kalo aku harus kasi kartu kredit itu ke kamu lagi. Tapi, setelah aku pikir, kalo aku pegang kartu kredit kamu, aku ga harus nunggu kamu kasi aku uang, Mas." Adit terbelalak mendengar ucapan Lisna. Tentu saja dia tidak bisa membiarkan Lisna melakukan hal itu. Bisa-bisa langsung dipecat dia jadi suami Kalina sebelum Lisnatnya terlaksana. "Kartu kredit itu tertukar dengan punya Kalina. Jadi, transaksi yang kamu lakukan untuk membeli sepatu dan tas ketauan. Lagi pula buat apa sih kamu beli tas dan sepatu semahal itu? Mending kamu beli perhiasan kan?" "Ih, aku kan mau punya barang branded," kata Lisna dengan tatapan penuh permohonan. Jika sudah melihat tatapan Lisna yang seperti ini, Adit tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain memeluk wanita bertubuh mungil itu. "Nanti aku kasi kamu kartu kredit yang baru. Tapi, berikan dulu kartu yang tadi kepadaku," kata Adit. "Beneran?" "Iya, ayo mana? Aku harus pulang sebelum Kalina sampai di rumah," kata Adit. Dengan sedikit mengerucutkan bibirnya, Lisna pun memberikan kartu kreditnya kembali kepada Adit. Tetapi, sebelah tangannya langsung menadah kembali. "Kalau begitu aku minta uang aku mau belanja besok." Adit hanya bisa menghela nafas panjang dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan Lisna itu. Laki itu pun kemudian membuka dompetnya lalu mengeluarkan sejumlah uang lalu memberikannya kepada Lisna. "Kamu jangan boros- boros dong. Aku ini cari uang sehari nggak langsung dapat seratus juta. Kamu kalau mau belanja ya dihemat-hemat dong jangan langsung sehari seratus juta lama-lama kalau kayak gini bisa bangkrut kita," kata Adit dengan sedikit kesal. Bagaimana tidak kesal Jika setiap hari Lisna selalu belanja dengan nominal yang cukup besar. Sementara Kalina sendiri meskipun memakai uangnya dia akan bijak dalam membeli sesuatu. Wanita itu hanya membeli barang-barang yang dia akan gunakan saja. Kalina bukan wanita yang suka mengoleksi tas atau sepatu-sepatu mahal. Memang barang yang dia miliki adalah barang-barang branded. Tetapi dia hanya akan mengganti barang-barang tersebut apabila sudah rusak. Kalina itu selalu pintar memadupadankan barang-barang yang dia miliki sehingga dia tidak akan sering-sering membeli barang yang tidak penting. Padahal jika dipikir-pikir uangnya tentu banyak. Sekali membuat desain dan juga pakaian dia akan mendapatkan uang puluhan juta bahkan ada yang beli desainnya sampai 200 juta. Tentu saja karena nama Kalina sudah terkenal. Butiknya itu setara dengan designer ternama. Belum lagi dari klinik kecantikan miliknya. Dia bisa meraup banyak keuntungan. Semua itu karena Kalina bekerja sama dengan dokter kecantikan yang mempunyai lisensi bagus dari luar negeri. Orang-orang yang datang ke klinik kecantikannya pun bukan orang-orang sembarangan. Kalina memang sangat pintar dalam mengelola bisnisnya. Itulah sebenarnya Adit sendiri merasa sangat sayang jika dia harus kehilangan Kalina. Akan tetapi Lisna juga tidak bisa untuk dia campakkan begitu saja selama dia belum bosan. "Ya sudah kalau kamu nggak ikhlas ngasih aku uang belanja." "Ya nggak masalah kamu belanjain aja banyak-banyak terus nanti ketahuan istriku dan aku nggak jadi join sama dia minta uangnya buat bikin restoran sesuai keinginan kamu. Aku sama dia itu punya perjanjian yang mengatur pernikahan kami. Jadi kalau kamu pikir aku bisa lepas dengan dia begitu saja sambil membawa semua hartaku kamu salah. Makanya aku bilang main cantik," kata Adit. Lisna terdiam, janda cantik itu hanya bisa menarik nafas panjang. Tentu saja dia tidak mau kehilangan kemewahan dan juga segala kenikmatan yang sudah ia dapatkan dari Adit selama ini. "Ya sudah iya aku nurut deh. Yang penting kamu nggak lupa kan janji kamu untuk beliin aku rumah yang mewah juga mobil. Masa sih aku ke mana-mana pakai taksi online." "Kalau soal mobil aku bakal beliin tapi sini dulu kartu kredit dan ingat kamu jangan boros boros kalau kamu mau aku beliin mobil." Tanpa mempedulikan Lisna lagi, Adit pun segera bergegas mengambil kartu kreditnya kemudian dia langsung meninggalkan apartemennya untuk pulang ke rumah. Dan saat dia sampai di rumah betapa terkejutnya Adit karena Kalina juga ternyata baru sampai. "Loh aku pikir kamu udah sampai dari tadi, Mas. Padahal aku titipin Cindy loh sama kamu." "Tadi ban mobil aku kempes. Jadi, aku kepaksa mampir ke bengkel buat benerin ban mobil," jawab Adit dengan cepat. Lelaki itu menarik nafas lega saat melihat Kalina kelihatan mempercayai ucapannya. "Ya udah kalau gitu kamu mandi, deh. Kamu kelihatan kucel sama kusut banget. Oh ya Mana kartu kreditku?" Adit langsung membuka dompetnya kemudian menyerahkan kartu kredit milik Kalina. "Kartu kredit aku mana, Yang?" "Sementara kayaknya kamu nggak usah pakai kartu kredit dulu, deh. Aku mau kasih kamu modal untuk bikin restoran tapi aku juga mau audit semua pengeluaran kamu. Aku nggak mau ya, Mas ... kamu keluar uang buat hal-hal yang nggak penting. Cindy itu masih butuh biaya banyak dan kita juga masih punya mimpi yang belum pernah kita wujudkan. Ya itu sih kalau kamu mau usaha yang baru," kata Kalina dengan tegas. Adit langsung terdiam, dia pun hanya bisa pasrah sambil mengutuk dalam hati. Untung saja selama ini dia tidak pernah mentransfer uang kepada Lisna. Adit selalu memberi wanita itu uang cash. "Ya udah kamu periksa aja rekening aku larinya ke mana. Itu juga kalau kamu masih percaya sama suami. Aku heran deh sama kamu hanya gara-gara kartu kredit kepake untuk beli tas sama sepatu aja kamu sampai kayak gininya sama aku." Adit harus berpura-pura marah supaya Kalina merasa bersalah. Hanya dengan begitu sang istri nanti akan merayunya kembali. Lelaki itu pun langsung bergegas masuk ke dalam meninggalkan Kalina yang masih di halaman. Sementara Kalina sendiri terkejut mendengar sang suami berkata seperti itu. Bukan maksudnya untuk mencurigai Adit. Tetapi apa yang dikatakan oleh asistennya cukup membekas di dalam memorinya. Jika benar Adit sudah mengkhianati pernikahan mereka maka Kalina tidak akan tinggal diam begitu saja. Dia tidak akan membiarkan perempuan lain bersenang-senang dengan uang yang seharusnya untuk keluarga. "Kamu marah aja Mas. Tapi nanti kita lihat Apa benar kamu nggak main gila di belakangku. Kalau sampai kamu main gila aku nggak akan segan-segan untuk membuat kamu jatuh ke jalanan dan miskin kembali seperti dulu," gumam Kalina dalam hati. Sebenarnya dia ingin sekali merayu Adit. Tetapi dia juga tidak mau mengedepankan perasaan dibandingkan logika. Sebagai seorang wanita karir, Kalina sudah terbiasa menghadapi hal-hal seperti ini. Dia tidak mau terpengaruh sebelum akhirnya dia sendiri nanti yang rugi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN