Pertanyaan Menjebak

1006 Kata
Daging Babi ini enak sebenarnya. Tapiz mengingat kajian yang dia datangi bahwa Babi Haram karna tidak sehat membuat Cris jadi berfikir. "Kenapa masih belum dimakan juga, Cris?" tanya Mamanya yang melihat Cris hanya mengaduk-ngaduk makanannya. Cris yang mendapat teguran Mamanya pun menengok ke arah Mamanya. Jika Cris mengatakan kepada Mamanya apa Mamanya akan marah. "Emm, iya, Ma." Cris pun memakan nasinya beserta lauknya tanpa daging Babi olahan Mamanya. "Em ... Ma Cris boleh nanya sesuatu enggak?" tanya Cris dengan hati-hati. Papanya hanya melihat Cris sekilas lantas melanjutkan makannya lagi. "Nanya apa? Biasanya kalau mau nanya tinggal nanya aja. Tumben banget bilang dulu," jawab Mamanya. "Ya kan Mama lagi makan jadi takutnya Mama marah ya aku tanya aja dulu," jawab Cris. "Yaudah kamu mau tanya apa emangnya?" tanya Mamanya lagi. "Ma kenapa di agama kita makan daging Babi enggak dilarang, Ma?" tanya Cris membuat Papanya yang sedang makan pun tiba-tiba tersedak. Mamanya langsung memberikan minum kepada Papanya. Cris jadi merasa bersalah karna pertanyaannya. "Kamu itu kenapa sih, Cris nanya-nanya kayak gitu. Lagian kita juga biasanya makan kayak gitu. Kamu itu tinggal makan aja kenapa aneh banget. Kita masih bisa makan seharusnya bersyukur." Mamanya gantian mengomeli dirinya. Padahal, maksudnya itu bertanya bukan menghakimi atau apapun itu. "Maaf, Ma aku cuma pengen nanya aja. Di agama Islam Babi. Islam ngajarin apa-apa yang dilarang pasti ada sebabnya, Ma, Pa. Tapi, kenapa agama kita enggak dilarang makan Babi?" "Kamu tau apa soal Islam, Cris. Agama kamu itu Kristen lagian kamu juga ngapain sih bandingin agama kita sama agama orang lain." "Ya karna aneh aja bukannya setiap agama mengajarkan baik tapi kenapa agama kita enggak?" "Cris kamu ngomong apa sih. Kamu bilang agama kita enggak baik gitu?" "Bukan gitu, Pa. Yaudahlah lupain aja pertanyaan Cris. Maaf Cris udah salah tanya. Cris udah kenyang mau pergi dulu ngerjain tugas kuliah." Mendadak nafsu makan Cris jadi tidak ada. Dia lebih memilih untuk pergi saja. Papanya pun memanggil Cris serta Mamanya yang menyuruh anaknya untuk makan. "Cris makanan kamu belum abis. Kamu itu dikasih makan malah kamu enggak abisin." "Cris kenyang, Ma. Udahlah Cris lagi buru-buru juga." Padahal, buru-burunya itu adalah alibi dirinya karna malas dengan Mama Dan Papanya. Lagian apa salahnya dia bertanya kenapa agamanya tidak melarang memakan babi. Toh, dia hanya ingin tahu. "Cris kamu sekarang udah keterlaluan ya," ucap Papanya. Tapi, Cris tidak peduli Mamanya mengelus pundak Papanya agar sabar. Memang baru kali ini Cris itu aneh. Akhir-Akhir ini setiap pulang Mamanya kadang melihat anaknya memakai selendang dengan rapi kalau ditanya hanya agar tidak panas. Tapi, pakaiannya juga tertutup benar-benar nyaris seperti Muslim. "Anak itu harus dicari tahu kenapa dia berubah. Sebelum jadi kebiasaan." "Udah, Pa. Mungkin dia niatnya juga cuma nanya aja kok. Lanjutin aja lagi makannya. Nanti kalau udah sama-sama tenang baru kita ingetin. Wajar seusia Cris memang tidak boleh terlalu dikekang nanti jadinya dia emosi sendiri juga." "Yaudah." Mereka pun melanjutkan makannya. Di sisi lain, Cris mencari tempat yang nyaman. Dia berfikir kenapa dia tidak dilahirkan dalam keluarga Muslim juga. Kalau dia seorang Muslim pasti tidak sulit untuk mengendap-ngendap ikut kajian ataupun dia bisa menyukai Hafidz secara terang-terangan. Di tengah lamunannya saat berjalan. Seseorang memanggilnya membuat dirinya menengok. "Criszya...." "Loh, Kak Gerry. Kak Gerry kok di sini?" tanya Criszya saat melihat ternyata yang memanggilnya Gerry. "Iya tadi aku habis ngisi acara di daerah sini. Kamu kok ada di sini juga ngapain?" tanyanya balik. "Oh rumahku enggak jauh dari sini, Kak. Ini aku lagi jalan-jalan aja," ucap Criszya. Gerry berjalan kaki bersama Criszya. "Oh gitu kok jalan kaki? Motor kamu ke mana?" "Ada kok lagian cuma jalan deket-deket sini ngapain bawa motor, Kak. Itung-itung sekalian olahraga." "Oh iya sih." "Em kakak sendiri ngisi acaranya?" tanya Cris lagi berharap ada Hafidz yang ikut Dan mereka bisa bertemu di sini. "Iya nih. Soalnya yang diundang kali ini cuma satu lagian anak-anak yang lain juga enggak bisa dateng," jawab Gerry. "Oh gitu." Cris sedikit kecewa karna harapannya untuk bisa melihat Hafidz ternyata sia-sia. "Yaudah deh, Kak. Kakak ini mau ke mana?" "Mau langsung pulang, Cris. Yaudah ya. Saya permisi dulu. Assalamualaikum." Cris baru saja ingin banyak bertanya tentang Hafidz tapi Gerry malah buru-buru. Cris pun tersenyum dan menjawab, "Waalaikumsalam, Kak. Hati-hati, Kak." "Makasih, Cris kamu juga hati-hati." Gerry berjalan mendahului Cris. Cris juga heran tumben sekali Gerry tidak membawa kendaraan lalu laki-laki itu mau ke mana dan naik apa. Tapi, seketika dia pun menghentikkan bahunya. Cris berjalan lagi mengelilingi taman-taman. Dia melihat ada anak kecil yang ditarik hijabnya oleh seorang anak laki-laki. Anak itu terlihat seperti umur Lima tahu . Cris langsung saja mendekat ke arah anak tersebut. "Hei jangan seperti itu. Tidak boleh kasar dengan anak perempuan." Anak laki-laki itu langsung saja kabur setelah Cris mengingatkannya. Mungkin anak tadi mengira kalau dirinya adalah kakaknya. "Kamu enggak papa?" Anak tersebut menggelengkan kepalanya, "Enggak papa, Kak. Makasih ya udah mau bantuin," ucap anak tersebut. "Sama-sama. Kenapa pas kamu ditarik kepalanya cuma megangin kerudung kamu? Kenapa enggak biar lepas aja biar enggak sakit?" tanya Cris lagi yang heran. Karna dia melihat anak tersebut hanya mempertahankan kerudungnya saja. Tidak peduli dengan pukulan anak laki-laki tadi. Cris miris melihat kejadian tadi masih kecil sudah berani seperti itu bagaimana nanti ke depannya. "Aku takut rambutnya kelihatan. Aku enggak mau kerudung aku terlepas, Kak." "Loh kenapa emangnya? Kalau lepas kan bisa dipake lagi Dari pada kamu tadi dipukul atau kamu bisa lepasin Dan pulang ke rumah aja." "Enggak mau, Kak. Kalau aku enggak pakai kerudung nanti aku buka aurat. Kata Ibu aurat perempuan dari atas kepala sampai kaki kecuali muka Dan telapak tangan." "Memangnya kalau terlihat juga kenapa? Kan kamu masih kecil?" tanya Cris lagi. Dia seakan seperti sedang diceramahi oleh anak-anak. "Kakak emangnya engga tahu kalau hijab bagi setiap perempuan itu wajib? Ibu suka bilang kayak gitu sama aku. Makanya Ibu mau kalau di luar selalu pakau kerudung. Malu soalnya kalau enggak pakai kerudung juga, Kak." Mendengar penuturan tersebut membuatnya tersentil. Apalagi dia tidak memakai kerudung saat ini. Cris terdiam, dia malu mendengar anak kecil itu. "Kenapa Kakak enggak pakai kerudung?" Pertanyaan lagi anak itu membuat Cris terdiam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN